"Kamu tidur aja dulu, nanti kalau Saga pulang aku bangunin deh," kata Soonyoung akhirnyaㅡmenyerah. Ia sendiri lelah melihat Hana berjalan mondar-mandir hampir satu jam terakhirㅡmencoba menghubungi Saga yang masih di luar tanpa kabar. "Udah malam ini, bentar lagi ganti hari."
"Kamu aja tidur duluan nggak apa-apa. Aku tunggu Saga pulang."
"Sayang," Soonyoung menyibak selimutnya dan turun dari tempat tidur. Jujur saja kepalanya pening karena hari ini ada sedikit masalah di agensi dan dia ingin beristirahat selagi bisa. Namun, langkah kaki Hana yang sarat kekhawatiran itu mengusik indera pendengarannya. Soonyoung tidak akan bisa tidur sebelum Hana berhenti berjalan dan turut berbaring di sampingnyaㅡdi atas tempat tidur, di dalam pelukannya. "Saga udah besar dan dia bisa jaga diri. Paling baterai ponselnya habis dan dia masih ada deadline untuk program kerja himpunanㅡ"
"Kamu ngerti nggak, sih, yang namanya musibah itu nggak pandang umur? Mau sebaik apa dia jaga diri kalau memang takdirnya kena musibah ya kena."
Soonyoung berjengit, mengurungkan niatnya untuk menarik tangan Hana dan membawanya menuju tempat tidur. Kaget setengah mati karena Hana baru saja menaikkan nada bicaranya.
Soonyoung kesalㅡmarah, jujur saja. Harga dirinya sedikit terluka mengingat statusnya sebagai kepala keluarga di rumah ini. Ia tidak suka dibantah ketika tahu benar bahwa apa yang ia sampaikan bertujuan baik. Ia tahu benar apa yang ia sampaikan tadi adalah benarㅡtidak mungkin salah.
"Aku mau tidur," ucap Soonyoung akhirnya. Terdengar begitu pelan, karena mati-matian mengendalikan diri agar tidak ikut meledak. Ia menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan sebelum melanjutkan, "aku capek banget hari ini, tapi aku nggak bisa kalau kamu masih mondar-mandir di situ."
"Kamu nggak sayang sama Saga ya?" Hana berbalik, menatap Soonyoung yang mendadak kaku. "Kamu nggak masalah dia kenapa-kenapa?"
Apa-apaan pertanyaan ini? batin Soonyoung berteriak keras. "Aku sayang, lah? Kenapa masih ditanya? Dia anak aku juga. Tapi kamu ngerti kan kalau pikiran negatif nggak boleh dibiasain? Kamu nggak sehat kalau melihara pikiran negatif di dalam kepala. Mikir yang positif aja kayak yang aku bilang tadi."
"Kamu inget nggak aku pernah mati-matian nyoba mikir positif juga pada akhirnya tetep dibohongin."
"Jangan mulai," sanggah Soonyoung cepatㅡdengan suara bergetar. Tangannya mengepal semakin erat, menahan kesal dan marah yang dalam waktu singkat sudah bergumul di dalam dadanya. "Kita sepakat nggak akan bahas yang udah-udah."
"Ya udah." Hana mengangkat bahu. "Aku cuma mau ngingetin sedikit aja, sih, kalau mikir positif juga tetep ada kemungkinan output-nya negatif."
Perempuan itu memutar tubuhnya, kembali menatap ke arah pintuㅡmembelakangi Soonyoung. Kembali sibuk dengan layar ponselnya, mencoba menghubungi Saga.
Soonyoung memejamkan mata, mengatur napasnya pelan-pelan sebelum mengambil ponsel di atas nakas dan berjalan menuju pintu. "Aku tidur di kamar Saga."
•••
"Ohㅡshit," umpat Saga pelan ketika menyalakan lampu kamar dan melihat Soonyoung bergelung di balik selimutㅡdi atas tempat tidurnya. Ayahnya itu masih menyala meski matanya tidak terbuka lebar. Bukan bermaksud mengejek, sih, Soonyoung memang kelihatan mencoba sekuat tenaga untuk tetap terjaga meski kantuk menyerang. "Ayah ngapain di sini?"
Soonyoung menatap anak laki-lakinya sedikit kesal dan mendengus penuh drama sebelum beranjak dudukㅡbersandar pada headbed. "Dari mana?"
"Dari kampus lah?"
"Ponselnya kenapa?"
"Abis baterai aku nggak sempat charge," Saga menunjuk ponsel dengan case berwarna biru muda yang baru saja ia sambungkan dengan pengisi daya di atas meja belajar. "Kenapa, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN Imagine Snippets
FanfictionPotongan cerita dari SEVENTEEN Imagine 1.0 dan 2.0 Universe.