Part 5

17 4 4
                                    

Setelah pertemuan kemarin dengan Naren di rumah sakit, dia belum menghubungiku sampai siang ini. Mungkin terlalu sibuk atau lupa untuk sekedar mengabariku. Aku sudah terbiasa dengan sikapnya itu.

"Lo kenapa rin? Muka lo kusut banget" tanya Sesil yang sudah duduk di dekatku. Saat ini kami sedang makan siang bersama di kantin kantor.

"Lagi galau gue" jawabku sambil cemberut.

"Kenapa elah? Gara gara si your NS itu?" tanya Sesil sambil melahap makanannya "lagian lo tuh punya pacar ga bilang bilang sih, gue kira lo masih jomblo kek gue, eh taunya. Jahat ya lo" lanjutnya dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Sesil ih kalo lagi makan jangan bicara dulu. Liat nih berceceran kan" ucapku sambil menunjuk bekas makan Sesil yang dibalas dengan cengiran khasnya.

"Lagian Rin, siapa sih pacar lo? Kenalin dong, siapa tau pacar lo punya temen yang jomblo kek gue" ucap Sesil sambil mengerlingkan matanya.

"Pacar gue Naren" jawabku singkat. Aku menunggu reaksi Sesil tapi sepertinya dia biasa saja.

"Naren mana?" tanya nya sambil menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya Sesil tertarik dengan pembicaraan kita kali ini terbukti dari gaya duduk menjadi menghadapku sepenuhnya dan tidak lagi memakan makanannya.

"Pelukis, emang Naren mana lagi? Lagian dia bukan pacar gue ko, dia tunangan gue" ucapku sambil menunjukkan cincin tunangan yang tersemat di jariku.

"Lo ga lagi mimpi kan?" tanyanya sambil memcubit tanganku

"Sesil apaan sih? Sakit tau" ucapku sambil mengusap bekas cubitannya. Benar saja tanganku langsung memerah karena ulahnya itu.

"Ya lagian lo tuh mimpi atau ngehalu sih? Emang ga jauh beda sih" ucapnya sambil meneruskan makannya lagi.

"Siapa yang halu deh, orang gue beneran ko" ucapku sambil memperlihatkan handphoneku yang menunjukkan foto kami berdua sedang bertunangan.

"Anjir beneran? Ga salah? Kenapa ga ngundang anjir" ucapnya sambil merampas handphoneku dan melihat foto-fotoku dan Naren

"Urgent sih" ucapku santai "kenapa deh?" tanyaku saat melihat Sesil yang menatapku dengan pandangan curiga.

"Lo ga bunting duluan kan?" tanyanya dengan muka menuduhku.

"Sembarangan kalo ngomong, ya engga lah, waktu kita tunangan karir dia lagi bagus bagusnya, gue takut kalau gue publish hubungan gue nanti karir dia turun" jelasku pada Sesil.

"Gue masih ga percaya, but happy for you baby. Gue seneng deh" ucapnya sambil menatapku. Aku tau Sesil ini tulus kepadaku. Terlihat dari tatapan matanya "jadi ada masalah apa lo sama si Naren?" tanya nya.

"Dia ga ada ngehubungin gue masa" ucapku sambil tertunduk lesu. Aku tidak mungkin menceritakan masalah hubunganku kepada orang lain meskipun itu Sesil.

"Ya lo hubungin dia duluan aja. Kalian udah tunangan, ga perlu ragu lah kalo mau menghubungi duluan. Lagian mending sekarang lo telpon dia deh, suruh nanti minta jemput, lo ga bawa mobil btw" ucap Sesil, aku memang sedang malas menyetir hari ini, dan bertemu Sesil saat turun dari motor abang gojek.

"Yaudah nanti gue telpon deh" ucapku pada akhirnya.

*****
Aku memutuskan untuk menelpon Naren saat sudah berada di meja kerjaku. Waktu istirahat tinggal beberapa menit lagi, masih cukup untuk menelpon Naren.

"Hallo, kenapa yang?" tanyanya begitu mengangkat telpon saat dering ketiga.

"Nanti sore bisa jemput aku? Aku ga bawa mobil hari ini" aku jarang meminta dijemput seperti ini kecuali jika situasinya sedang darurat. Biasanya dia yang selalu inisiatif untuk menjemputku.

Cinta Sang KuratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang