4. Sayang Mama

65 21 6
                                    

Happy reading...


"Mungkin belum saatnya gue tau" gumam Rangga dan memilih memejamkan matanya dari pada harus memikirkan orang yang belum tentu orang itu memikirkan dirinya.

**

Matahari sudah terbit. Sudah waktunya para murid untuk bangun dan berangkat ke sekolah.

Seperti biasanya, Liora sudah bangun sejak tadi. Ia bukan tipikal orang yang susah di bangunkan. Justru ia akan bangun lebih awal dari kedua orang tuanya dan juga kakaknya.

Ia bangun pagi, karna suatu kebiasaan untuk membantu bibi memasak. Ia sangat menyukai memasak, meskipun tidak terlalu jago.

Pernah ia di larang oleh mamanya. Tapi yang namanya Liora tidak bisa di bilangin, ia tetap teguh pada pendiriannya.

"Bi, aku mau buat capcaynya ya, bibi goreng ikan aja. Soalnya Liora takut, itu minyaknya meletus-meletus kayak balon. Mending balon yang meletus dari pada minyak. Sakit banget kalok kenak hehehe " ucap Liora panjang lebar membuat pembantunya terkekeh.

"Iya, non buat capcay nya aja. Bisa kan ?" tanya bibi.

"Ya bisa dong bi, kan udah di ajarin sama bibi" ucap Liora tersenyum melihatkan gigi gingsulnya.

"Ya udah, hati-hati ngiris sayurnya" Liora mengangguk mengerti. Ia serius memotong sayuran yang akan ia sulap menjadi capcay.

**

Liora sudah selesai memasak, ia tinggal membangunkan kakaknya yang masih bergelung dalam selimut.

"KAK SINGA BANGUUUN" teriak Liora di depan pintu kamar kakanya.

Knop pintu bergerak dan pintu terbuka menampilkan sosok kakaknya yang mirip singa. Bagaimana tidak, rambut berantakan, baju yang kusut, dan mukanya juga ikut kusut tapi tetap tampan.

"Duh dek, nama gue Leo bukan singa" protes Leo.

"Leo kan artinya singa" ucap polos adiknya membuat Leo berdecak kesal.

"Terserah, udah sana kakak mau mandi" Leo mendorong bahu adiknya agar pergi dari kamarnya.

"Ish... biasa aja dong, Liora bukan ayam kak!" protes Liora tidak suka di usir dengan cara seperti ini.

"Emang kamu anak ayam hahaha" Leo tertawa membuat Liora semakin kesal.

"Dasar anak singa!" seketika tawa Leo berhenti. Liora segera pergi menjauh sebelum kakak singa itu menerkamnya.

"DASAR ANAK AYAM!" teriak Leo, sedangkan Liora terkekeh geli mendengar teriakan kakaknya.

**

Sama halnya dengan Rangga, ia juga sudah bangun dari jam 5 pagi. Ia akan menyapu rumah baru ia akan memasak seperti biasa.

Dan sekarang waktunya memasak. Meskipun Rangga adalah seorang laki-laki tapi jangan di ragukan lagi dengan masakannya. Di sudah terbiasa memasak sejak menduduki kelas 6 SD. Karna sejak itulah mamanya jatuh sakit, dan mau tidak mau Rangga harus mengganti posisi mamanya untuk bekerja dan juga mengerjakan pekerjaan rumah.

Kok bisa sekolah ? Kalian lupa jika Rangga adalah siswa yang cerdas. Tentu saja ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya.

Rangga terus giat belajar untuk tetap mendapatkan posisi beasiswanya sampai saat ini.

"Masak hari ini cuma sayur kangkung sama tempe aja deh. Uang gue juga udah tinggal sedikit. Gajian masih minggu depan" gumamnya. Ia mengambil sayur kangkung dan memotong serong, baru ia akan mencuci dan mentumisnya dengan bumbu yang telah ia buat.

Rangga memasak begitu cekatan karna Rangga memang sudah terbiasa.

Tak butuh waktu lama, Rangga sudah menyelesaikannya. Ia menaruh nasi di piring beserta lauk yang ia masak tadi untuk di bawa ke kamar mamanya.

"Ma, makan dulu. Maaf hari ini cuma bisa masak sayur kangkung sama tempe aja"

Melihat raut wajah putranya yang sedih, Lia mengusap kepala Rangga dengan lembut, "gak papa nak, ini juga udah banyak gizinya. Iya kan ?" Rangga menganggukan kepalanya, tapi tetap saja ia tidak bisa membelikan mamanya ikan yang sangat penting untuk kesehatan mamanya.

"Mama gak papa kok, yang penting kamu juga sehat mama udah seneng. Jangan cuma mikirin diri mama, kamu juga harus mikirin kesehatan kamu Rangga" lagi-lagi Lia tidak bisa membendung air matanya.

"Seandainya ayah kamu tidak pergi meninggalkan kita Rangga, pasti kamu tidak akan bekerja banting tulang seperti ini nak" ucap Lia di dalam hatinya.

Rangga begitu memperhatikan kesehatannya, Lia tahu bahwa Rangga sangat menyayangi dirinya. Tapi Lia khawatir dengan kesehatan Rangga sendiri. Pulang sekolah Rangga langsung berangkat bekerja tanpa beristirahat terlebih dahulu.

Ibu mana yang tenang melihat putra satu-satunya bekerja banting tulang untuk hidupnya sehari-hari.

Bertahun-tahun Rangga menghabiskan waktunya hanya untuk sekolah, bekerja, dan merawat dirinya. Tidak ada waktu bermain untuk Rangga. Di saat anak seumurannya lebih asik dengan waktu bermainnya, tapi Rangga malah sibuk mencari uang.

Rangga menghapus air mata yang jatuh di pipi Lia, "udah mama jangan nangis, Rangga akan semakin sedih liat mama nangis seperti ini" ujar Rangga.

"Maafin mama ya nak hiks..." Lia memeluk tubuh putranya yang semakin tumbuh dewasa tanpa kehadiran seorang ayah.

Rangga membalas pelukan mamanya.

"Sebenarnya Rangga tidak tega melihat mama dengan kondisi seperti ini tanpa sosok ayah ma" ucap Rangga dalam hati.

Rangga terkadang sedih saat melihat keadaan mamanya yang tak kunjung membaik. Mau berobat pun mereka susah, bisa makan saja mereka sudah sangat bersyukur. Gaji yang di peroleh Rangga hanya cukup untuk keperluannya sehari-hari.

Rangga melepas pelukannya, "Udah ah, mama gak usah nangis lagi nantik mama makin cantik. Takut Rangga makin sayang sama mama" ucapan Rangga membuat Lia tertawa di sela-sela air matanya yang jatuh. Rangga selalu saja bisa menghibur dirinya.

Lia tidak masalah jika dirinya tidak memiliki suami, tapi Lia akan masalah jika Lia tidak memiliki Rangga di hidupnya.





Jangan lupa vote and comment ya

Story Of RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang