Part 6

10 1 0
                                    

"Woy, ngelamun aja lo. Ngelamunin apaan sih?" ucap seseorang di belakangku yang sebelumnya menepuk pundakku dengan keras yang membuatku meringis. Siapa lagi kalau bukan si biang rusuh Sesil!

"Apaan sih lo. Sakit tau" ucapku dengan cemberut sambil mengusap pundakku yang ditepuk dengan tangan keras Sesil.

"Hilih lebay lo" tanpa memperdulikanku dia langsung duduk di sebelahku lalu meminum es kelapa pesananku. Dasar wanita barbar. Akupun yang melihatnya hanya bisa memutar bola mata malas.

"Jadi?" ucapan Sesil menbuatku menaikkan sebelah alis.

"Umur lo berapa deh?" tanyaku yang membuat Sesil mengernyit bingung.

"25. Kenapa elah? Masih awet muda ya" ucapnya dengan wajah percaya diri yang membuatku mencebikkan bibir.

"Diumur lo yang segitu lo udah siap nikah belum?" tanyaku lagi yang justru membuat tawa Sesil mengudara.

"Elah ngapain lo nanyain gue udah siap nikah deh? Astaga! Lo mau cariin gue jodoh?" ucapnya dengan histeris yang justru membuat orang di sekitar kami melirik dengan penuh minat.

"Berisik Sesil. Buruan jawab sih apa susahnya deh" ucapku setelah sebelumnya tersenyum meminta maaf kepada orang-orang yang melirik dengan penuh minat kepada kami.

"Ekhem ekhem" dehem Sesil sebelum menjawab sambil memperbaiki duduknya menjadi menghadapku sepenuhnya. Oh ya! Jangan lupakan wajahnya yang berubah menjadi serius itu.

"Lo nanya gue karena lo ditanya siap nikah apa kagak kan" tebakannya memang benar yang membuatku menganggukkan kepala.

"Gini ya Arin sayang, menurut gue kalo lo mau nikah karena umur lo yang terus bertambah disetiap tahunnya itu kayanya ga bisa dibilang siap deh" ucap Sesil yang membuatku terdiam. Tidak! Aku tidak mempermasalahkan umurku.

"Engga Sil. Maksud gue-" ucapanku terhenti, bahkan akupun bingung harus bicara apa.

"Nikah itu bukan soal pesta doang Rin. Kalo secara finansial gue yakin lo punya stabilitas finansial dan bisa me-manajemen keuangan lo sama suami lo nantinya. Karena nantinya kalian bakal hidup satu atap jadi sebelumnya kalian harus menyamakan visi misi hidup kalian dulu, perbedaan memang diperlukan tapi kalo melewati batas visi sama misi hidup lo, lo yakin masih bisa bertahan? Lo yakin di setiap perbedaan bisa selalu mentolerirnya? Semua jawabannya ada di hati lo. Jangan gegabah ngambil keputusan" ucap Sesil dengan bijaknya. "Lo udah pernah bahas tentang ini sama Naren?" Lanjut Sisil saat melihatku melamun kembali.

"Belum, bahkan dari seminggu ini dia belum ngabarin gue" ucapku sambil menatap layar handphone yang sedang kugenggam. Kudengar Sesil menghela nafasnya sebelum menjawabku.

"Lebih baik nanti kalian bicarain dulu tentang ini" ucap Sesil akhirnya.

"Lusa gue disuruh ke rumah maminya Naren dan gue belum nemu jawaban gue udah siap atau belum" curhatku

"Ya lo ketemu dulu sama Naren. Bicarain tentang hal hal yang emang perlu dibicarain buat kedepannya. Nikah itu ga main main loh Rin" Ucap Sesil dengan tegas.

"Gimana mau ngajak ketemu, dia aja kaga ada hubungin gue. Gue telpon duluan kaga diangkat, katanya biar gue bisa berfikir dengan jernih udah siap nikah apa belum" ucapku dengan menghela nafas.

"Tau lah, lu berdua yang punya hubungan gue yang pusing begimana sih" ucap Sesil yang langsung menyeruput minumanku.

*****

Setelah sesi curhat yang penuh dengan drama tadi akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke ruangan kerja kami

Ting!
Ibu : Assalamu'alaikum, Nak
Ibu : Gimana kabar kamu? Udah seminggu ga ada hubungin ibu..

Chalissa A : Waalaikumsalam bu, kabar baik. Ibu sama ayah gimana? Maafin Arin ya bu

Ibu : Alhamdulillah. Ibu sama ayah juga baik. Arin lagi ada masalah Nak? Mau curhat sama ibu?

Chalissa A : Nanti Arin telfon ibu ya. Arin ini masih kerja, sebentar lagi pulang ko.

Ibu : Iya sayang. Semangat ya kerjanya anak ibu..

Ibuku memang wanita terbaik. Paling mengerti perasaan anaknya. Sepertinya ibu merasakan kalau anaknya ini sedang tidak baik baik saja.

"Nanti langsung pulang?" Tanya Sesil yang sedang membereskan barang barangnya.

"Ya iyalah, yakali mau mangkal dulu" jawabku sambil melihat jam tangan ku. Ternyata sudah waktunya pulang, pantas saja Sesil bertanya seperti itu.

"Gue nebeng dong" ucap Sesil sambil mengeluarkan jurus andalannya, menunjukkan wajah memelas dan puppy eyesnya yang membuatku memutar bola mata malas.

"Mau kemana lo?" Biasanya Sesil jika tidak bawa mobil dan nebeng mobilku pasti akan mampir ke suatu tempat dulu.

"Ngops kuy. Dah lama kaga ke Ra'Coffe" ucap Sesil dengan bersemangat.

"Bayarin ya" jawabku sambil menunjukkan cengiran khasku yang dibalas dengan dengusannya.

Akhirnya kamipun memutuskan untuk pergi ke Ra'Coffe, ya meskipun harus menempuh waktu satu jam untuk bisa sampai di tempat itu. Setelah memesan menu favoriteku yaitu Caramel Macchiato kami pun memilih tempat duduk dengan spot pemandangan macet kota Jakarta.

"Rin" panggil Sesil setelah hening beberapa saat.

"Kenapa?" Tanyaku setelah mengalihkan perhatianku dari kemacetan kota metropolitan ini.

"Itu bukannya Pak Devan ya?" Tanya Sesil yang membuatku mengedarkan pandanganku ke sekeliling tempat ini. Disana, diarah jam 10 aku melihat Bang Devan yang baru saja memasuki kedai kopi ini tertawa bersama teman temannya. Lalu tanpa disangka Bang Devan menoleh dan tersenyum manis kepadaku. Tidak maksudku kepada aku dan Sesil.

"Ajegileeeee gue baru kali ini liat Pak Devan senyum semanis itu. Meleleh hati dedeq Banggg" ucap Sesil dengan gayanya yang dramatis. Dasar Sesil! Liat cowo ganteng dikit langsung keluar deh lebaynya. "Gilaaa manis banget ya Rin senyumnya" lanjutnya masih sambil menatap Devan yang sedang berbincang dan sesekali tertawa dengan teman temannya.

"Apaan sih Sil. Lebay lo" ucapku sambil geleng kepala melihat kelakuan sahabatku itu. Untung sahabat, kalau bukan sudah aku tinggal disini. Akhirnya aku menyesap Caramel Macchiatoku sambil memainkan handphoneku, sekedar untuk mengecek sosial media dan menghilangkan penat dikepalaku ini.

🎵 'Cause now I'm shining bright, so bright....🎵

Panggilan masuk dari Ibu.

"Hallo Assalamu'alaikum, kenapa bu?" Sapaku pada ibu.

"Waalaikumsalam Nak" jawab ibu dengan suara seraknya. Apakah ibu sedang sakit tidak biasanya suara ibu serak seperti habis menangis.

"Kenapa bu?" Tanyaku lagi saat ibu hanya diam disebrang sana. Lalu aku mendengar suara tanteku yang membuat jantungku berdegup kencang mendengar kalimatnya.

"Ayah kamu masuk rumah sakit. Sekarang kritis. Kata ibu kalau weekend Arin libur, jadi besok kesini ya Rin, temenin ibu kamu. Kasian ibu"

*****
24 Juni 2020

Aku kembaliiii:))) selamat menikmati ya semuanya. Jangan lupa vote dan comment ya. Tandai typo ya:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Sang KuratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang