Pulang sekolah, disambut dengan pemandangan yang tidak enak. Aldan melihat orang tuanya kembali bertengkar.
Mereka tidak menyadari kehadiran Aldan sedari tadi, dan ia pun tidak mempunyai niat untuk memisahkan mereka. Bak menonton film drama, Aldan begitu santai menyaksikan perdebatan mereka dengan tangan yang menyilang di dada.
"Setiap hari aku yang cari uang buat anak-anak, sedangkan kamu berselingkuh, Mas? Kamu jahat!" teriak Nola.
"Saya tidak berselingkuh, Nola! Info yang kamu dapatkan tidak valid. Memangnya hanya kamu saja yang mencari uang untuk anak-anak? Saya juga ikut andil!" bentak Ardan.
"Gak usah ngelak, Mas! Jelas-jelas saya liat kamu jalan berdua dengan wanita lain!"
"Terserah kamu, yang pasti saya tidak berselingkuh. Wanita itu adalah rekan bisnis saya, jadi sekarang kamu mau bagaimana? Cerai?"
"Iya, aku mau kita cerai. Aku capek dengan perilaku kamu, Mas!"
Aldan yang tadinya terlihat begitu santai, sekarang terkejut mendengar percakapan mereka. Semudah itu mereka mengucapkan kata perpisahan? Apakah orang tuanya itu tidak memikirkan nasib anak-anaknya, terutama Mesya? Lalu, mereka pikir Aldan dan Mesya sudah mendapatkan perhatian lebih darinya?
"Permisi, di sini masih ada orang loh." Aldan pun akhirnya membuka suara, orang tuanya terkejut dan menolah ke arahnya.
"Gak usah kaget," kata Aldan dengan wajah datarnya. "Mama dan Papa pikir dengan bercerai, bisa menyelesaikan masalah?" tanya Aldan, melanjutkan kalimat tadi.
"Bu ... bukan begitu, Nak," ujar Ardan dengan terbata-bata.
"Lalu, maksudnya bagaimana? Papa dan Mama jelas-jelas mengatakan perceraian? Aku mohon, jangan pentingin ego kalian. Liat anak-anak, terutama Mesya. Dia masih butuh kasih sayang kedua orang tuanya, Ma, Pa."
"Nak, dengarkan dulu penjelasan kita, ya?" mohon Nola.
"Sudah jelas, kalian akan bercerai bukan? Yang dipikiran kalian tuh apasih? Kerjaan? Perselingkuhan? Aldan capek denger perdebatan kalian, kalian pikirin Mesya gak sih? Dia masih kecil, setiap pagi nangis karena sarapan gak ditemenin Mama dan Papa. Setiap malam dia nangis karena denger pertengkaran kalian!"
"Rasanya Aldan pengen pergi dari rumah, beli apartement sendiri, tapi Aldan masih mikirin Mesya."
Mendengar penuturan anaknya yang terakhir, Ardan mulai tersulut emosi.
"Beli apartement? Yakin? Uang masih dari orang tua juga!" sindirinya.
Aldan tersenyum miring. "Aku gak pernah pake sepeserpun uang yang kalian kirim, kalian gak usah tahu aku ngapain. Percuma juga kasih tahu, karena kalian gak akan peduli. Oh, iya. Aku mohon pikirkan ucapan kalian baik-baik, jangan sampai menyakiti hati kedua anaknya."
Aldan meninggalkan mereka berdua setelah mengucapkan kalimat itu, ia memasuki kamar adiknya terlebih dahulu ingin tahu bagaimana keadaan Mesya. Rasanya tak sanggup ia memendam semua ini sendirian, Aldan perlu berbagi. Dan teman berbagi segala kesedihan dan kesenangannya hanya Alana, namun sahabatnya itu sedang bersama Pak Naufal.
****
"Alana ke mana, Lin?"
Pertanyaan mamanya membuat Alina yang sedang melamun di gazebo tersentak kaget. "Oh, kata Kak Aldan sih, Kak Alana lagi nganterin temennya ke toko buku."
Vita menganggukan kepalanya. "Oh, yasudah. Kamu udah makan? Mama bawain makanan kesukaan kamu tuh, tadi diperjalanan pulang dari kantor papa, mama mampir dulu ke resto langganan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIPLE A [REVISI]
Roman pour AdolescentsSebuah kisah sederhana tentang Alana yang mencintai Aldan. Dan tentang Aldan yang begitu mencintai Alina. Tentang luka yang harus di terima. Dan tentang sebuah pengorbanan yang sangat berkesan. Semoga kalian menyukai kisah sederhana ini. Kisah Alana...