Mingyu tidak pernah berharap dirinya akan dimuliakan seperti ini. Ia bersyukur karena menjadi lulusan terbaik sefakultas dan menjadi mahasiswa berprestasi karna dapat membawa nama baik kampusnya. Tidak pernah terpikirkan olehnya kalau ia akan tiga kali naik-turun panggung untuk memberikan sambutan dan menerima penghargaan di acara wisuda tadi.
Kedua orang tuanya tentu memberi selamat. Mereka senang dengan segala hal yang dicapai Kim Mingyu, begitupula dengan teman-temannya.
Kim Mingyu memang beruntung. Dan ia sangat bersyukur.
Tapi Mingyu tidak menangis. Ia tidak punya air mata untuk mengharukan segudang pencapaiannya, sampai akhirnya Wonwoo datang dan menggenggam kedua tangannya, memintanya untuk kembali.
Dan saat Wonwoo mengeluarkan sekotak cincin berisi cincin mereka dulu, tangis Mingyu tumpah. Ia memeluk Wonwoo erat—dan berjanji tidak akan pernah melepasnya lagi.
Ia akan memperjuangkan cintanya, seperti Wonwoo yang sudah menjaga hatinya dan memperjuangkannya kembali.
Kim Mingyu... ia benar-benar beruntung.
***
"Gugup?"
"Sedikit."
"Pemberkatan sudah lewat."
"Aku tahu."
"Lalu kenapa kau gugup?"
"Gugup saja," sahutnya. "Tanpa alasan."
"Lemah sekali."
Mingyu mendecih. Ia meremat kedua tangannya. Di sampingnya, Seungcheol, masih saja terus menahan tawa.
"Sudah, sana temui Wonwoo. Dia pasti menunggumu."
"Hyung, aku malu."
"Tidak lucu, Kim Mingyu. Malu apanya?"
"Malam kami nanti..."
"Sialan, jangan pasang wajah begitu! Tidak cocok, kau tahu?!"
***
Mingyu dan Wonwoo sudah tiba di kamar hotel. Dari tadi keduanya hanya diam, pikirannya saling berkecamuk di kepala. Tapi tidak ada yang mau bertukar pikiran, baik Wonwoo maupun Mingyu.
"Kau... bisa mandi lebih dulu."
"Baiklah."
Mingyu memilih untuk menunggu, sambil berpikir apa yang harus ia lakukan malam ini.
Malam pengantin?
Ah, tapi rasanya aneh. Aku dan Wonwoo baru memulai hubungan lagi, kami sama-sama canggung.Mingyu membuka kopernya. Ia mengeluarkan laptop dan charger.
"Nonton film?"
Mingyu terus berpikir sampai Wonwoo keluar dari kamar mandi. Aroma apel menguar ke seluruh ruangan.
"Mingyu? Sedang apa?"
Mingyu terdiam beberapa saat ketika melihat rupa Wonwoo yang baru saja keluar kamar mandi. Rambut basah, bathrobe putih sebatas paha, dan... bagian leher yang sedikit terbuka.
Sepertinya Wonwoo tidak tahu. Tapi mata Mingyu sudah tertuju pada setiap inci lekuk tubuh kekasih hatinya itu.
"Aku mandi dulu."
Mingyu buru-buru masuk ke kamar mandi. Wonwoo sempat menahan tangannya untuk memberikan handuk.
Dan dalam posisi yang cukup dekat ini, kedua paru-paru Mingyu terasa sesak. Sepertinya organ dalam tubuhnya itu tidak dapat berfungsi dengan baik.
"Handukmu," ucap Wonwoo. Ia menatap suaminya agak heran, "...Mingyu?"
"Oh? Ya, terima kasih."
Mingyu menutup pintu kamar mandi cepat, meninggalkan Wonwoo dengan pipi merahnya.
Rupanya Wonwoo sudah tahu.
***
Wonwoo memang berniat menggoda. Ia ingin sedikit bermain dengan Mingyu, tapi tak menyangka kalau main-mainnya kini menjadi malapetaka.
Masih dengan bathrobe dan bahkan rambut yang setengah mengering, Wonwoo terkesiap. Ia mematung di depan kopernya sendiri.
Ibu sudah gila...
Wonwoo sedikit menyesal kenapa ia begitu mempercayai ibunya. Sedangkan ia sendiri tahu terkadang Nyonya Jeon tercinta itu lebih licik. Suka mengada-ngada. Suka membuatnya pusing. Dan sepertinya suka sekali membuat Wonwoo ataupun Mingyu kalang kabut malam ini.
"Belum berpakaian?"
Mingyu keluar dari kamar mandi. Ia memeluk Wonwoo dari belakang, tampak mesra, meskipun jantungnya berdegup kencang. Mingyu bahkan yakin kalau Wonwoo dapat merasakan detak jantungnya.
"Aku tidak bisa berpakaian."
Ucapan lirih Wonwoo membuat Mingyu mengernyit. Ia lalu berdiri di samping Wonwoo, melihat apa yang sedang dikhawatirkan istrinya itu. Dan kemudian tanpa petunjuk dari Wonwoo, ia melotot. Kedua matanya nyaris loncat melihat kain super tipis nyaris transparan berwarna merah gelap, hitam, dan marun di dalam koper.
"Mm, tidak ada pakaian lain?"
"Tidak ada."
"Fine. Pakai kemejaku saja kalau begitu."
Wonwoo menggigit bibir bawah. Ia menutup kopernya, berjalan ke arah Mingyu yang lebih dulu menuju kasur. Suaminya itu sudah duduk di tepi ranjang ketika Wonwoo menghampiri.
"Buat apa?"
Mingyu yang semula menunduk, tengah membuka pesan masuk di ponselnya pun mendongak mendengar suara serak Wonwoo. Bibirnya mendadak kelu, handphone di tangannya nyaris jatuh.
Tangan sampai kakinya lemas begitu Wonwoo melepas ikatan bathrobe, membiarkannya jatuh terseok di lantai. Dalam keadaan polos—hanya tersisa pakaian dalam, ia mendekat.
"S, sayang.."
"Hm?"
Wonwoo duduk di pangkuan Mingyu yang langsung disambut dengan baik dengan rengkuhan tangan Mingyu di pinggangnya. Mingyu menahan seluruh emosinya dengan meremas pinggang itu, "Wonwoo..."
Wonwoo tersenyum. Ia mengecup bibir Mingyu, tidak ada nafsu, hanya cinta. Manik Mingyu pun menatap yang sama.
"Jangan ditahan, ayo mulai."
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Like the Beginning [MEANIE]
Fanfiction"Setiap kali kau ingin tertawa, aku hanya akan membuatmu menangis..." "...walaupun tidak akan sama seperti dulu, kuharap kita tidak akan saling menyakiti satu sama lain." Wonwoo dan Mingyu tidak menyangka kalau mencintai ternyata sesulit ini. ❗️MEAN...