Mingyu bersandar di pintu kemudi. Ia tengah menunggu Wonwoo yang mengatakan kalau kelasnya akan berakhir sepuluh menit lagi.
"Mingyu? Kau di kampus?"
Mingyu menoleh. Ia tersenyum melihat teman satu himpunannya. "Aku menjemput Wonwoo."
"Wonwoo?"
"Iya, itu dia."
Mingyu menunjuk ke arah Wonwoo yang tengah berjalan sambil menatapnya. Wajah itu agak berbeda—masih tampak datar seperti biasa, tapi ditambah dengan garis bingung, malas, dan... kesal?
Entahlah. Mungkin Wonwoo terlalu lelah karena hari ini dia full dari pagi sampai sore.
"Oh? Tunanganmu itu ya?"
Mingyu mengangguk. Seungkwan tersenyum ramah dan membungkuk kecil, "Halo, aku Seungkwan. Kau Wonwoo, ya?"
Wonwoo melirik Mingyu heran, tapi laki-laki itu malah mengangguk seolah-olah menyuruh Wonwoo jawab saja pertanyaan adik kelasnya itu.
Wonwoo menghela napas pendek dan menatap Seungkwan sambil tersenyum tipis—agak aneh, "Halo. Aku Wonwoo."
"Kau di jurusan apa? Aku sering dengar tentangmu."
"Oh ya? Aku di jurusan keguruan. Kau satu jurusan dengan Mingyu?"
"Aku adik kelasnya—ah, astaga! Apa kau angkatan 2017...? Astaga, maafkan aku!" Seungkwan membungkuk rendah saat menyadari kalau kedua orang di hadapannya ini satu tingkat di atasnya. Dia bahkan memanggil Wonwoo apa tadi? Tanpa embel-embel 'sunbae'?
Tidak sopan!
Tapi Wonwoo tetap berwajah datar, "Santai saja."
Mendengar jawabannya sendiri, Wonwoo tertegun. Sikap dan kata-katanya barusan benar-benar menjiplak seseorang.
"Wonwoo sunbae benar-benar baik. Pantas saja Mingyu sering membicarakanmu. Kupikir dia yang berlebihan, tapi ternyata sunbae memang seramah itu!"
"Mingyu..?" Wonwoo mengulang nada bicara Seungkwan, membuat orang itu menoleh padanya.
Seungkwan baru saja memanggilnya tanpa panggilan seharusnya.
"Ah, kami sangat dekat. Jadi aku sering memanggilnya kelewat santai seperti ini. Dia sudah seperti kakak bagiku."
Seungkwan lalu menggandeng lengan Mingyu manja. Laki-laki jangkung itu juga tidak menolak, malah tertawa lepas.
"Aku tidak mau punya adik yang banyak makan sepertimu. Bisa habis uang bulananku!"
"Ish, dasar pelit! Lain kali jangan minta bantuanku mengerjakan tugas HIMARS kalau begitu!"
"Bercanda! Kau ini serius sekali!"
Mingyu mengusak rambut Seungkwan tanpa ragu. Di depan mata Wonwoo. Di depan kekasihnya.
"Kurasa kita harus segera pulang. Badanku tidak enak, aku ingin cepat-cepat istirahat."
Mingyu menoleh. Ia menatap Wonwoo khawatir, "Kau sakit? Mau kuantar berobat ke Changmin Hyung?"
"Tidak perlu. Aku hanya butuh tidur."
Seungkwan melepas gandengannya dan ikut menatap Wonwoo dengan wajah memelas, "Sunbae harus sehat. Kalau sunbae sakit, aku yang bakal kerepotan mengasuh bayi besar ini! Dia kalau manja suka merepotkan banyak orang. Selalu minta dipeluk!"
Wonwoo terkejut mendengarnya, tapi ia berhasil menyembunyikan mimik wajahnya. Ia tertawa pelan, "Dipeluk..?"
"Iya! Mingyu akan mencariku dan memelukku. Lalu dia mengigau, eh ternyata sudah tidur!"
Dua orang di depannya ini tertawa. Terlihat sangat bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama, tidak menyadari perasaan Wonwoo yang sangat sedih melihatnya.
Dipeluk?
Mingyu-nya memeluk orang lain selain dirinya?
Seungkwan itu bukan adik atau kakaknya, bukan saudara, dan bukan ibunya.
Tapi ternyata Seungkwan lebih beruntung karena bisa bersama dengan Mingyu, selalu ada untuk laki-laki itu, terlebih sampai membuatnya nyaman.
Mengetahui fakta itu, bagaimana caranya supaya Wonwoo tidak sakit hati?
Wonwoo sepertinya benar-benar butuh waktu untuk sendiri dulu sekarang ini.
***
"Kau sakit?"
"Tidak."
"Kau diam saja. Kau pasti sakit."
Hatiku sakit, Mingyu-ya.
"Aku baik-baik saja. Hanya lelah."
"Kau sedang ada masalah?"
Bagaimana pun caranya Wonwoo menutup diri, Mingyu pasti tau kalau dirinya sedang ada masalah. Atau hanya sekedar pikiran yang menganggu sampai membuatnya tidak nyaman.
Seperti sekarang ini.
"Kau bisa menceritakannya padaku."
Mobil Mingyu menepi. Ketika Wonwoo melihat ke sekitar, ternyata mereka sudah sampai di depan rumah Shim Changmin, kakak sepupunya yang merupakan dokter keluarga.
Wonwoo menghembuskan napasnya kesal, "Kenapa kau membawaku kemari?"
"Kau sakit."
"Aku tidak."
"Lalu kenapa kau diam saja? Ada masalah?"
"Tidak."
"Jangan berbohong, Wonwoo-ya."
Mingyu menatap kekasihnya. Ia menggenggam tangan itu, mengelusnya lembut. Sesekali Mingyu memainkan cincin yang melingkar di jari manis Wonwoo.
"Kau marah padaku?"
Wonwoo tidak langsung menjawab. Sebenarnya Mingyu sudah bisa menebak sikap Wonwoo ketika bertemu dengan teman satu himpunannya tadi. Tapi Mingyu berusaha berpikir positif karena ia tau Wonwoo bukan tipe yang mudah marah kalau Mingyu berteman dengan orang baru.
Tapi, mungkin karena sikap Seungkwan yang berlebihan padanya menjadi alasan Wonwoo tidak suka pada manusia cerewet itu—Boo Seungkwan.
"Seungkwan temanku. Dia satu divisi denganku, adik kelas di bawahku dua tahun. Kami tidak ada hubungan apa-apa selain rekan satu himpunan."
Mingyu berusaha menjelaskan. Ia menahan napas begitu melihat bibir Wonwoo bergerak, hendak merespons.
"A, aku..." ucap Wonwoo menggantung. Ia menghela napas berat, "Aku mau pulang, Mingyu-ya. Aku mau tidur."
"Kau marah padaku," putus Mingyu. Dia merubah posisinya menghadap ke depan. "Aku minta maaf. Aku akan intropeksi diri, jadi tolong jangan diam saja seperti ini. Lebih baik kau marah-marah daripada seperti ini."
Kini giliran Wonwoo yang menoleh padanya. Lagi-lagi ia menghela napas berat, kemudian menyahut, "Jangan peluk Seungkwan lagi."
Mingyu menoleh, "Apa?"
"Jangan peluk orang lain lagi. Selain aku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Like the Beginning [MEANIE]
Fiksi Penggemar"Setiap kali kau ingin tertawa, aku hanya akan membuatmu menangis..." "...walaupun tidak akan sama seperti dulu, kuharap kita tidak akan saling menyakiti satu sama lain." Wonwoo dan Mingyu tidak menyangka kalau mencintai ternyata sesulit ini. ❗️MEAN...