"Aku tuh kaku banget ya?"
Pertanyaan singkat yang sudah berjam-jam lamanya tertahan di ujung lidah itu akhirnya Yejune keluarkan. Perlahan ia angkat wajah, ia tatap perempuan manis di seberang meja yang tengah sibuk mengunyah donat keju.
"Kenapa, June?"
"Aku tuh kaku banget, kan, jadi pacar?" tanyanya lagi, kali ini sambil membenahi letak kacamata minus yang sedikit merosot karena terlalu lama menunduk. "Orang lain pacaran tuh jam tujuh berangkat, jam sembilan atau sepuluh malam pulang. Aku selalu ngajakin kamu keluar sepagi ini, dan pulang sebelum gelap. Aku kaku banget, mungkin sebagian orang bahkan ngelihat aku tuh terlalu konvensional. Iya nggak, sih?"
"Kerjaan Saga nih pasti bikin kamu mikir aneh begini?"
"Bukan," Yejune mengulas senyum, menegakkan tubuhnya untuk membentengi Saga yang belakangan ini mendadak banyak masalah. Sudah cukup, bukan waktunya dia menambah pandangan aneh orang-orang pada si sulung Kwon itu. "Aku cuma kepikiran aja karena beberapa waktu lalu ngelihat ayah muncul di portal berita online."
"Om Wonwoo muncul di berita online? Perasaan enggak lagi musim comeback ini."
"Iya, makanya beritanya bukan tentang kerjaan. Tapi lebih ke kehidupan pribadi ayah sebagai suaminya bunda yang, apa ya kata beritanya kemarin, tetep mesra meskipun sama-sama sibuk gitu deh," Yejune merapatkan gelas tumbler-nya ke bibir dan menyesap matcha latte-nya sedikit sebelum melanjutkan. "Kamu pernah lihat interaksi mereka di tv kan?"
"Pernah dong, aku bukannya pernah bilang kalau aku ini penggemarnya bunda kamu? Alasan aku ambil jurusan Ilmu Komunikasi karena aku pengin kayak anchor Kim."
"Ya aku kira kamu tonton berita yang dia bawain aja, enggak sampai berita-berita tentang bunda sama ayah," ujar Yejune. "Mereka berdua itu, kalau off-camera jauh lebih manis. Cara ayah ngomong ke bunda tuh ... bener-bener halus, enggak pernah sekali pun aku dengar ayah ngomong pakai nada tinggi."
"He loves your mom that much, Yejune."
"Bahkan kalau bunda lagi nagging dari ujung pintu depan sampai halaman belakang rumah tuh, yang dilakuin ayah cuma ngelihatin sambil senyum. Nanti tiba-tiba dia berdiri, terus peluk bunda dari belakang dan ciumin puncak kepalanya. Kalau udah begitu, bundanya juga langsung diem." Yejune mengulas senyum yang lebih lebar mengingat betapa seringnya ia melihat adegan barusan, yang terbaru terjadi pagi tadi. "Maksud aku, how can people love each other for that long? Mereka pacaran dari ... seumuran kita?"
"Menurut aku, om Wonwoo sama tante Chorim itu udah bukan di masanya berantem, Yejune. Mereka udah punya kamu dan Woori, kayak ... mereka udah nggak mungkin berantem karena hal-hal sepele? Aku sama kamu kadang masih sering salah paham cuma karena nggak angkat telepon, mereka nggak mungkin begitu?"
"Iya juga, sih. Tapi tuh ... jawab dulu pertanyaan aku tadi?" Yejune kembali menatap perempuan di depanya, kali ini tepat di dalam mata. "Aku kaku banget ya?"
"For me? Personally, no, Yejune." Perempuan di seberang meja Yejune itu meletakkan donatnya, ia genggam tangan dingin sang pacar, diusapnya pelan. "Enggak kaku oke, kamu itu oke dengan caramu sendiri. Coba kamu lihat, zaman sekarang ini siapa, sih, cowok yang masih hobi baca buku? Enggak banyak, pretty sure."
"Kamu malah kayak menegaskan kalau aku tuh konvensional."
Perempuan itu tergelak, tapi Yejune sama sekali enggak merasa ada intensi penghinaan dari tawanya. Ia paham, perempuan itu sedang mencoba membuatnya nyaman, mengusir insekuritas yang belakangan ini mengganggu hidupnya. Dan ... itulah yang membuatnya jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN Imagine Snippets
FanficPotongan cerita dari SEVENTEEN Imagine 1.0 dan 2.0 Universe.