Saat ini jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Ara yang sedang tertidur tiba-tiba terbangung karena suara bising yang berasal dari ruang tamu rumah Abhiseva.
Ara mengusap matanya pelan dan beranjak ke ruang tamu rumahnya untuk mengecek suara bising apa itu. Ara menempelkan telinganya di pintu kamarnya dan mendengar suara bising seseorang.
"Iyaa.. kamu yang sabar.. nanti saya bilang sama anak-anak saya.. sabar ya.."
Ara membelalakkan matanya mendengar suara papanya yang sedang mengobrol dengan seseorang.
Ara memutar kenop pintu kamarnya dan berjalan mendekati papanya dengan perlahan.
"Ngapain Papa?" Panggil Ara membuat Zeno menjatuhkan handphone-nya yang berlogo apel itu.
"Eh? Ke-kenapa belum tidur?" Ucap Zeno dengan gugup.
"Siapa itu papa?" Tanya Ara lagi dengan lebih serius.
"Ah.. i-ini cuma rekan kerja. Lu tidur dulu sana, Besok sekolah kan? Ntar di kelas ngantuk." Ucap Zeno sambil mendorong Ara perlahan seraya menyuruhnya untuk masuk ke kamarnya dan tidur.
"Ara bisa sendiri." Ucap Ara sambil menepis tangan Zeno dengan kasar. Zeno sempat terkejut dengan perlakuan Ara padanya.
"Ara?" Tanya Zeno dengan wajah panik dan khawatir.
"Rekan kerja ya pa?" Ucap Ara dengan senyum miringnya. "Sukses ya." Ara berjalan memasuki kamarnya dan membanting pintu kamarnya dengan kasar membuat bunyi yang sangat menggelegar terdengar seantero rumah Abhiseva.
Ara menjatuhkan tubuhnya secara kasar di atas kasurnya. Ara meremas selimutnya dengan kuat dan suara isak tangis pelan keluar dari bibir Ara.
Ara mengusap wajahnya kasar dan menatap cermin yang berada di hadapannya. Ara menyentuh cermin itu dan sedikit bergumam.
"Kamu kuat Ara. Ini demi Biru."
***
Bel masuk SMA Adiwangsa baru saja berbunyi. Ara yang sedang berdiri di depan gerbang SMA Adiwangsa dengan wajah sedihnya sangat menyesali perbuatannya. Semalam Ara tidak tidur dari jam 2 dini hari hingga pagi.
Ara berdecak sebal dan mengusap matanya dengan kasar. Mata Ara mulai kabur karena air matanya yang mulai berkumpul sekarang.
"Telat ya?"
Ucap seseorang dari belakang Ara. Ara menoleh ke arah suara itu dan melihat sesosok laki-laki berbadan tinggi di hadapannya.
Ara menatap nametag milik laki-laki dihadapannya dan membacanya.
"Luca Alvaronizam." Batin Ara.
Laki-laki itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Ara membuat Ara menatapnya heran.
"Lo telat?" Tanya Luca untuk kedua kalinya dan dibalas anggukan Ara.
"Kita harus cepet. Sebelum buk Mimi ngecek kesini." Ucap Luca sambil menarik tangan Ara menuju lapangan belakang SMA Adiwangsa.
Ara menghembuskan nafasnya. Untuk kedua kalinya, Ara harus melompati dinding tinggi yang membatasi SMA Adiwangsa, lagi.
"Bisa manjat gak?" Tanya Luca dibalas gelengan Ara.
Gelengan Ara barusan membuat wajah Luca terlihat kebingungan. Luca menyentuh dagunya seraya berpikir.
"Ini kemarin luka." Ucap Ara sambil menunjuk dengkulnya yang tertutup Hansaplast. "Untuk sekarang aku gak bisa ngapa-ngapain. Takut lukanya kebuka lagi." Ucap Ara membuat Luca ber-oh ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudra Dieska
Teen FictionAku mencintai dan menyayanginya. Dan apa yang kudapat dari semua itu? Tidak ada. Samudra Dieska Arthadewa. Anak miliarder terkenal di ibu kota. Mempunyai sikap nakal dan sulit di atur. Dia sangat di segani dan ditakuti di SMA Adiwangsa. Paras wajah...