"Mau ke mana, Ju?" tanya Junhui ketika mendapati anak laki-lakinya berjingkat pelan menuju pintu depan. Papa empat anak itu ingat betul jarum pendek di jam dinding kamarnya belum menunjuk angka 6ㅡalarm yang biasa dipasang Xiao juga belum bunyi. "Kabur ke tempat yang lebih nyaman daripada rumah? Nemu orang tua yang lebih keren daripada papa mama?"
Juan mendengus pelan, meletakkan kembali sepatu larinya di atas lantai dan berbalik. "Yang terakhir tuh malesin banget dehㅡsumpah."
"Pamit dulu makanya kalau mau keluar. Nanti dicariin mama kamu."
"Bukan papa?"
"Papa, sih, seneng aja kalau anaknya berkurang satu. Jadi nggak berisik lagi rumah ini. Pengeluaran bulanan berkurang juga kan," canda Junhui.
"Aku mau lari," Juan menurunkan hoodie-nya sebelum berjalan mendekat ke arah Junhui, "sama pacarku, makanya nggak izin nanti diomelin."
"Lari sama pacar? Diomelin mama?"
"Tahu sendiri mama tuh kayak gimana. Aku izin mau bawa pacarku lari nanti dia ceramah sampai jam sepuluh pagi mulai dari pembukaan cara menembak yang benar sampai penutupan ngomongin konsep tunangan even nama bayi."
Junhui tertawa pelan, menoyor kepala Juan sebelum melangkah menuju dapur dan mengambil gelasㅡJuan mengekor. Tadi, niatnya keluar dari kamar adalah mengambil minum karena merasa kerongkongannya kering parah. "Kalau kamu bawa pacarmu lari ya jelas dia ngomel."
"Oh, papa ngerti ya maksudku tuh lari pagi bukan lari dari rumah."
"Papa nggak bodoh."
"Ya udah nih aku izin sama papa ya," Juan berdeham. "Selamat pagi, Tuan Wen. Tuan Muda memohon izin untuk olahraga pagi bersama kekasih hati. Apa diizinkan?"
"Tolong jabarkan jenis olahraganya," Junhui meletakkan gelasnya di tatakan dispenser sebelum menatap jahil ke arah Juan. "Yang ada di kepala papa sekarang olahraga lainnya."
"Olahraga apㅡHEY." Juan meninju lengan Junhui pelan yang dibalas dengan tawa lebar. "Kotor banget deh ini isi kepala. Untung tidak menurun padaku."
Junhui menarik turun tuas dispenser, lalu mengambil kembali gelas minumnya. "Jemput pacarnya dulu?"
"Ya gitu lah."
"Rumahnya di seberang kota apa gimana kok jam segini udah berangkat?"
"Memang mau lari pagi, bukan lari pagi menjelang siang," omel Juan. "Jadi gimana nih, boleh enggak? Boleh dong, please, udah ditunggu soalnya."
"Tunjukkin dulu foto pacarnya, keputusan acc apa enggak tergantung fotonya."
"MAKSUD?"
Junhui tertawa lagi, kali ini menarik salah satu kursi di meja makanㅡmenatap Juan yang masih berdiri bersandar pada mini-bar, tengah mencari ponselnya di saku jaket.
"Udah lama pacarannya?"
"Baru sebulan, makanya jangan digangguin. Kan tengsin banget nanti kalo jadinya putus. Pacaran apaan sebulanㅡhah." Juan mengangkat ponselnya, menunjukkan layarnya pada Junhui. "Cakep kan?"
"Masih cakepan mama kamu, sih, tapi acc deh daripada kamu jomloㅡkasihan." Junhui mengerling. "Bawa uang nggak?"
"Ada kartu, sih. Kalau cash belum lihat lagi," jawab Juan sembari menyugar rambutnya dengan tangan kiri. Tangan kanannya sibuk melesakkan kembali ponsel ke dalam saku, lalu menepuk saku celana training-nya. "Kenapa? Mau ngasih?"
"Cash papa di kamar. Nanti kalau ambil dulu takut mamamu bangun dan kamu gagal kencan. Nggak usah aja ya?"
"Nggak masalah," Juan tertawa pelan, meraih gelas minum Junhui dan meneguk habis sisanya. "Kalau gitu, aku jalan dulu, doain selamat sampai pelaminan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN Imagine Snippets
FanfictionPotongan cerita dari SEVENTEEN Imagine 1.0 dan 2.0 Universe.