Aku menutup Rangerover ku dengan perasaan bahagia, pasalnya lukisan yang sedang diperbaiki itu sudah selesai. Aku jadi tidak sabar ingin melakukan kegiatan favoriteku yaitu menggantung lukisan di dinding pameran, ada perasaan bangga ketika lukisan yang digantung di dinding olehku diminati oleh banyak pengunjung.
🎵 'Cause now I'm shining bright, so bright....🎵
"Ya hallo sil, kenapa?" tanyaku setelah mengangkat telpon dari Sesil.
"Pa Arya ngasih tau kalau jam9 nanti bakal ada rapat dadakan" jelas Sesil di seberang sana. Sekarang memang aku sedang tidak di kantor, karena harus memastikan lukisan yang sedang di perbaiki.
"Iya siap, ini juga udah beres mau balik lagi ke kantor" jawabku sambil menghidupkan rangerover ku.
"Oke deh. See u"
Setelah mematikan sambungan telpon aku bergegas meninggalkan tempat perbaikan lukisan ini. Sambil berfikir apa yang akan dibahas oleh Pak Arya nanti. Maksudku ini rapat dadakan, aku takut melakukan kesalahan selama mempersiapkan acara untuk nanti.
*****
Setelah memarkirkan Rangeroverku, aku bergegas menuju lantai tempat rapat dilakukan."Hallo semuanya" sapaku begitu memasuki ruang rapat. Disana ada CEO museum galeri di sini yaitu Pa Arya.
"Telat 5 menit belum benar bisa dikatakan telat kan Pa Arya?" kataku sambil cengengesan yang dibalas dengan senyum geli Pa Arya. Disini kami memang sudah seperti keluarga, Pa Arya yang humble membuat staff disini tidak canggung bercanda dengan beliau.
"Baiklah karena kurator utama kita sudah hadir, bisa kita mulai rapatnya" ucap Pa Arya "ah ya, sebelumnya saya mau memperkenalkan pelukis yang sedang trend saat ini, yaitu Devanka Dipta Danadyaksa, beliau ini adik tingkat saya ketika di Royal College of Art dan saya menyarankan lukisannya untuk di pamerkan di pameran kita nanti, bagaimana?"
"Mungkin sebelumnya Pa Devan harus mengetahui tema yang akan kita pamerkan, dan saya harus melihat dahulu lukisannya" jelasku sambil menatap Pa Arya dan Pa Devan bergantian
"Baiklah kalau begitu kamu bisa jelaskan tema yang kita ambil untuk pameran nanti" ucap Pa Arya seraya menatap ke arahku. Mau tidak mau aku harus menjelaskan kembali tema yang akan di ambil.
Setelah menghubungkan laptopku dengan kabel proyektor aku mulai menjelaskan mengenai tema dan sebagainya.
"Jadi tema yang akan diangkat kali ini adalah happiness of art. Sederhana memang namun dibalik itu semua kita bisa menampilkan lukisan lukisan yang didalamnya terdapat kebahagian. Dengan begitu, penikmat lukisan akan merakan kebahagian dari si pelukis".
Lalu slide selanjutnya menampilkan salah satu lukisan yang sangat aku sukai sekaligus contoh lukisan yang akan dipamerkan nanti.
"Salah satu contoh nya adalah lukisan bunga matahari ini. Memang semua tergantung cara pandang seseorang dalam menilai sebuah karya. Tetapi menurut saya lukisan ini tidak hanya menggambarkan kebahagian tetapi juga kesetiaan. Mungkin saja pelukis ini ingin memberi tahu dan menebarkan kebahagian yang dirasakannya. Pelukis seolah ingin memberi tahu bahwa dia bahagia memiliki kesetiaan atau dia bahagia karena seseorang telah setia kepadanya. Sesuai dengan filosofi bunga matahari yang memiliki arti kesetiaan. Karena penampang bunga ini selalu setia mengikuti arah matahari bersinar. Dia juga memiliki warna kuning yang identik dengan arti kehangatan dan kebahagiaan. Tetapi kembali lagi, semua tergantung cara pandang seseorang dalam menilai sebuah karya" jelasku panjang lebar
"Bagaimana Bapak Devan?" tanyaku setelah melihat beliau hanya diam saja.
"Ah ya, nanti kamu bisa melihat lukisan saya, saya pikir mungkin diantara lukisan saya ada yang cocok dengan tema ini" jawabnya dengan tenang.
Diskusi mengenai pameranpun berlanjut mulai dari persiapan hingga membahas souvenir, tidak terasa waktu cepat berlalu, jam sudah menunjukkan waktu makan siang.
"Baiklah, nanti akan saya hubungi untuk lebih lanjutnya" ucapku setelah menutup presentasi dadakan sambil membereskan kabel proyektor.
"Baiklah kalau begitu sampai nanti" ucap pa Arya sambil berlalu meninggalkan ruangan diikuti dengan Pa Devan.
"Lunch diluar yok" ajak Sesil sambil membantuku memberesakan barang barangku.
"Boleh" ucapku setelah berfikir beberapa saat. Bukannya tidak mau hanya saja waktu untuk istirahat jam makan siang tidak terlalu panjang, jadi jika makan diluar takutnya menjadi tidak menikmati makanan.
"Mau makan dimana?" tanyaku begitu kami memasuki lift.
"Terserah lo aja deh" jawab Sesil.
"Aishh lo tuh gimana sih tadi ngajakin gue makan diluar tapi ga punya tujuan" gerutuku yang dibalas dengan kekehan Sesil.
"Mbak Arin" panggil Rian rekan kerjaku begitu aku dan Sesil keluar dari lift.
"Iya kenapa yan?" tanyaku.
"Tadi ada yang titipin makanan, buat mbak, udah aku simpen juga di meja mbak" jelas Rian
"Hah? Oh iya makasih yan" ucapku setelah tersadar dari keterjutanku.
"Cie siapa tuh" ucap Sesil sambil menunjuk nunjuk pipiku
"Apaan sih" ucapku sambil tersenyum malu.
"Yah ga jadi dong makan diluar?" tanya Sesil sambil cemberut.
"Ayo aku anter" ucapku sambil menarik tangannya.
*****
Happy your brunch, aku tau kamu terbiasa ga makan pagi. Jadi aku bawain makanan favorite kamu, lasagna.
-Your NS
Sticky note biru itu ditulis dengan tulisan tangan yang aku sangat hafal milik siapa itu. Tumben sekali dia mengirimku makanan.
"Cie NS siapa nih?" tanya sesil sambil merebut sticky note itu dariku.
"Apaan sih Sesil" ucapku sambil berusaha kembali sticky note itu.
"Whoaaaa, guysss kurator kita ternyata udah punya pacar nih!" seru Sesil memberi tahukan kepada seluruh orang yang berada diruangan. Sontak saja semuanya menjadi ikut menggodaku.
"Sesil" seruku sambil menutup muka yang sudah semerah tomat. Dan Sesil hanya tertawa melihat aku yang sudah memerah ini.
Aku mengambil ponselku ingin menghubungi tunanganku itu.
Chalissa A : Makasih lasagna nya😜♡
Samanta N : Your wellcome, nikmatin makanannya ya!
Chalissa A : Off course.
Samanta N : Yaudah selamat bekerja kembali. Love you♡♥
Chalissa A : Me 2💘
*****
04 Mei 2020.Hallo, maaf ya kalo banyak kesalahan. Tinggalkan jejak dengan vote dan comment yaa teman teman😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Kurator
ChickLitAfrin Chalissa Chandani, seorang kurator muda dan cantik yang sudah sukses di usianya yang menginjak 26 tahun. Lantas bagaimana kehidupan cinta nya? Dimulai dari pertemuan pertamanya di sebuah galeri seni, Afrin atau yang biasa dipanggil Arin ini t...