#It's Okay, Pertanyaan Yang Sama.

89 23 12
                                    

Udara pagi di kompleks selalu begitu tampak indah, langit yang begitu cerah, sinar mentari yang begitu menghangatkan. Sehabis shubuh aku sempatkan untuk murojaah hafalan diteras rumah, sembari menanti matahari terbit. Baru setelahnya bangkit untuk membantu bunda membereskan rumah.

Ini sudah minggu kedua liburan dirumah, rasanya banget enggak terasa. Baru kemaren rasanya aku begitu payah dibandara menyeret koper yang begitu berat, belum lagi ditambah dengan kardus, tas selempang dan oleh-oleh dari jawa. Dan ternyata minggu depan aku sudah harus kembali berangkat karena waktu liburan sudah mendekati masa kritis.

"Ka, udah selesai belom murojaah nya? " suara lembut dari arah pintu yaitu bundaku tersayang. Aku di panggil kakak padahal aku adalah anak bungsu, karena dulu aku sempat punya adik tapi adik sudah kembali lebih cepat ke hadapan Allah.

"Bentar lagi bund, kenapa?" balas dan pertanyaan sekaligus. Karena aku tahu jika bunda demikian pasti ada sesuatu.

"Nanti kamu ke warung ya, minyak goreng di dapur habis soalnya" pesan bunda lembut. Aku pun meng-iyakan dan meneruskan murojaah.

Setelah selesai aku menghampiri bunda didapur yang sedang mengiris bawang, aku hendak membantu tapi bunda sudah terlebih dahulu mengingatkan. "Ambil uang aja gih, terus ke warung soalnya bunda udah harus buat sarapan buat ayah"

"Iya bund" aku mengambil uang yang dimaksud bunda lalu memanaskan scoopy biru pastelku. Ini adalah hadiah dari ayah, padahal ayah tahu kalau anak gadisnya ini hanya dirumah satu tahun sekali tapi ayah tetap ingin membelinya.

Aku berpamitan sebelum berangkat ke warung, lalu mulai melajukan scoopy pelan. Rumahku berada di ujung gang, jadi aku harus melewati banyak rumah yang berjejeran baru setelahnya keluar dari gang. Ternyata suasana pagi ini begitu ramai, banyak para jualan sayur keliling yang berhenti di rumah-rumah dan banyak ibu-ibu juga yang membeli sayur disana. Aku sesekali tersenyum saat berpapasan dengan orang, karena hanya satu tahun sekali ada di rumah. Seringkali orang tidak mengenaliku, wajar sih karena mungkin wajahku sudah tidak seimut dulu saat masih sekolah dasar. Dasar aku.

Aku berhenti dialah satu warung sembako, ternyata sudah banyak sekali orang yang berada diwarung untuk belanja. Aku tersenyum kikuk, entah harus bersikap bagaimana jika bertemu dengan banyak orang yang mayoritas adalah kaum ibu rumah tangga.

"Mau beli apa mbak Aila?" tanya seorang ibu yang memakai baju piyama berwarna biru. Kalo tidak salah, itu adalah ibunya temenku dulu tapi aku lupa namanya.

"Mau beli minyak goreng, bu" jawabku dengan terus memasang senyum. Ibu lainnya pun turut memerhatikan keberadaanku, ada yang senyum kearahku dan ada pula yang berlalu begitu saja.

"Kalau dirumah mbak Aila ya yang masak?" tanya ibu itu lagi.

"Iya bu, alhamdulillah"

"Wah, udah siap jadi istri ya. Udah punya calon belom mba Aila?" pertanyaan itu lagi. Aku hanya tersenyum kikuk tidak tahu apa lagi yang harus aku jawab, jika bertemu dengan orang pasti selalu saja pertanyaan ini dilontarkan kepadaku. Kalian begitu juga tidak, sih?

"Iya bu, saya yang masak dan masalah siap nya, sepertinya saya belom siap" aku membalas seadanyaa aja lah, karena pasti setelah ini akan ada promosi kaum adam.

"Belum siap kenapa? Karena belom ada calon? Itu anak ibu, dulu sekelas kan sama kamu. Dia belum punya pacar" tuh kan bener. "Tapi ibu memang tidak mengizinkan Rio pacaran, kalo langsung nikah palah ibu ijinkan. Apalagi kalo orangnya itu mbak Aila" mulai deh drama setiap tahunnya. Aku hanya mengangguk paham, padahal aku sebenarnya tidak memiliki kosa kata lagi untuk membalas pertanyaan dari ibu itu.

"Ini mbak Aila, minyak gorengnya" akhirnya ada penyelamat. Aku langsung mengambil alih kantong plastik yang sudah berisi minyak goreng itu.

"Berapa ibu?"

"Delapan belas ribu mbak" aku pun membayarnya dan langsung ingin bergegas. Tapi sebelum itu aku harus berpamitan dengan ibu-ibu disini.

"Saya pamit dulu ya bu, mari bu. Assalamualaikum" aku mundur dari kerumunan manuju scoopy ku yang berjejeran dengan motor lainnya.

"Waalaikumsalam mbak Aila"

Lega rasanya. Selalu saja begitu jika bertemu dengan orang lain, apalagi dengan ibu yang mempunyai anak laki-laki, selalu saja ditawarkan untukku. Jika saja untuk jatuh cinta itu mudah, aku pasti bisa mempertimbangkan salah satu dari mereka. Tapi, sudahlah aku tidak ingin membahas itu sekarang.

Aku langsung melajukan scoopy ku, menikmati angin yang mengibas pelan jilbabku. Aku menatap salah satu rumah dipinggir jalan, senyum ku merekah. Salah satu penghuni rumah itu adalah satu diantara nama tokoh dalam cerita hidupku. Mungkin jika diceritakan akan berjudul begini, "Cinta yang tidak di restui". Tapi, aku disini bukan untuk menceritakan itu, lain waktu saja jika sempat akan aku ceritakan.

Saat mendekati rumah itu, ada seseorang yang keluar. Masih dengan menggunakan kaos oblong putih dan celana diatas lutut berwarna hitam. Rambutnya masih berantakan khas orang bangun tidur. Dia, yang barusan saja aku bahas diatas. Kalian ingin mengetahui namanya, sudah aku bilang lain waktu pasti akan aku ceritakan.

Aku menatap lurus kedepan, menghindari jika tiba-tiba matanya menatap kearahku, meski aku tahu sekarang dia juga sedang menatapku dengan diamnya. Aku tetap berlalu dengan scoopy yang kulakukan sedikit lebih cepat, berbisik perlahan. Terima kasih telah pernah hadir.

👌

Aku sampai rumah dengan perasaan lega, kuparkirkan scoopy di garasi rumah. Lalu, menyusul bunda masak di dapur. Menu hari ini tumis kangkung dan ikan asin, makanan wajib keluargaku ini yang selalu aku rindukan jika berada dipondok.

"Ka, bang Fathan sebentar lagi mau pulang" ucap bunda sambil menuangkan minyak goreng di wajan. Aku menoleh, giliran sudah mendekati masa kritis baru pulang. Kan jadi tidak banyak memiliki waktu bersama dengan bang Fathan.

"Kapan bund?" tanyaku. Tanganku sibuk menuangkan nasi di piring.

"Lusa insyaallah ka" aku menunduk lesu, berarti aku hanya memiliki waktu dua hari dengan bang Fathan karena empat hari lagi aku akan berangkat.

"Emang bang Fathan kenapa pulang bunda? Bukannya masih sibuk kuliah?" aku menutupi perasaan sedihku.

"Abang kangen dengan adik manisnya, makanya dia mau pulang". Kenapa tidak dari hari pertama liburan saja sih pulangnya?

Aku hanya diam sambil mengaduk nasi, bunda memperhatikan sikap ku dengan senyum. "Pasti karena kakak udah mau berangkat ya, jadi tidak memiliki waktu banyak dengan abang ya?"

"Iya bund, bang Fathan kan udah janji mau ajak kakak ke gramedia" ucap ku mengingat janji bang Fathan sebelum aku berangkat kepondok. Sampai sekarang janji itu belum ditepati karena bang Fathan juga sibuk kuliah.

"Nanti kalau abang pulang pasti ajak kakak ke gramedia. Udah yuk, ayah udah nungguin" aku pun mengikuti bunda sambil membawa nampan berisikan sayur yang baru saja di masak bunda. Aku jadi teringat ucapan ibu tadi diwarung, wah udah siap jadi calon istri ya. Apa aku sudah siap ya? Kayaknya belom deh.

👌

Assalamualaikum sahabat pembaca
Selamat datang diceritaku ya
Jangan lupa tinggal jejak kalian ya
Vote dan komen nya
Di tunggu
Salam sayang😘

Jangan lupa baca Al Quran hari ini.

Marhaban ya Ramadhan
LatifatulKhoiriyah

it's OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang