Weekend. Semua orang pasti sangat menantikan hari itu, termasuk aku. Weekend ini aku sudah bertekad akan movie marathon drama korea. Ugh! Aku tidak sabar ingin melihat oppa oppa korea. Setelah selesai membereskan rumah aku akan mulai menonton drama korea yang berjudul "Her Private Live" tetapi
🎵 'Cause now I'm shining bright, so bright....🎵
Panggilan masuk dari Pak Arya.
"Ya Hallo Pak" sapaku
"Hallo Rin, maaf nih ya sebelumnya ganggu waktu weekend kamu. Tadi Devan menghubungi saya kalau dia mau menunjukkan lukisannya yang berada di rumahnya. Dia meminta saya untuk datang tetapi saya sedang menemani istri saya yang akan melahirkan. Bisa kamu menggantikan saya?" ucap Pa Arya di seberang sana panjang lebar.
"Hah? Oh iya baik pak" ucapku. Yasudah tidak ada salahnya juga, lagian ini memang salah satu tugasku.
"Yasudah kalau begitu saya send kontak Devan, dan saya akan hubungi dia kalau kamu yang akan datang. Kalau begitu sudah dulu. Terimakasih sebelumnya ya, Rin" ucap Pa Arya yang langsung mematikan sambungan telponnya. Sepertinya beliau sedang sibuk mengurusi istrinya yang akan melahirkan.
Setelah itu, aku bergegas untuk mandi. Haha tadinya aku berniat mandi hanya satu kali saat weekend, tapi ah yasudahlah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 saat aku akan mengendarai Rangeroverku. Setelah menghubungkan handphone ku dengan headset aku menelpon Naren. Saat dering kelima barulah diangkat olehnya.
"Hallo, kenapa sayang?" sapa Naren.
"Kamu lagi dimana? Ko berisik?" tanyaku ketika mendengar suara berisik di seberang sana. Aku perkirakan Naren sepertinya sedang berada di tempat umum
"Ini aku lagi di mall. Nganter Wina beli peralatan lukis" jelas Naren. Wina itu sahabat Naren sejak kecil. Kadang aku merasa cemburu melihat kedekatan mereka, tapi tidak mungkin kan kalau aku bilang kepada mereka?
"Ko ga bilang?" tanyaku.
"Ya ngapain harus bilang, aku jalan sama sahabat kecil aku loh yang" jawabnya, selalu seperti ini. Naren seolah-olah selalu ingin membelanya.
"Ya kan kamu tau bukan gitu maksud aku" jika sudah seperti ini aku takut akan bertengkar dengannya, kadang emosi dia tidak stabil
"Yaudah besok sore aku ke rumah kamu, udah dulu ya ini kita udah beres belanjanya, bye love" putus Naren yang disusul dengan mematikan panggilan.
Aku hanya bisa menghela nafas ketika panggilan diakhiri. Aku hampir sampai di perumahan Pak Devan dan memutuskan untuk menelpon terlebih dahulu.
"Hallo Pak Devan, ini Afrin sudah sampai di perumahan bapak" tuturku setelah telpon diangkat.
"Ah ya, kamu lurus saja rumah saya paling ujung, cat abu" terangnya.
"Oke baik pak" sahutku lalu memutuskan sambungan. Ternyata jarak dari rumahku ke rumah Pak Devan tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu 10 menit hingga tiba di rumah Pak Devan.
*****
"Silahkan masuk" ucap Pa Devan setelah membukakan pintu untukku."Mau minum apa?" tawarnya setelah aku duduk di sofa ruang tamu.
"Apa aja" jawabku seadanya. Pak Devan langsung membuatkan ku minuman. Aku bisa melihat Pak Devan dari sini karena tidak terhalangi oleh apapun. Sepertinya Pak Devan ini tipe orang yang mandiri, tidak terlalu melibatkan ART.
"Ini. Maaf seadanya" ucapnya sambil memberikanku segelas orange juice dan cemilan ringan.
"Terimakasih" ucapku sambil tersenyum "Jadi kalau boleh tau, Pak Devan sudah memilih lukisan bapak untuk pameran nanti?" tanyaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Kurator
ChickLitAfrin Chalissa Chandani, seorang kurator muda dan cantik yang sudah sukses di usianya yang menginjak 26 tahun. Lantas bagaimana kehidupan cinta nya? Dimulai dari pertemuan pertamanya di sebuah galeri seni, Afrin atau yang biasa dipanggil Arin ini t...