Bab 2

168 38 6
                                    

Semua manusia selalu memiliki celah sama sepertiku dan kamu.

Kamis adalah hari yang akan Berlyn benci, mengapa? Karena hari kamis bertepatan dengan pelajaran olahraga yang sangat Berlyn benci. Fisik Berlyn tidak bagus untuk olahraga ia akan mudah kelelahan. Berlyn menghela nafas dalam-dalam.

" jangan suka menghela nafas nanti cepet mati," Suara yang sangat familiar membuat Berlyn menoleh melihat siapa pemilik suara itu. " Ryan," Ryan memantulkan bola basketnya lalu menatap Berlyn. " kalau gak bisa olahraga duduk aja, kalau lo pingsan siapa yang mau angkat,"

Berlyn mendengus mendengar pernyataan Ryan. " kan kamu ketua tim basket," Ryan mengangkat salah satu alisnya. " jadi kalau gue ketua tim basket kenapa?"

" ih... Whatever," Ryan tertawa melihat ekspresi kesal gadis di hadapannya. " jangan ngambek gue jadi tambah suka sama lo," Ryan mencubit pipi Berlyn dan mengusap kepalanya lalu pergi meninggalkan Berlyn dengan wajahnya yang memerah.

" sekalinya ganjen emang ganjen," Sebuah suara membuyarkan lamunan Berlyn. Beberapa gadis mendatangi Berlyn dengan Audrey yang berada di dekat mereka. " Audrey, lo emang gak tau kalau saudara lo ganjen banget?" Hani menatap Berlyn dengan tatapan meremehkan.

" aku gak ganjen!"
" heh murid baru... Nyadar dong posisi lo sekarang,"

Berlyn menatap kerumunan gadis yang berada di depannya. Ah... Apa ia akan mendapat masalah? Dengan ragu-ragu Berlyn menatap Audrey berharap saudaranya itu membantunya. Tapi... Tatapan mata Audrey yang dingin membuat Berlyn yakin, ia dalam masalah sekarang.

Dengan susah payah Berlyn membalas tatapan Hani. " aku gak ngerti maksud kamu apa, tapi aku gak pernah buat masalah sama kamu jadi kamu gak usah ganggu aku,"

Suara tawa mulai terdengar, tawa yang merendahkan Berlyn terdengar begitu jelas di telinganya. Hani mulai mendekati Berlyn lalu mengusap pipi Berlyn dan mencengkramnya keras. " lo bodoh atau naif? Gue peringatin sama lo, gak usah deket-deket sama Ryan. Yah kalau lo masih gak dengerin omongan gue... Gue bakal siapin hadiah kok,"

" aku gak ngerti, apa salahnya kalau aku berteman? Kalau kamu suka sama Ryan kan kamu bisa bilang sama di--" Hani mencengkram baju Berlyn dan menatapnya membuat Berlyn ketakutan akan hal itu. " lo gak bisa diingetin baik-baik rupanya, kalau lo gak dengerin perkataan gue. Gue bisa buat lo malu untuk berjalan di luar rumah lo ngerti?"

Hani melepaskan cengkramannya lalu menepuk tangannya seolah-olah memegang Berlyn adalah sebuah kotoran. " Aih tadinya gue gak mau turun tangan langsung tapi lo bikin gue marah, jadi jaga sikap lo!" Hani tersenyum sinis lalu tertawa bersama teman-temannya.

" Kamu tidak boleh begitu,"

Suara tawa Hani dan gengnya berhenti dan mereka menatap Berlyn yang berdiri menatap mereka dengan kesal. " Kamu mungkin bisa menggunakan kekuasaan dan jabatan orang tua kamu untuk menjatuhkan aku, tapi kamu juga cuman manusia. Kamu pasti punya kelemahan jadi jangan manfaatkan kelemahan orang lain hanya karena kamu tidak ingin melihatnya, karena kamu tidak ada bedanya dengan penjahat!"

Hani tertawa lalu menyeringai. " lo cari mati rupanya," " mungkin ini terdengar kuno, murahan, apapun itu. Tapi ingat saat ini kamu mungkin sedang berada di atas, tapi roda kehidupan akan selalu berputar dan akan ada saatnya kamu berada di bagian bawah roda,"
*
*
*
*

Berlyn merebahkan dirinya di atas kasur. Hari kamis... Benar-benar hari yang buruk untuknya. Dia tidak tau bagaimana ia akan menghadapi Hani dan teman-temannya besok di sekolah. Pikirannya terlalu banyak dipenuhi oleh masalah lain. Sebuah bingkai foto menarik perhatiannya. Sebuah foto 2 anak gadis dan seorang anak laki-laki menunjukkan bahwa mereka adalah saudara yang akur.

Dengan hati-hati Berlyn mengusap foto itu. Foto itu memang harmonis sama seperti dirinya dan saudaranya beberapa tahun yang lalu. Tapi masalah mulai berdatangan tanpa bisa dicegah oleh siapa pun. Terkadang ia bertanya-tanya kenapa ia harus ada di posisi itu. Tetapi mau di pikirkan berapa kali pun Berlyn hanya bisa pasrah dan menerima kenyataan bahwa ia memang sudah harus ada di posisi itu.

Berlyn selalu yakin bahwa Tuhan tidak pernah memberi cobaan yang melebihi batas kemampuannya. Dan yang Berlyn lakukan hanya bisa menerima dan berusaha sabar saat masalah datang.

PRAAANG... Terdengar bunyi keramik pecah dari lantai 1. Dengan cepat Berlyn mengunci pintu kamarnya dan terduduk.

" kamu gila! Bisa-bisanya kamu memberikan semua uangmu pada wanita itu! Aku istrimu! Aku istrimu!"
" alah diam kamu! Apa gunamu sebagai istri!"
" jahat kamu mas! Tanpa aku kamu gak akan bisa dapat posisi direktur! Semua kekayaan kita ini hasil kerja keras aku juga!"

PLAAK... Berlyn memejamkan kedua matanya lalu memegang pipinya. Ah... Padahal bukan dirinya yang ditampar tapi ia merasa kesakitan.

" ha! Kamu nampar aku mas? Jadi kamu lebih pilih wanita penipu itu daripada aku? Jawab aku mas!"
" iya! Aku lebih pilih dia daripada kamu dan keluargaku! Karena itu kita pisah saja,"

CEKLEK... Terdengar bunyi pintu yang terbuka. " Papa mau pergi? Kalau begitu Audrey ikut papa," Berlyn langsung tersadar dari lamunannya. Kembarannya Audrey akan ikut bersama papanya? Di situasi seperti ini? Berlyn tertunduk diam tidak dapat berkata sepatah kata pun ataupun keluar dari kamar.

" A... Audrey kamu bilang apa nak?" Linda bersimpuh memegang tangan Audrey sembari menahan air matanya. " mama gak denger? Audrey bilang audrey mau ikut papa!" Linda menitikkan air matanya. " kenapa nak? Kamu lebih pilih papa daripada mama?"

Audrey menepis tangan mamanya. " iya, Audrey gak bahagia kalau ada di dalam rumah ini!" Audrey menatap Papanya. " aku boleh ikut papa kan?" Henry tersenyum menatap anaknya lalu mengelus kepala Audrey. " kamu boleh ikut papa kapan saja," Audrey mengangguk lalu segera mengambil kopernya dan meninggalkan rumah bersama Henry papanya.
*
*
*

CEKLEK... Berlyn membuka pintu kamarnya dan segera memeluk mamanya yang masih bersimpuh di lantai. Sang mama menangis di pelukan Berlyn menandakan bahwa dirinya sangat terluka. Katakanlah Berlyn pengecut karena dia hanya diam saja melihat mamanya yang diperlakukan seperti itu. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Ia masih kecil dan tidak tau apapun. Berlyn memejamkan matanya.

" maafin Berlyn ma... Berlyn gak bisa cegah papa dan Audrey pergi," Linda mengusap air mata Berlyn lalu menggelengkan kepalanya. " ini bukan salah kamu nak, ini salah mama. Kamu masih kecil kamu gak tau apa-apa maafin mama," Linda memeluk tubuh anaknya itu. Berlyn lagi-lagi memejamkan matanya. Hangat. Tidak apa-apa semua akan baik-baik saja.

Berlyn menatap pintu rumahnya yang terbuka. " kak Rey... Kalau kakak ada disini, apa yang akan kakak lakukan?" Berlyn menitikkan air mata. Dia harus istirahat banyak hari ini.
*
*
*
*







Yaho! Vomment cerita ini kalau kamu suka.
Kalau gak suka... Skip aja yah •_•

Au RevoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang