TUJUH belas, delapan belas, sembilan belas dan dua puluh—semua itu masih sama. Meja panjang yang isinya ada kepiting lada hitam, cumi bakar telur, ikan aji-aji saus tiram dengan dua nasi, kangkung belacan, lalapan sambal, es jeruk dan teh hangat.
Cukup banyak. Melebihi ekspektasi Marinka yang beranggapan cuma ada dua menu, maksimal tiga. Dan semua ini menggiurkan. Bukan, tetapi yang spesifiknya tiga menu pertama.
Pria itu sudah melepas topi juga masker hitam, menutup pintu. "Harusnya kamu langsung duduk aja. Toh, saya bukan tuan rumah di sini, jadi nggak perlu dipakein permisi dulu."
"Heh? Yang nunggu izin kamu siapa juga?"
"Mana saya tahu, orang saya aja tadi ngomong sama angin kok."
Marinka menaruh tas di samping kursinya sebelum memutuskan buat cuci tangan. Terdengar seruan dari pria itu yang bikin Marinka memutar mata. Siapa pula yang tidak ingin cuci tangan sebelum makan, sih? "Tanpa perlu kamu ingetin, saya juga bakal ngelakuin itu. Kebersihan itu penting."
"Iya, sama-sama."
Marinka bergeser untuk bergantian cuci, dan duduk duluan. "Lah, saya nggak ada bilang makasih, udah sama-sama aja."
"Barangkali kamu lupa ingatan." Tidak lama, kursi di depan Marinka ditarik mundur. Pria itu sudah mulai memisah-misahkan bagian. Piring, dua sendok, garpu, beberapa menu yang Marinka inginkan dan es jeruk segar itu berpindah tangan. "Es ini punya saya, kamu yang teh anget."
"Saya pengin itu, kita tukeran aja."
"Nggak ada ceritanya orang yang lagi sakit malah minum es."
"Ada, saya contohnya."
"Sayangnya nggak bakal terkabul." Pria itu mulai menyeruput beberapa bagian sambil sengaja menggigit tepian sedotan hingga bentuknya jadi aneh. "Kecuali kamu masih mau bekas saya ditambah teori cocoklogimu yang bilang: bekas minum artinya ciuman secara nggak langsung. Silakan ambil."
"Nggak usah, saya udah berubah pikiran."
"Emang gitu harusnya, sih. Eh, kamu mau yang mana?"
"Semuanya, sih," kata Marinka. "Selain menu yang sambal dan kangkung belacan."
"Kepiting lada hitam, ikan aji saus tiram, cumi telur bakar—semuanya? Sebanyak ini? Kamu yakin bisa habisin sampe bersih dan nggak berakhir muntah kekenyangan?"
"Tergantung kamu kasih izin apa nggak." Marinka menarik gelas teh hangatnya, menyeruput pelan-pelan. Es jeruk memang segar, bukan berarti teh hangat bisa diabaikan. Selagi itu manis, Marinka pasti minum. "Tiga-tiganya menu favorit saya."
"Kamu bikin saya takut. Serius."
Kalau kelelahan Marinka sekarang sudah melewati batas, dia mungkin sudah lupa kalalu lelaki ini tengah menyindir dengan kalimatnya di parkiran BJM. "Lebih nyeremin mana sama orang yang nunggu kita tidur di mobil, berduaan, dan berjam-jam?"
"Dan kondisi pakaian kamu masih utuh, kan?"
"Syukurnya begitu."
"Berarti yang menyeramkan itu isi kepala kamu. Bukan tindakan saya." Pria itu memutar-mutar tempat tisu dengan kedua mata menatap lurus Marinka. "Sekarang, saya mau jujur ke kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
It Starts with Hello
RomantikPrioritas Marinka adalah pekerjaan walau masih melajang di umur tiga puluh tiga. Saking sibuknya, Rodheus saja yang orang bilang suami-able hanya berakhir jadi TTM, apalagi Ardeen, personel boyband Victory yang keras kepala? *** Marinka tidak menyan...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir