SAQUEL REICHIROU

60 12 0
                                    

Waktu itu ada yang minta versi melahirkan.

Tapi karena Reichirou bayi udah ditunjukin di chapter awal akhirnya aku bawain Reichirou versi umur 5 tahun yang bandelnya mirip bapaknya. (Tapi emaknya juga bandel sih kwkwkwkwkwk.)

Btw Rei cewek ya ukhty-ukhty.

Cekidot....

"ALLAHU AKBAR. ALLLAHU AKBAR. ALLAHU AKBAR. LAAILAHAILALLAH HUALLAH HUAKBAR. ALLAHU AKBAR WALILLAH HILHAM." Takbir berkumandang mengisi seisi masjid dan menggema ke seluruh penjuru pondok.

Mau tahu itu suara siapa? Hohoho.. Tentu saja suara suamiku tercinta yang suaranya berkumandang dengan lembut. Suara yang masih membuat santriwati klepek-klepek meskipun sekarang dia sudah punya anak usia 5 tahun.

Dan sekarang, bukannya aku menikmati suara suamiku dan melantunkan takbir, aku malah disibukkan dengan anakku yang tidak mau diam.

"Rei.. "

"Rei sayang. Jangan lari-lari. " Aku menggandeng tangan mungil anakku yang sejak tadi tidak mau diam. Dia terus berlari kesana-kemari dengan tawa senangnya.

"Udah yaa. Duduk sini sama Umi. " Aku memangkunya dan memeluknya saat ia merengek masih ingin berlari-lari mengelilingi shaf putri dengan bahagianya.

"Umiiiii!!!!" Kakinya menendang-nendang udara tanda ia tak terima dengan perlakuanku.

"Umi. Mau Abi. " Gadis kecilku mulai menatapku dengan mata besar yang mirip dengan milik ayahnya. Membuatku sejenak terhanyut ke dalam mata indahnya.

"Abi sedang mengumandangkan takbir. Rei tidak boleh ganggu Abi dulu yaaa." Aku mengelus kepala bertutupkan mukena itu, berharap anakku mengerti dan menurut pada ibunya.

Tapi harapanku hanyalah harapan. Anak mungil, imut, lucu, dan menggemaskanku ini memang hanya bisa menurut pada Abinya saja. Lihat dia sekarang yang mengerucutkan bibirnya tanda ia ngambek padaku.

Ya Gusti. Padahal aku berdoa siang malam agar anakku menjadi anak manis yang nurut pada kedua orang tuanya malah jadi hanya nurut pada satu orang tuanya saja. Apa doa Kang Mas Muichirou lebih banyak daripada doaku. Tidak adil sekali, ya Gusti.

"Tenang dulu ya sayang. Nanti ketemu Abi kalau udah selesai sholat." Aku tersenyum manis berharap anakku luluh dengan ibunya dan tidak membuat keributan dengan menangis keras di masjid sambil memanggil-manggil Abinya.

"Mau Ab--" Ucapan anakku terputus saat terdengar lantunan takbir kini bukan Kang Mas Muichirou lagi yang mengumandangkan.

"Paman Yui!" Teriak anakku senang.

Aduh nak. Ini di masjid pondok milik kakek buyutmu loh. Jangan malu-maluin Umi lah nak. Daritadi udah lari-lari dan ketawa-ketiwi tanpa dosa, sekarang malah teriak.

"Iyaaa. Ssssttt diam yaa sayang. Jangan teriak-teriak." Aku menempelkan telunjukku pada bibir anakku sembari masih memeluknya. Berharap dia tenang.

Tapi aku harus menghela nafas panjang saat melihat anakku tiba-tiba lari dan teriak "ABIIII!!! " Dengan keras sampai menandingi suara takbir.

"Reichirou balik." Ingin kutarik lagi tangan mungil anakku tapi tak sampai yang akhirnya aku membiarkannya lari ke arah shaf laki-laki.

Haaaahh... Umi pusing nak ngehadapin sikapmu kalau tanpa Abimu gini. Sia-sia rasanya Umi memperingatkanmu. Gimana nanti kalau Abimu marah dan kesal. Umi juga yang kena omelannya nanti nak.

Aku melihat para santriwati yang melihatku, segera aku tegakkan punggung yang sempat membungkuk dan menurunkan tangan yang memegang kepala. Aku harus menjaga sikap sebagai istri Kang Mas Muichirou. Aku harus terlihat tegas di depan santriwati.

THEN I MEET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang