3. Maaf

86 9 6
                                    

Empat kata namun sulit terucap.

Deru motor kencang bak kesetanan ini benar-benar menantang adrenali. Kekanan dan ke kiri melaju seakan menari dengan lihai dibawah kemacetan ibu kota. Tak ada rasa takut bagi sang pengendara trail berwarna hitam yang satu ini. Dengan kecepatan diatas rata-rata mampu memancing sumpah serapah para pengguna jalan lain. Bukan tanpa alasan seperti ini, memang mengebut adalah rutinitas sekaligus cara agar tidak terlambat. Dan terlambat sudah menjadi hal yang lumrah untuk cowok ini bahkan seperti sekarang sudah lebih dari lima belas menit yang lalu gerbang tertutup, namun cowok berseragam abu-abu masih sibuk mengendarai sepeda motor nya.

Tinnn...Tinnn...

"Oh shit," gumam si empu pemilik Trail.

"Pak buka pintu nya dong, uh si bapak kunaon makin kasep kieu jadi minder abdi teh," goda Karel dengan logat sunda.

"Sia deui sia deui teu aya kapoknya. Bosan saya lihat maneh," ujar pak Yadi. Satpam sekolah Rajawali ini berkumis tebal, sangar dan berbahasa setengah sunda setengah indonesia.

"Bapak aja bosan apa lagi saya pak."

"Geus ari maneh kunaon menjawab terus. Mana suka terlambat tiap hari teu malu apa?" Tanya pak Yadi pada cowok itu.

"Enggak saya mah pak malah bangga terlambat tuh bisa melatih otak dalam berbicara yang cepat dan tepat," jawab Karel dengan ngawur.

"Bahasa kamu kejauhan, bilang saja melatih cara mengeles."

"Huh! Saya udah merangkai kata-kata yang enak didengar eh si bapak dengan rendah nya diperumpamain kaya gitu," keluh Karel yang benar-benar dramatis. "Jadi kapan saya masuk nih pak?" Tanya Karel.

Pak yadi menghela nafas dan dengan berat hati membuka kan gerbang untuk cowok ini "Aduh kamu ini ya pagi-pagi sudah bikin rambut bapak mau copot, sana masuk."

Karel tertawa terbahak-bahak lalu melayangkan tangan berbentuk love seperti para fans k-pop. Pak yadi hanya terkekeh melihat sikap aneh murid andalan nya ini.

Seletah masuk dikawasan sekolah, Karel langsung memarkirkan motor kesayangan diantara motor teman-teman nya. Memang murid disini sudah tahu tempat mereka jadi tidak ada yang berani mengambil wilayah mereka. Deru motor kini sudah tak terdengar, Karel membuka helm motor dan duduk termenung diatas motornya memikirkan kata-kata Iqbal semalam.

Flashback on

"Rel woi udah rel," ujar Iqbal mengguncangkan badan Karel yang tengah dikendalikan oleh minuman.

"Hm."

"Mau sampai kapan lo lari dari masalah hah? Alkohol itu cuman buat lo larut sementara bukan buat lo terbebas dari masalah," ujar Iqbal.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Karel.

"Gue mau ngomong sama lo," pinta Iqbal. Akhirnya mereka berjalan menuju tempat yang jauh dari keramaian di dalam.

"Liona bilang ke gue kalau dia bersalah sama kita terutama lo, dia gak pernah berfikir untuk jadi beban, sok jago dan apa lah yang lo omongin kemarin," ujar Iqbal menjelaskan. "Dia juga bilang kalau handphone nya low battery dan angkot atau yang lain sudah susah didapat pas jam segitu. Dia minta tolong anterin ke lo bukan?" Tanya Iqbal.

"Iya. Tapi gue malas apes mulu setiap gue dekat dia," jawab Karel.

"Oke terserah lo mau mandang Liona kaya gimana tapi yang jelas dia itu gak ada niatan bikin Alaskar bubar," lanjut Iqbal.

KARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang