1. Hari Pertama.

45 4 8
                                    

"Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga saja, melainkan menahan dari segala godaan."

Detektif Ramadhan

Suara kentongan dan kawan-kawannya mengusik nikmat tidurku. Dinginnya udara mengenai pori-pori kulit, membuatku enggan terbangun. Dengan menarik selimut yang sudah entah kemana akan membuat tubuhku hangat dan nyaman untuk kembali ke alam mimpi. Namun baru saja aku menarik selimut sedikit, tiba-tiba selimutku sudah tertarik oleh sebuah tangan hitam.

Rasa kantukku berat ini mendadak hilang. Aku menyipitkan sedikit mataku, sebuah tangan hitam menarik keras selimutku. Tangan itu besar, kasar, dan berwarna hitam lekat. Bulu kudukku mendadak berbaris rapi seperti pasukan komandan yang tengah siap berperang.

Tangan itu kini beralih ke kaki kananku, membuatku sontak reflek menghempaskan dari cekalannya. Ahh apakah tangan Satan Mukhomed? pikirku. Aku teringat cerita Ali temanku, bahwa jenis iblis yang paling kejam bernama satan.

Aku tidak langsung percaya kepadanya karena menurutku tidak ada iblis yang nyata, mereka goib dan mereka tidak mempunyai kekuasaan apalagi sampai membuat seseorang meninggal. Kemudian Ali memberitahuku jika aku ingin bertemu dengan Satan Mukhomed aku harus membaca surat al-jin, jus 29 sebanyak 41 kali. Dan tadi aku membacanya sesuai prosedur Ali, pasalnya dia menjelaskan dengan rinci dan detail tentang Satan Mukhomed.

Aku masih ingat betul bagaimana Satan Mukhomed merajam tubuh manusia dengan jari kukunya yang hitam itu. Kata Ali, Satan Mukhomed akan memulainya dengan bawah tepat kaki kanan dan mulai naik ke atas dengan cakaran kuku hitamnya itu. Aku merasakan di bawah seperti cakaran, tepatnya kaki kananku.

Deg.

Aku baru menyadari cerita Ali benar-benar terjadi padaku. Tidak! Ini hanya halusinasiku saja. Tepisku. Bukan aku takut, tapi aku hanya tidak percaya dengan cerita tahayul Ali. Aku melakukan prosedur Ali hanya untuk membuktikan bahwa cerita konyol Ali itu hanyalah fiktif belaka. Aku pun mulai mencari selimutku kembali.

Namun tangan hitam itu kembali mencekalku, bukan kaki kanan atau kiri, melainkan tangan kananku. Detak jantungku berdetak tidak normal, hembusan napasnya itu membara seperti yang dikataka oleh Ali. Entah bagaimana tubuhku mematung dan tidak bisa bergerak. Tangan itu semakin merayap ke tanganku, aku mulai mundur namun dia semakin mendekat, mendekat, dan mendekat.

Aku tidak tahu harus seperti apa lagi, kini aku sudah terjerat olehnya, dia mengunci segala pergerakanku. Aku menyerah, benar apa yang dikatakan oleh Ali. Seharusnya aku mendengarkannya untuk tidak melakukan hal konyol ini. Hal konyol? Ahh masih saja aku mengatakan hal konyol ini, padahal nyawaku kini diambang batas.

Ada sedikit bayangan yang dapat ku lihat, dia mengenakan jubah seperti malaikat pencabut nyawa dengan kupluk yang menutupi kepalanya. Aku pasrah, cekalanya itu semakin kuat. Terlintas dipikiranku untuk berteriak, mungkin ada seseorang yang menolongku. Aku tidak mau mati dalam keadaan tragis seperti ini.

Aku hampir berteriak dengan keras, sekeras-kerasnya. Tapi tiba-tiba tangan itu menarik lengaku secara paksa.

"ALIF BAK TAK! BANGUN!" teriak wanita paruh baya yang tak lain adalah mak aku.

"Setan tangan hitam!" teriakku juga.

Pasalnya aku kaget, tetapi ...

Aku bernapas lega, ternyata tadi bukan Satan Mukhomed melainkan mak aku. Kenapa bisa aku percaya dengan cerita konyol si Ali itu. Dasar payah! Sebalku pada diriku sendiri.

"Dasar kebo yah ini anak!" dumel mak aku. Dasar mak aku, anaknya sendiri disamakan dengan kebo.

"Mak, ngagetin Tahrim aja!" ujarku sembari menarik selimut di tangan mak aku.

Detektif RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang