09 : Mengapa¿

22 13 0
                                    

Mayla segera tersadar dari lamunannya setelah mendapati seorang Rafi di depannya "Hah lo?"

"Lo, lo apaan?"

"Lo ngapain disini?"

"Heh yang ada gue yang nanya lo ngapain disini"
"Ini rumah gue, ya gue tinggal disini lah"

"Jadi ini rumah lo" tanya Mayla masih tak percaya.

"Bukan, gue disini kerja. YA IYA ini rumah gue"
"Lo bisa pergi dengan baik-baik ga atau mau gue usir?"

"Lo kenal-" Mayla segera menyadari kesalahannya. Jika saja Mayla tak menghentikan ucapannya sebuah rencana besar akan terbongkar.

"Kenal siapa?"

"Ga lupain aja"

"RAFI ADA TAMU YA?"

"IYA, TAMU TAK DIUNDANG"

"SURUH MASUK"

"GA USAH MA, UDAH BALIK"

"Lo bisa pergi ga?"

"Pelit amat si"

"Terserah ya kalau nanti lo pulang-pulang ketemu kunti dan kawan-kawannya"
"Asal lo tahu aja, rumah ini bekas kuburan dan ada satu yang ngikutin lo"

"Lo-pikir-gue-anak-kecil-ha?"

"Jangan salahin gue kalau ada apa-apa"

"Bawel, iya gue pulang" Mayla lari terbirit-birit. Mau saja dikibulin Rafi.

Angin malam berhembus, memberi kesan menusuk pada leher. Membuat bulu kuduk berdiri seketika. Rafi hanya bercanda, tidak bermaksud mengundang kedatangan mereka.

Semerbak bau sate melilit hidung, tambah horor saja suasananya.

Krincing

Krincing

Krincing

Detik ini juga secepat kilat Rafi masuk ke dalam rumah.

"TE SATE...TE SATE"
"Biasanya Ibu rumah ini beli sate, memang tidak seharusnya menanti yang tidak pasti" katanya sambil menggelengkan kepala.

"Heh abang ini mau beli sate"

"Iya tunggu mba" jawabnya lantas pergi menuju rumah sebelah.

Namanya Bang Imron, penjaja sate langganan Mama Rafi. Tak setiap hari mengitari jalan ini, hanya hari Senin saja.

○○●●○○

Rebahan menjadi hobi banyak orang. Berbaring, sudah hanya itu saja... namun sangat nikmat. Apalagi untuk melepas penat setelah seharian.

"Gue kenapa ya?"
"Sial gue bicara sendiri"

Merutuki diri sendiri, bingung akan jalan yang ia ambil. Semakin membingungkan saja tiap harinya. Terus-menerus mengetuk kecil bibir, harap sebuah jawaban melintas di otaknya.

"Awalnya dia nabrak gue, habis gitu gue ngejar dia"
"Tanpa alasan"
"Mengapa?"

"Lah gue kenapa dong"
"Gue gila kalau gini"

"RAFI LO KENAPA Si!" teriaknya.

"WOY INI MALEM, TERIAK-TERIAK AJA LO. DI SINI ADA ANAK KECIL" balas teriak orang dari rumah sebelah.

"MAAF BANG MAAF"

Rafi memijat-mijat dahinya, sekali lagi ia merutuki perbuatannya "Untung orang rumah pada tidur"

Rafi bergerak mengambil ponsel lantas mencari-cari nama seseorang.

"Halo mabro, tumben lo... Masi inget saudara?"

"Ye rese"

"Kenapa? Cewek?"

"Buset, tau darimana lo?"

"Diki mah hebat dalam segala hal"

"Halah, jadi gini gue ga tau lagi kenapa. Awalnya ada cewek yang nabrak gue, terus habis itu gue ngejar dia tanpa alasan"

"Wah wah"

"Kenapa"

"Lo kena jampi-jampi Fi"

"Hah serius lo Dik"

"Ya kaga, bentar lo beneran gatau kenapa bisa gitu"

"Kalau gue tahu ngapain gue nanya lo Diki Marwan Hermansyah"

"Masi inget nama gue Lo? Bwahahaha.. nih ya dengerin"

"Iya"

"Kalau lo gatau apalagi gue? Tambah gatau Fi"

"Sial, percuma gue boros kuota"

"Aki--" belum selesai berbicara sambungan sudah terputus. Tentu saja Rafi yang melakukannya.

"Lah gajelas ini anak"

"Siapa Ki?"

"Rafi Bu, biasa urusan cewek" jawab Diki.

"Loh Rafi bukannya sudah menikah?"

"Ha? Darimana Bu, pacaran aja belum"

"Masa sih, kayaknya kita harus liburan ke sana deh"

"Ye Ibu, Diki kan masih kuliah"

"Ya kapan-kapan"

○○●●○○

Tidur mungkin menjadi salah satu cara efektif untuk melupakan sesuatu bagi Rafi.

"Rafi, rafi, ga kangen?"
"Aku disini"
"Rafi kacang rese!"

"Bangun kebo!"
"Yah dasar, harus dikasi pelajaran ni biar tau rasa"

"Nanti kita jalan jalan deh"
"Janji!!"


Kita Dan MahameruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang