"Barangnya sudah ini aja, tidak ada yang tertinggal kan?" tanya bang Fathan sambil mengangkat barang bawaanku menuju mobil. Aku hanya terdiam, lalu mengangguk.
Jujur, aku masih betah dirumah. Apalagi ada bang Fathan aku masih ingin dirumah saja. Tapi jatah liburan sudah sangat kritis, Ayah tidak mau jika nanti aku terkena takjiran dari pondok. Ayah begitu menerapkan kedisiplinan.
"Jangan cemberut gitu dong" bang Fathan meraih pipiku dan mencubitnya gemas. Aku mendengus sebal.
"Ih bang Fathan mah, udah ah. Aila jadi makin ngambek nih"
"Loh, mau berangkat kok ngambek segala sih cantik. Harusnya semangat dong" Aila masih ingin dirumah aja bang, teriakku dalam hati.
"Pengen aja" terdengar suara Ayah memanggil, seperti tahun - tahun sebelumnya. Jika aku hendak berangkat ke Jawa atau tempat yang jauh. Ayah akan membacakan doa lalu memegang pucuk kepalaku, meminta kepada Allah untuk selalu menjagaku.
Usai berdoa, kamipun masuk kedalaman mobil melaju ke bandara. Suasana pagi ini lumayan padat, karena jam masuk kerja dan sekolah. Didalam mobil ayah dan bang Fathan terus mengobrol banyak hal, mulai dari kuliah, pekerjaan sampai ke topik pembahasan perihal jodoh.
"Abang udah ada calon belum untuk dikenal kan dengan Ayah dan Bunda?" tanya Ayah. Bang Fathan seketika diam, tidak lagi melanjutkan obrolan seakan topik yang di pilih Ayah adalah hal yang tidak ingin dibahas.
"Belum yah, belum ada yang cocok di hati abang" balas bang Fathan akhirnya. Ayah hanya menimpali dengan senyuman.
"Tidak apa, abang fokus aja kuliahnya dulu dan sukses baru setelahnya menikah"
"Iya, bunda juga belum siap untuk melepas pangeran kecil bunda" ucap bunda nimbrung.
"Kalau putri kecil ayah ini sudah banyak sekali yang ingin menjadikannya istri, iya kan Aila?" tanya ayah tiba-tiba. Aku hanya tersenyum kikuk.
👌
"Hati hati ya, jangan lupa selalu berdoa minta perlindungan Allah" pesan Ayah didepan pintu keberangkatan.
"Iya Ayah, doain Aila juga ya" aku pun memeluk satu persatu malaikat hidupku. Aku ingin sekali menangis rasanya, aku masih ingin berada dirumah saja. Tapi ya sudahlah, aku tidak boleh merengek seperti anak kecil lagi. Bahkan ini adalah tahun ke-enam aku mandiri hidup diranah jawa.
Aku berjalan sambil mendorong troli, menoleh melihat lambaian orang-orang yang aku sayang. Aku pun masuk.
Suasana Bandara pagi ini memang ramai sekali, karena pasti banyak dari golongan pelajar dan mahasiswa yang berangkat menuju tempat mereka dimana belajar. Banyak yang rombongan atau hanya berdua, intinya tidak sendiri seperti aku. Aku biasanya akan menjadi manusia humble yang akan mengajak kenalan. Tapi tidak tahu untuk sekarang, aku ingin mengirit bicara dulu. Aku mendorong sedikit troli menuju loket yang tertera sama dengan tiket yang aku pesan. Terdiri dari dua baris, tapi sayangnya posisiku sangat tidak baik.
Didepan ada rombongan pemuda menggendong ransel dan koper besar ditengah mereka, sedangkan di belakang ada sepasang pengantin baru.
Duh, kenapa diposisi seperti ini sih. Aku menggerutu, ingin mundur tapi susah karena harus mendorong troli. Akhirnya, aku hanya diam sambil maju perlahan jika satu persatu rombongan pemuda itu selesai menyelesaikan registrasi tiketnya.
"Hay" aku menoleh.
"Eh, hay" jawab ku sedikit kaku. Orang yang baru saja menyapaku adalah seorang perempuan yang sangat cantik. Rambutnya panjang, wajahnya putih bersih dan memiliki senyum yang sangat manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
it's Okay
Teen FictionBukan hanya tentang cerita mengenai cinta, melainkan banyak hal. Tentang perjalanan, perjuangan, sahabat, pergi dan kehilangan. Banyak mengajarkan bahwa hidup itu tidak selamanya akan bahagia dan sedih, semua itu ada porsi nya masing-masing. ______...