Part 4

20 4 3
                                    

Samanta N : Sayang, kayaknya sore ini aku ga jadi ke rumah deh.

Chalissa A : Loh, kenapa?

Samanta N : Mamanya Wina masuk rumah sakit tadi pagi.

Chalissa A : Kok bisa?

Samanta N : Ya bisa, kecelakaan
Samanta N : Kepleset di kamar mandi
Samanta N : Ini aku lg nemenin Wina di Rs, kalo mau jengukin ke Rs. Pratama ya.

Aku sendiri memang sudah berkenalan dengan keluarga Wina. Saat itu, Naren mengajakku dinner bersama keluarga Wina. Setelah membaca pesan terakhir Naren, aku akan menghubungi Bang Devan. Kebetulan istri Pa Arya melahirkan di Rs. Pratama jadi aku berencana menjenguk mama Wina sekaligus menjenguk istri Pa Arya.

Chalissa A : Bang?
Chalissa A : Nanti sore abang jadi mau jenguk istri Pa Arya?

Bang Devan : Jadi rin, kenapa?

Chalissa A : Aku juga mau jenguk istri Pa Arya sekalian mau jenguk mama-nya temenku. Mau bareng?

Bang Devan : Yaudah bareng aja. Nanti abang jemput agak siangan ya, sekalian beli dulu kado barengan.

Chalissa A : Oke bang. Nanti aku share location ya.

Setelah itu aku bergegas untuk bersiap, waktu menunjukkan pukul 12.35 saat Bang Devan sampai di depan rumahku.

"Mau makan siang dulu? Kebetulan aku belum makan siang" tawar bang Devan begitu aku memasuki mobilnya dan memasang seatbelt.

"Boleh deh. Makan siang di mall aja sekalian beli kado buat istri Pa Arya. Gimana?" Kebetulan sekali aku juga belum makan siang, maka dari itu aku menerima tawarannya.

"Oke deh" Setelah menyetujui usulanku, Bang Devan mulai melajukan mobilnya. Selama perjalanan, hanya keheningan yang meliputi kami.

*****
Kami memutuskan untuk makan di retoran Jepang begitu tiba di mall.

"Abang sejak kapan suka melukis?" tanyaku setelah pelayan mencatat pesanan kami. Tidak ada alasan khusu aku bertanya seperti ini, hanya untuk mengisi kecanggungan. Tidak mungkin kan kalau kita tidak mengobrol sedangkan kita bahkan sedang makan bersama.

"Dari kecil sih udah suka coret coret di kertas, mungkin turunan ibu abang juga kali ya. Beliau juga suka melukis" jelas Bang Devan.

"Oh gitu" Sejujurnya aku bingung harus menanggapi bagaimana. Aku tidak berpengalaman dalam basa basi.

"Arin udah lama kerja di situ?" tanya Bang Devan. Akhirnya aku bisa bernafas lega. Sepertinya Bang Devan juga basa basi untuk mengisi kecanggungan ini.

"Lumayan bang. Kalo ga salah Arin udah kerja di situ selama 4 atau 5 tahun" jelasku pada Bang Devan.

"Arin suka sama pekerjaannya?" tanya Bang Devan lagi yang membuatku mengernyit. Kalo ga suka ga mungkin bertahan sejauh ini kan?

"Ya suka lah, meskipun kadang emang bikin capek. Tapi kan namanya juga kerjaan ga ada yang mudah dong ya" jawabku sambil tersenyum. Obrolan kami terhenti begitu makanan sudah tersaji di depan kami.

Setelah selesai makan, kami keluar dari restoran Jepang tersebut lalu memutuskan untuk membeli 'sesuatu' untuk dibawa ke rumah sakit nanti.

"Abang, kalo nanti makan bareng lagi, Arin yang bayar ya" ucapku begitu kami keluar dari restoran dan Bang Devan hanya tersenyum. Aku tidak enak karena makananku di bayar oleh Bang Devan.

"Mau beli buat mama temen kamu dulu atau beli buat istri Pa Arya dulu?" tanya Bang Devan.

"Beli buat istri Pa Arya dulu deh" putusku. Akhirnya kami memasuki toko yang menjual perlengkapan bayi. "Abang mau beli apa?" tanyaku begitu melihat dia hanya melihat pernak pernik bayi.

Cinta Sang KuratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang