5. Takut

70 8 4
                                    

Mereka hanya menilai apa yang mereka lihat tanpa menilai dari sudut pandang lain yang orang itu rasakan.

***

Semburat jingga kini terpandang indah oleh mata, terpaan angin sore yang berhembus menyejukkan hati siapapun yang merasakannya. Tanpa sadar rambutnya pun ikut bergoyang mengikuti arah angin. Dengan senyum mengembang ia bentangkan tangannya bak film titanic, mata sayupnya mulai ditutup menikmati angin yang menyambutnya. Perlahan dirinya memutar kembali memori dimasa lalu dalam otaknya. Hidup Karel terlalu monoton tak ada yang luar biasa. Dari bangun hingga tidur lagi selalu seperti itu. Merasa kesepian dan tak berwarna.

Drrrttt...Drrrttt

Ponsel berlogo layaknya apel tergigit itu bergetar didalam saku celana Karel, dengan malas dirinya melihat siapa yang menelpon nya. 'Mama' begitulah nama yang tertera dilayar ponsel dirinya. Karel menghembuskan napas penat lalu menggeser tombol hijau dan perlahan ia naikkan tepat pada daun telinga miliknya.

"Ada apa ma?" Tanya Karel tak basa-basi.

Yang menelpon pun berbicara. "Hm," balas Karel dengan gumanan singkat nya.

Lawan bicara pun terus mengoceh tanpa henti. "Iya ini Karel udah dirumah," jawabnya berbohong. Padahal saat ini Karel masih berada disekolah yang lebih tepat nya dirooftop pojok sekolah.

"See you ma."

Karel yang merasa muak hanya mengiyakan perintah sang mama. Setelah selesai Karel tak mood kembali melanjutkan apa yang ia sudah lakukan sejak dua puluh menit yang lalu. Akhirnya dirinya menuruni anak tangga dengan menenteng tas dipunggung sebelah kanan, meninggalkan tempat itu. Saat ini masih lumayan banyak siswa yang belum pulang karena mengikuti ekstrakulikuler karate. Karel melangkah tanpa arah menyusuri koridor sekolah, Ia tak ingin buru-buru kembali ke istana milik orang tua nya dengan sunyi yang selalu menyapanya.

Ketika Karel berjalan, dirinya merasa terhipnotis oleh suara melody piano yang dimainkan. Karel hafal melody ini bahkan sangat hafal dan terasa familiar diindra pendengaran Karel, ia tahu lagu ini. Piano itu sudah mencuri perhatian Karel, dengan penasaran dirinya menuju ruang musik yang berada tak jauh didepan nya. Ternyata knop pintu nya tidak tertutup, Karel melihat jelas pelaku yang memainkan piano itu. Gadis yang duduk dengan surai terurai sebahu, gadis yang dengan lihai nya menekan tuts dan menyelesaikan melody yang indah didengar.

Prok Prok Prok

Karel yang berada di ambang pintu itu spontan menepuk tangan saat melody yang di mainkan selesai. Gadis itu terkejut dan langsung mengarahkan pandangan penuh tanya pada Karel.

"Loh kakak ngapain disini?" Tanya gadis itu. Ternyata gadis yang memainkan piano itu ialah Liona.

Yang ditanya justru tanpa permisi masuk dan mengambil benda bersenar, lalu duduk tak sedikit pun mengeluarkan sepatah kata untuk menjawab. Karel memainkan gitar yang sudah berada di pangkuannya. Senar demi senar Karel petik menghasilnya nada yang sama dengan Liona mainkan.

"Cometrhu!" Seru Liona kemudian memutar tempat duduk bulatnya ke arah Karel yang berada di sebrang.

Karel menghentikan permainan dawainya itu. "Yap Cometrhu Jeremy Zucker."

"Kakak tahu lagunya juga?" Tanya Liona.

"Gila ya lo tahu lah dikira gue anak goa kali," cibir Karel "Lagian kalau gue gak tau ngapain gue mainin tuh lagu pakai gitar," lanjutnya dengan kesal.

"Hehe iya juga sih, kakak suka lagu itu?" Tanya Liona kembali dengan penasarannya.

"Nggak juga," jawab Karel sekenanya.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang