Prolog

1.2K 116 11
                                    

Sakura menyesal karena begitu larut dalam menghabiskan waktunya di perpustakaan. Ia baru sadar jika hari sudah mulai gelap ketika petugas perpustakaan memberinya peringatan bahwa jam buka perpustakaan sudah usai.

Mata gadis itu memandang ke kanan dan ke kiri dengan cemas. Akhir-akhir ini Sakura memang merasa ada seseorang yang mengikutinya. Ia bahkan tidak mengerti alasan orang tersebut selalu mengikuti Sakura.

Sakura melangkahkan kakinya dengan cepat ketika sudah masuk ke dalam jalan sempit tempatnya tinggal. Ia memang menyewa rumah yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus. Meski begitu, perjalanan yang memakan waktu sepuluh menit terasa seperti setahun.

Langkah kaki berat dari arah belakang membuat Sakura panik. Ia mulai berjalan cepat, yang diikuti pula. Sakura menghitung mundur dalam hati sebelum memutuskan untuk berlari.

Sayangnya kurang cepat. Tubuh Sakura dibanting ke arah tembok dan mulutnya dikunci rapat oleh tangan besar tersebut. Sakura menjerit tertahan.

Wajah pria paruh baya yang tampak tidak asing memenuhi pandangan Sakura. Laki-laki ini adalah orang yang dimakinya tempo hari karena kedapatan melecehkan seorang remaja berusia lima belas tahun.

"Kamu harus mati," ucapnya dengan nada penuh kebencian. "Akibat ulahmu, semua orang memandangku dengan tatapan penuh rasa jijik."

Sakura menggelengkan kepalanya. Matanya mulai terasa panas. Sebuah pisau lipat kini bertengger di lehernya yang putih.

Berontakan Sakura tidak cukup lemah. Namun hal tersebut membuat pria paruh baya kehilangan kesabarannya. Dengan cekatan, ia menyayat urat nadi Sakura yang berada di leher. Kemudian pisau tersebut beralih ke perutnya untuk ditusuk.

Sakura menangis merasakan perih yang tiada tara. Hal terakhir yang dilihatnya sebelum menutup mata adalah wajah penuh kepuasan dari laki-laki tersebut.

Rasa dingin menyelimuti seluruh tubuh Sakura dalam sekejap. Hanya sesaat, selanjutnya ia merasa tubuhnya menghangat. Suara bising orang yang berlalu-lalang terdengar oleh telinganya. Sakura berusaha membuka kedua matanya.

Aneh. Rasa sakit yang semula dirasa, lenyap tak bersisa. Sakura bahkan memiliki dorongan kuat untuk duduk dari posisinya yang semula berbaring.

Beberapa orang yang tidak Sakura kenali mulai memekik. "Lady Sakura sudah sadar," ia tampak memberitahu seseorang. "Tolong sampaikan kabar ini pada Tuan Marquess."

Sakura mengernyit. Baru saja ia berada di jalan sempit dekat rumahnya. Bagaimana mungkin kini ia berada di ruangan mewah yang tampak asing di matanya?

Seorang laki-laki berambut merah muda masuk ke dalam kamar Sakura dengan ekspresi cemas yang tidak ditutupi. Ia segera memeluk Sakura dengan erat. "Syukurlah kau sudah sadar. Papa berjanji untuk tidak menolak permintaanmu untuk menikah dengan Putra Mahkota."

Kening Sakura mengernyit. Ia jelas begitu bingung dengan situasi yang dialaminya kini karena berubah begitu cepat. Semua terasa bagai mimpi. Namun hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya, "Papa?"

Seumur hidup, Sakura tidak mengenali siapa orang tua kandungnya. Ia tumbuh dan besar di panti asuhan sebelum keluar dari tempat tersebut. Berbekal otaknya yang cerdas, Sakura tidak kesulitan untuk belajar di Universitas dengan beasiswa penuh yang didapatkannya.

Laki-laki tersebut melepas pelukannya. Ia menatap wajah Sakura yang tampak kebingungan. "Apa kamu baik-baik saja? Kepalamu yang terbentur, apa masih terasa sakit?"

Mata Sakura kembali mengerjap kebingungan. "Saya tidak mengenal anda."

Ekspresi horor tercipta di wajah pria tersebut. Ia berteriak memanggil seorang pelayan dan memerintahkannya untuk mendatangkan dokter keluarga.

Ia kembali menatap putri semata wayangnya dengan wajah cemas. "Putriku sayang, kau benar-benar tidak mengingat papa?" Suaranya bertanya mengandung nada penuh harap.

"Marquess Haruno," sapaan penuh nada hormat tersebut membuat keduanya terkejut. Seorang pria yang cukup berumur melangkahkan kakinya setelah diberi izin masuk. Orang yang mengaku sebagai papanya mulai menceritakan keluhan yang diderita Sakura.

Sakura hanya bisa menatap kedua pria tersebut dengan linglung. Ia bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana seperti: siapa nama ayah dan ibunya, dimana mereka berada saat ini, atau bagaimana kepalanya bisa terbentur.

Sakura jelas ingin membantah dengan mengatakan bahwa ia nyaris mati tertusuk pisau oleh seorang laki-laki asing. Namun ia mengurungkan niat. Sakura merasa berbicara keadaan terakhirnya pada orang asing bukan pilihan tepat.

"Sepertinya Lady Sakura kehilangan ingatan," Dokter tersebut memberi vonis dengan nada prihatin. "Saya sarankan kepada Tuan Marquess untuk membawa Lady Sakura ke tempat-tempat yang dapat membangkitkan kenangan yang telah dilupakannya."

Setelahnya mereka berdua meninggalkan Sakura seorang diri untuk kembali beristirahat. Sakura kembali berbaring dengan pikiran yang carut-marut. Ia menatap langit-langit kamarnya sebelum tercengang.

Pola yang digambar di langit-langit kamar jelas sangat Sakura kenal. Itu adalah gambar lebah yang memiliki mahkota emas di kepalanya. Gambar tersebut merupakan cover novel yang berhasil dia tamatkan satu minggu lalu di sela kesibukan tugas kuliahnya.

Sakura segera terduduk. Ia menuruni kasur dan berlari menghampiri cermin yang terletak di pojok kamar. Terkesiap menjadi reaksi Sakura. Wajahnya jelas berubah. Sakura tampak begitu cantik dengan hidung kecil dan bibir mungil. Rambutnya yang biasa pendek dan berwarna hitam, kini tampak menjuntai hingga pinggang serta memiliki warna merah muda.

Sakura jelas tercengang. Namun suara yang terdengar dari balik jendela, mengalihkan perhatian Sakura. Kali ini ia berlari menghampiri jendela.

Lagi-lagi ia terkejut. Pemandangan yang dapat dilihat oleh matanya adalah taman yang begitu luas dipenuhi hamparan bunga beraneka ragam. Dari kejauhan, Sakura dapat melihat berbagai pekerja yang sibuk berlalu-lalang dan beberapa bercengkerama ketika mengurus taman besar tersebut.

Tangan Sakura gemetar. Terlebih saat mengingat panggilan marquess yang dialamatkan pada pria tua yang mengaku sebagai papanya. Berbagai kemungkinan mulai berkecamuk di dalam kepalanya. Sakura yakin bahwa ia tengah bermimpi.

Lagipula... tidak mungkin 'kan kalau Sakura masuk ke dalam novel yang selesai dibacanya seminggu lalu?

.

Part#1 akan saya upload nanti malam atau besok ya :)

THE ANTAGONIST'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang