YANG LALU.

711 48 19
                                    

Puluhan tahun yang lalu, bahkan ratusan tahun yang lalu, ketika peralihan zaman menjadi modern. Sebagian manusia masih percaya akan adanya makhluk mengerikan dari ribuan tahun silam. Ketika mobil-mobil besi sudah berlalu lalang, ketika kereta api sudah berjalan dengan cepat, ketika manusia lebih memilih memakai gaun dan tuxedo. Sebagian manusia masih ketakutan akan adanya iblis.

Sebagian kelompok samurai yang masih memilih bertahan meski harusnya telah dibubarkan oleh pemerintahan baru, dibalik hingar bingarnya lampu kemoderenan, mereka memerangi iblis yang semakin ganas dan semakin ingin menghancurkan manusia.

Perang besar. Perang antara kelompok samurai yang menyebut dirinya pemburu iblis dan iblis itu sendiri pun tak bisa dihindari. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Menyisakan kemarahan oleh bangsa iblis dan memberikan bekas kesedihan pada bangsa manusia.

Satu orang yang tengah memangku kepala berhelaian panjang itu salah satu korbannya. Matanya berlinang air mata. Dadanya naik turun dengan cepat, mencoba mengambil nafas lebih banyak agar rasa sesak dalam hatinya segera sirna. Tapi ia tahu, itu takkan pernah bisa.

"J-jangan bersedih." tangan penuh darah itu terulur mengelus pipi wanita yang memeluk kepalanya dengan erat. Senyum manis terus terpatri di bibir pucat pria itu, berusaha membujuk istrinya yang terus saja bersedih.

"Bagaimana bisa, hiks." satu isakan lolos dari bibir (Y/n). Tangannya masih erat di kepala Muichirou, memeluk helaian hitam gradasi toska itu dengan lembut.

Matanya terbuka, pupil hitam besarnya menyapu keadaan sekitar yang sudah sangat parah. Kekacauan dimana-mana, begitupun mayat-mayat yang kini tengah di bopong oleh para Kakushi.

Matanya bergulir ke bawah. Menatap tubuh suaminya yang hanya tinggal setengah bagian atasnya. Meskipun begitu, Muichirou masih bisa menatapnya dengan tatapan sayang penuh rindu. Senyum hangatnya masih menghiasi wajah pucat penuh darahnya, membuat (Y/n) tak sanggup menahan isakannya lebih lama dari ini.

(Y/n) point of view.

"Aku akan pergi, (Y/n)."

"Tidak!" aku memotong ucapan Muichirou. Aku tak membiarkannya bicara. Jika ia terus memaksakan diri seperti itu dia akan kelelahan. Dan hiks. Tubuhnya yang terpotong akan terus mengalirkan darah.

"Sebentar lagi Yoshiro pasti datang. Dia pasti akan menolongmu." aku tak sanggup bicara lagi Muichiro. Bisakah kau diam. Kumohon. Jangan berbicara yang aneh-aneh. Kau masih disini. Kau masih membuka matamu. Kau masih bernafas untukku. Kau pasti akan terus hidup.

"Jangan membohongi keadaan. Kau pasti tau. Aku tidak akan bertahan dengan keadaan seperti ini."

"Diam!" Aku tidak ingin memikirkannya. Aku tidak ingin mengakuinya. Aku tidak ingin kau pergi. Aku tidak ingin ditinggal sendirian di dunia ini.

Muichiro tak lagi berbicara. Dia diam. Matanya memejam. Tubuhnya lemas dalam pelukanku, membuatku sangat takut dan hanya bisa menangis menatapnya. Isakanku terus saja lolos dari bibirku. Aku ingin berbicara, memanggil namanya agar ia terus berada disisiku, namun yang keluar tetap saja isakan pilu,dadaku sesak dibuatnya.

Dengan gerakan cepat, suamiku menarik kepalaku. Aku menunduk tepat di depan wajahnya, wajahku terkejut, refleks aku menghentikan tangisanku dan tak lagi terisak. Aku fokus menatap Muichiro yang berusaha meraih bibirku lalu menciumnya lembut.

Ia menyalurkan perasaan rindunya, perasaan cintanya, dan permintaan maafnya lewat ciuman lembut yang ia berikan.

"Jaga anakku baik-baik. Kau dilarang menyusulku sampai anakku tumbuh dewasa dan mampu membayangkan ayahnya." setelah melepas ciumannya, ia menarik tanganku dan menggenggamnya lembut.

THEN I MEET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang