apa?!!

260 28 5
                                    

Jam tangan yang kugunakan menunjukkan pukul 2 dini hari. Aku semakin mempercepat jalanku keluar dari halaman luas Masjid.

Kenapa aku bodoh sekali. Pikun juga. Kenapa aku sampai keasyikan ngaji di masjid sendirian sampai jam segini. Kan jadinya horor mau balik ke kamar putri. Mau nunggu disana sampai subuh juga, nanti aku ngantuk, yang ada aku ketiduran dan besoknya ada berita pelecehan seksual. By the way, mana ada santri yang mau berbuat zina di masjid. Goblok juga ada batasnya atuh, (Y/n).

Aku berjalan sedikit tergesa-gesa sambil memegangi rok yang kupakai agar tidak menghalangi jalanku. Sesekali mataku menoleh kesana-kemari, memastikan tidak ada hal yang berbahaya atau hal yang membuatku malah lari ketakutan. Iya, syaiton. Aku masih saja takut sama makhluk gusti Allah yang satu itu.

Aku sengaja lewat belakang rumahnya Mbah Kyai. Iya, aku masih takut. Tapi jalan inilah yang paling cepat agar aku sampai di pondok santri putri. Soalnya kalau lewat jalan biasa, harus lewat depannya pondok santri putra dan depannya kediaman ndalem. Kalau ketahuan Mbah Kyai bisa diinterogasi aku. Aku juga tidak mau lewat depan pondok santri putra, kali ae mereka masih bangun terus aku digodain. Ogah banget.

Aku makin mempercepat jalanku. Suasana disini semakin mencekam. Ini memang jalan setapak yang biasa dilewati, tapi kalau malam dini hari seperti ini, rasanya kayak masuk ke film horor. Mana di sisi kanan ada banyak pohon pisang dan pohon mangga yang sangat besar lagi. Ya Allah lindungi hambamu yang manis ini.

Aku yang masih komat-kamit membaca ayat apapun yang aku ingat, tiba-tiba dikagetkan dengan bayangan sesosok hitam berambut panjang bersender di pohon mangga.

"Hiiii.. Padahal tadi tidak ada. Kenapa pas ku lihat untuk kedua kalinya, malah muncul." gak usah dilihat lagi lah. Lewatin aja tuh pohon dengan PD. Jalan yang cepet aja.

"(Y/n)."

"Iya, saya takut. Iya. Udah gak usah diterusin lagi nakutinnya. Udah sana, pergi ke alammu." aku spontan berjongkok sembari menutup mata rapat-rapat dan menutup telingaku dengan tangan. Aku membaca apapun, ayat kursi, sahadat, istighfar, sholawat nabi, apapun yang bisa mengusir sosok genderuwo itu dari hadapanku.

"(Y/n), ini aku Muichirou, bukan setan." dengan spontan aku membuka mataku. Mendongak, melihat benar atau salahnya ucapan yang aku dengar.

Aku menghela nafas saat menatap wajah seseorang yang aku cintai tengah menatapku dengan datar. Kupikir, tadi aku akan diculik ke alam roh dan harus mencari jalan keluar dengan membawa kapak. Untungnya yang muncul adalah Muichirou.

"Kang Mas ngagetin, Ya Allah." aku lemas ditempat aku jongkok. Keringat dingin masih membasahi wajahku, tapi nafasku lebih pelan dan teratur. Aku merasa tenang karena yang muncul adalah Muichirou.

Pemuda itu membantuku berdiri. Dia menggenggam tanganku dan menariknya. Aku yang memang masih lemas, tidak bisa menjaga keseimbangan. Kakiku bahkan terasa seperti jeli. Akupun jatuh ke pelukan Muichirou.

"Ketahuan Mbah Kyai loh nanti." meskipun dia mengatakannya. Dia tetap membalas pelukanku dan mengelus-ngelus punggungku. Mencoba untuk menenangkanku.

"Tanggung jawab. Aku lemes nih, Mas." tubuh yang kupeluk menegang. Sepertinya dia kaget dengan ucapanku. Heh? Salahku apa?

"Ambigu," katanya pelan.

"Y-Ya. Ya maaf. Hanya itu kalimat yang bisa kupikir." aku membuang muka kesamping saat Muichirou melerai pelukanku dan menatap wajahku yang sekarang berubah menjadi merah padam.

Cukup memalukan juga saat aku mengingat kembali kalimat yang kuucapkan tadi. Ya Allah, iya bener ambigu sekali. Untuk Kang Mas yang satu ini tahan godaan, coba Kang Mas lainnya, udah diseret ke gudang aku. Pikiranku gapernah ada benernya, Astagfirulloh.

Muichirou menyentuh pipiku. Mencoba menarik perhatianku agar aku kembali menatapnya. Aku masih dengan wajah yang memerah kembali melempar tatapan ke arahnya.

"Pipinya dipakein blush on?" ih nyebelin banget ya Allah, salah satu cucu Mbah Kyai ini. Kalo mau ngajak baku hantam mending di halaman masjid kang mas, areanya luas.

Wajahku berubah datar menatapnya, "gelud skuy Muichirou." nah hayo loh aku gak manggil pake embel-embel 'Kang Mas.' Abisnya ngeselin tingkat dewa sih. Udah tau situ yang bikin doki-doki hati dedek sampai pipi ngasih peringatan dengan warna merah, eh masih aja ngajak bercanda ria.

Dia tertawa pelan membalas ucapanku barusan. Aku gak tau dimana letak lucunya dari kalimatku atau wajahku. Atau jangan-jangan kotak tertawanya Kang Mas lagi penuh(?)

"Apa yang lucu?" aku menanyakan hal yang membuatku ingin segera menganiaya pemuda di depanku. Aku jengkel banget ini loh. Kalo jawabnya ngawur atau malah menggodaku, ku lempar sendal swallow yang kupakai ke kepalanya nih bocil.

"Gak ada. Kamu terlihat lucu saja." udah siap mau nunduk ngambil sendal swallow kesayangan. Eh si Kang Mas senyum manis menatapku. Nge cheat Astagfirulloh. Kan kalo gitu aku gak tega nampol kepalanya pake senjata legendaris kebanggan Mbah Kyai.

"Kang Mas aneh ah." aku tetap cemberut menatapnya yang masih tenang-tenang saja menatapku dengan senyum manis yang terus terpasang. Just info, kalo kelamaan aku bisa diabetes loh.

"Iya, maaf." jawabnya. Siapa sih yang tega marahan sama pemuda tampan dan manis melebihi husbu anime sebelah yang bertema iblis di negara Inggris. Mbah Kyai aja gak sanggup menghukum dia dengan kejam. Palingan semua hukumannya di kasihkan ke aku semua. Kakek-kakek sialan. Astagfirulloh pikiran luknutku.

"Dimaafkan." Yang jelas, tentu saja aku enggak tega marah padanya lama-lama. Aku sayang banget sama Kang Mas Muichirou. Gak baik juga kalau aku ngambek terus gak liat wajahnya berhari-hari. Aku gak kuat puasa untuk gak lihat dia. Jangankan berhari-hari, berjam-jam saja aku gak sanggup.

Dia mengelus pipiku sekali lagi. Menatapku dengan tatapan yang lebih dalam dari sebelumnya. Membuatku tersedot semakin dalam terhanyut ke dalam mata hijau mint indahnya.

Dia mendekatkan wajahnya. Aku terdiam di tempatku. Tak bergerak sedikitpun. Aku sengaja menantikan apapapun yang akan ia lakukan padaku.

Ia semakin mendekat mengeliminasi jarak diantara kami kemudian mengecup bibirku. Tangannya berada di belakang leherku dan menariknya agar ciuman kami semakin dalam. Aku hanya terdiam, menikmatinya tanpa ada keinginan untuk membalasnya. Tanganku merangkul lehernya untuk menyamankan diri.

Tidak memakan waktu yang cukup lama. Kang Mas Muichirou segera melepas ciuman itu dan menarik wajahnya menjauh dariku. Dia mundur beberapa langkah, memberi jarak diantara kami, otomatis membuat rangkulanku terlepas dari lehernya.

"Maaf, aku tidak bisa menahan diri." dia menunduk dalam begitupun juga dengan diriku. Aku sadar aku juga salah tadi.

"Aku juga minta maaf. Gak menghentikan Kang Mas Muichirou." ucapku lirih.

"Iya. Tapi kalian tetap salah dimataku."

NANI!?!

TBC.

KECIDUK! KECIDUK OYY! :V

Awokwokwokwok :D

Baru aja cuma ciuman yakan. Cuma ndasmu. Ini di pondok malah main sosor aja, di luar lagi. Kalau dikamar mah gapapa yakan? Hwhwhwhw :D jangan gebukin aku :v

Ayo tebak tebakan berhadiah :3 siapa yang pergokin kamu sama Mui? Kalo jawabannya bener, hadiahnya chap befikutnya. Sekaligus chap terakhir >~<

Yattaaaaaaaaaaaa!!
Satu fanfic owari da :D

THEN I MEET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang