Bittersweet Snippet: The Day After (2)

1.8K 164 43
                                    

"Gimana, Hoon?"

Seungcheol menurunkan ponselnya untuk menatap Jihoon, mendengar ulang pertanyaan laki-laki itu sekaligus memberi jeda pada diri sendiri yang sudah beberapa menit belakangan sibuk membalas pesan belasungkawa. Tubuhnya ia condongkan, menengok mangkok berisi Nasi Ayam Hainan di pangkuan Jihoon yang kini tinggal separuh.

"Selin bahagia?"

"Dia bahagia, Hoon." Seungcheol mengulas senyum, memastikan Jihoon mendengar jawabannya. "Kalau ada orang di dunia ini yang pergi dengan penyesalan, kesedihan, dan kekecewaan paling sedikit, mungkin Selin-lah orangnya."

"Dan meskipun jumlahnya sedikit, mungkin aku adalah satu-satunya orang yang bikin dia merasa begitu. Ya kan, Cheol? Kalau kamu mau pukul aku, boleh."

"Hoon," Seungcheol menaikkan kedua kakinya ke atas tempat tidur dan meletakkannya bersilanganㅡberhadapan dengan Jihoon yang terlihat pucat. "Kamu pikir Selin bakal senang lihat aku berantem sama pacarnya?"

"Kita nggak berantem. Cuma kamu pukul aku sekali karena sering bikin dia sedih aja."

"Aku kira jadi pacarnya selama bertahun-tahun bikin kamu paham kalau Selin nggak suka kekerasan? Dia anak baik, lucu, lembut. Enggak sengaja nendang kucing aja nangis, Hoon. Apalagi lihat kamu dipukul." Seungcheol mengulas senyum yang menurut Jihoon terlalu tenang untuk ukuran seorang kakak yang baru saja ditinggal pergi adik perempuannyaㅡhebat, pantas saja Selin selalu menyombongkan kakaknya. "Beberapa minggu lalu waktu dia nunggu kamu di parkiran sampai larutㅡ"

"Soal itu, aku minta maaf, Cheol," potong Jihoon cepat.

"Aku udah tahu, Selin udah cerita." Seungcheol terkekeh. "Dia nungguin kamu, Hoon, dia percaya kamu bakal datang. Dia takut kalau pergi duluan dan kamu datang setelahnya, kamu bakal kecewa. Kalau bukan aku paksa juga mungkin dia masih di sana sampai kamu muncul entah kapan. Dia sedih, mukanya ditekuk sepanjang perjalanan. Tapi begitu ada kabar dari kamu, dia senyum lagiㅡsesederhana itu. Aku yakin, dia pergi dengan tenang kemarin."

Jihoon diam. Ia menarik napas panjang dan melihat ke mana saja asal bukan Seungcheol. Kakak beradik Choi itu memiliki mata yang nyaris samaㅡbesar, selalu terlihat cerah meski irisnya nyaris hitam gelap, dan bulu mata panjang yang tak butuh bantuan maskara untuk terlihat lentik. Menatap Seungcheol hanya membangkitkan memori-memori lama terkait Selin.

Jihoon tidak sanggup.

Tapi, egois namanya kalau bersikap demikian karena ia bukan satu-satunya orang yang kehilangan di sini. Ada orang tua Selin, ada kakaknya yang kini duduk di depan Jihoonㅡyang bahkan terlihat jauh lebih kuat darinya.

Well, mungkin Seungcheol tidak memiliki banyak penyesalan seperti Jihoon. Mungkin Seungcheol selalu menjadi sosok kakak yang baik, yang tidak pernah absen menyiram Selin dengan cinta dan memohon maaf ketika berbuat salah. Mungkin Seungcheol tidak bodoh seperti Jihoon yang berpikiran bahwa mereka memiliki banyak waktu, memiliki selamanya.

"Hoon."

Jihoon menaikkan sebelah alisnya, kembali menoleh ke arah Seungcheol meski masih menghindar untuk menatap tepat ke dalam matanya.

"Udah ya? Nggak masalah untuk berkabung selama beberapa hari. Tapi kurasa Selin nggak suka melihat kamu menyalahkan diri sendiri dan menyesali yang udah lewat." Seungcheol menepuk pundaknya lembut sebelum bangkit berdiri dan ganti mengusak rambutnya. "Dari sudut pandangku, kamu nggak separah itu kok."

Seungcheol terkekeh, menarik mangkok di pangkuan Jihoon dan menempatkannya kembali di atas nampan. "Aku turun dulu ya, kayaknya ada tamu. Kamu kalau mau mandi, silakan."

•••

Alih-alih memaki seperti apa yang sudah Jihoon bayangkan, orang tua Selin justru meminta maaf dan merengkuh tubuhnya ke dalam satu pelukan hangat. Katanya, mereka meminta maaf mewakili Selinㅡkhawatir kalau saja perempuan itu pernah berbuat onar dan menyusahkan Jihoon selama hidup. Jihoon ingin menjawab, mengelak, namun lidahnya kelu hingga satu-satunya respons yang dapat ia berikan adalah senyuman.

SEVENTEEN Imagine SnippetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang