7

1.5K 218 18
                                    

Mingyu memainkan cincin si jarinya. Ia merasa bodoh dan berdosa karena sudah seenaknya meninggalkan Wonwoo begitu saja di kampus tadi.

Tidak mengatakan apa-apa, tidak menoleh, dan tidak memberi kabar.

Pikiran Mingyu hanya terpusat pada Boo Seungkwan, adik kelas yang satu jurusan dengannya. Tapi, walaupun mereka baru beberapa kali bertemu apalagi berada di satu himpunan dan satu divisi, Mingyu merasakan sesuatu yang berbeda. Ia merasa nyaman—sangat nyaman.

Ia melirik kolom chatnya yang tidak mendapat balasan dari Wonwoo. Sebelumnya, kekasihnya itu menelepon sampai tiga kali dan Mingyu tidak sempat mengangkatnya karena sibuk mengurus administrasi rumah sakit.

"Brengsek!"

Mingyu mengumpat. Ia terus mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia memikirkan orang lain, padahal dirinya sendiri sudah punya kekasih? Ia dan Wonwoo bahkan sudah bertunangan dua bulan yang lalu. Setelah keduanya ujian akhir, mereka akan menikah.

Dan itu hanya tinggal hitungan bulan. Hanya tiga bulan menuju pernikahan mereka.

Tapi kenapa baru sekarang Mingyu merasa ragu?

"Kim Mingyu, kau memang brengsek!"

Mingyu memukul stir mobilnya. Ia membenamkan kepalanya di stir mobil untuk sejenak dan mengernyit saat lampu sen menyorot ke arah mobilnya.

"Wonwoo?"

Ia melihat Jeon Wonwoo bersama seseorang. Kekasihnya turun dari motor dan sedang membuka helm, dibantu si pengendara.

"Siapa?"

Mingyu dengan cepat turun dari mobil. Berjalan angkuh menuju keduanya dan tersenyum miris saat Wonwoo terkejut melihatnya.

"Kau tidak membalas pesanku."

"Kau mengirim pesan padaku? Ada apa?"

Wonwoo balas bertanya. Ia sudah mengendalikan ekspresinya dan kini malah menyahut dengan nada dingin.

Mingyu menghela napas panjang, "Aku khawatir. Ibu bilang kau belum pulang."

"Aku sudah pulang sekarang." Wonwoo memberikan helm putih itu pada Rowoon. Laki-laki yang sejak tadi menjadi penonton itu hanya diam menerima helmnya. "Terima kasih sudah mengantar. Aku berhutang padamu."

Rowoon mengangguk. Mingyu bisa melihat tatapan khawatir dari orang itu, "Sama-sama. Lain kali hati-hati dan jangan melamun di jalan. Obati juga lukamu."

Mingyu beralih cepat menatap Wonwoo. Ia memeriksa kekasihnya, rautnya tampak panik. "Kau terluka? Mana yang terluka? Kau kenapa?"

"Dia dijambret di halte depan kampus," sahut Rowoon. Mingyu terkejut, "Apa?!"

"Dia terseret sampai di depan toko kue Moondie. Kakinya lecet, tapi tidak separah—"

"Hati-hati di jalan. Aku masuk dulu."

Rowoon menghentikan ucapannya. Ia menatap keduanya sebentar dan mulai pergi meninggalkan perumahan.

Sedangkan Wonwoo hendak berbalik sebelum tangannya diraih Mingyu. "Wonwoo, katakan padaku. Apa yang terjadi?"

"Kau sudah dengar sendiri. Aku dijambret. Hp-ku hilang."

"Bagaimana dengan dirimu? Kau terluka?"

"Lalu bagaimana dengan Seungkwan? Dia baik-baik saja?" Wonwoo kini memberanikan diri menatap Mingyu. Melihat ke dalam mata laki-laki itu dengan perasaan sedih dan kecewa, "Bukankah seharusnya kau ada di sana? Menemani Seungkwan?"

"Wonwoo, tolonglah. Jangan seperti ini..."

"Lalu aku harus bagaimana? Melihatmu berlari dan pergi meninggalkan kampus tanpa mengucap sepatah kata pun padaku. Kau terlihat sangat panik sampai-sampai kau melupakanku."

"Wonwoo..."

"Sudahlah. Aku lelah."

Selain tubuhku, hatiku juga sangat sakit, Mingyu-ya.

"Sudah malam. Sebaiknya kau langsung pulang. Tidak perlu ngebut, menyetir saja dengan aman."

Wonwoo meninggalkan Mingyu yang termenung. Ia berjalan dengan langkah terseok menuju rumahnya dan menangis di balik pintu.

Aku merindukanmu, Mingyu-ya.

***

Like the Beginning [MEANIE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang