☘️ -- neo flight

305 34 37
                                    


.

.

.

Sebagai orang yang bekerja di perusahaan pusat konsultan keuangan, Jaehyun lumayan sering ditugaskan ke luar kota untuk mengurus perusahaan cabang. Jaehyun tidak masalah sih, harus melakukan perjalanan bisnis kesana-kemari. Yang jadi permasalahan adalah dia harus naik pesawat kelas ekonomi. Tolong digaris bawahi, kelas ekonomi. Jaehyun yakin kantor mereka tidak akan bangkrut jika membelikannya akomodasi perjalanan pesawat first class, atau paling tidak business class. Lagipula, hanya untuk satu orang. Kenapa kantor begitu pelit.

Ketika Jaehyun protes tentang itu, bos-nya, yang sayangnya juga merupakan Paman nya, berkilah bahwa Jaehyun harus belajar merakyat. Beliau yakin Jaehyun perlu belajar banyak pelajaran hidup dengan berada di sekitar orang-orang kelas menengah.

"Dari kecil kamu selalu dimanja, minta apapun selalu dituruti. Sekarang kamu kerja dengan Paman, harus belajar mandiri, belajar hidup susah, roda kehidupan itu berputar. Tidak selamanya kita akan berada di atas terus. Jangan manja."

Jaehyun tidak setuju. Kapan dirinya manja? Lagipula selama ini dia hanya memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh orangtua nya. Dan juga, ketika kuliah selama enam tahun di Sydney, dia tinggal sendiri dan sangat independent. Setelah lulus dari pedidikan magister, Paman Yunho cepat-cepat memintanya pulang dan merekrutnya sebagai karyawan. Setelah itu, waktu Jaehyun habis untuk bekerja. Dia benar-benar berangkat jam delapan pulang jam delapan. Kadang lembur sampai jam sepuluh atau lebih. Dia bahkan tidak bisa hang out bersama teman-teman nya. Jangankan pergi jalan-jalan, waktu untuk tidurpun hanya sedikit tiap harinya. Disaat teman-teman nya bebas pergi memakai uang dari orangtua mereka sesuka hati, Jaehyun harus kerja keras bagai kuda. Jadi, apakah dia manja?

Jaehyun mengerucutkan bibir. Paman nya benar-benar tidak memberi kelonggaran. Beliau tidak akan berhenti menempa nya, mungkin sampai dia berumur tiga puluh kelak. Memastikan Jaehyun merasakan pahit asin asam kehidupan. Menyimpan rasa manis untuk dinikmatinya nanti.

Setelah melewati boarding pass, Jaehyun berjalan ke ruang tunggu, sebelum kemudian turun ke lapangan pesawat. Bersama penumpang lain, ia menaiki bis kecil yang mengantarkan mereka ke pesawat yang akan di tumpangi. Berdesakan meski sudah berdiri di pinggir. Business class tidak akan sengsara seperti ini, batin Jaehyun yang masih tidak sepenuhnya ikhlas.

Menaiki tangga pesawat, Jaehyun di sambut oleh pramugari yang membantu menunjukkan dimana letak kursinya. Jaehyun menggumamkan kata terima kasih. Ia menyimpan tas punggung nya di bagasi kabin, lalu duduk tenang di kursi nya.

Jaehyun mengeluarkan ponselnya, lantas mengirim pesan untuk Paman Yunho, memberi tahu kalau dirinya sudah berada di atas pesawat, hal yang selalu ia lakukan, sebelum mematikan data seluler dan mengubah mode ponselnya menjadi mode pesawat.

"Sial."

Jaehyun sontak mendongak mendengar kata itu. Siapa yang berani berkata demikian di tengah orang banyak seperti ini.

"Sial, aku duduk sebaris dengan bayi, pasti akan sangat berisik saat dia menangis. Sial." Ucap seorang pria sekitar umur awal tiga puluhan yang duduk di kursi seberang baris yang sama dengan Jaehyun. Dia menggerutu untuk dirinya sendiri tetapi suaranya cukup keras untuk bisa didengar oleh semua orang yang ada di situ.

Di sampingnya, seorang ibu muda yang membawa anak di pangkuan menyahut. "Maaf? Tolong jaga ucapan anda."

"Sialan."

Oke, dia kasar. Jaehyun membatin. Sejujurnya mungkin Jaehyun paham mengapa pria ini merasa kesal. Jaehyun sendiri pernah menempuh perjalanan tiga jam dengan anak kecil di sebelah kursinya. Dimana anak itu mengalami mabuk udara dan terus merengek serta menangis. Tapi sebelum mulai mengeluh, waktu itu, Jaehyun segera memahami juga bagaimana perasaan ibu anak itu, yang sudah kesusahan berusaha membuat anak nya tenang. Apalagi mendapat pandangan tidak nyaman dari penumpang disekitarnya. Membawa seorang anak menempuh perjalanan udara pasti juga membuatnya tertekan. Jaehyun cukup punya hati untuk tidak berkata kasar yang mungkin bisa menyakiti perasaan orang lain.

PositivityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang