Bab 3

168 34 5
                                    

Menjaga rahasia itu sangat sulit seperti menampung air dengan tangan.

Berlyn melangkahkan kakinya dengan tidak semangat menuju SMA Garuda. Terlalu banyak masalah yang melanda dirinya hingga ia pusing. " hah... Padahal gue baru aja sekolah disini beberapa hari," Berlyn menggerutu kesal. " lo aneh," sebuah suara mengejutkan Berlyn, Ryan menatap Berlyn dengan wajah datar.

" a... Aneh gimana maksud lo?" Ryan mengangkat salah satu alisnya. " kok lo sekarang pakai lo gue? Bukannya aku kamu?" Berlyn mengerjapkan matanya beberapa kali. " hah? Apaan sih mungkin kamu salah denger aja kali," Ryan tersenyum lalu mengelus kepala Berlyn. " dasar gadis aneh,"

Setelah berkata seperti itu Ryan pun menarik tangan Berlyn memasuki SMA Garuda.

" eh liat deh, si Ryan masuk sama si ganjen,"
" ganjen banget didikan ortu kali,"
" ortunya dah cerai haha,"
" hah yang bener lo?!"
" yoi, akun **** kan selalu bener,"
" wah pantes tuh cewek gak ada malu,"
" kalau gue sih udah pindah sekolah kali ya,"
" dia udah tebal muka hahaha!"

Berlyn mengepalkan tangannya mendengarkan cemohan yang tertuju pada dirinya. Orang tuanya cerai? Siapa yang membocorkan itu? Tidak ada yang tau tentang masalah keluarganya selain ia dan Audrey. Apa jangan-jangan Audrey? Berlyn menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Audrey bertindak ceroboh begitu! Tapi...

Ryan mengenggam erat tangan Berlyn membuat Berlyn menatap Ryan. " lo gak usah dengerin kalimat gak bermutu, buang-buang waktu," sebuah senyum kembali muncul di wajah Berlyn. " makasih Ryan," Ryan mengusap kepala Berlyn lalu mereka berjalan bersama menuju kelas.
*
*
*

" yah... Kasian ya lo, bokap nyokap lo cerai gimana dong lo?" Hani berdiri di depan pintu kelas sembari memainkan kukunya. " lo punya banyak waktu ya?" Berlyn menatap Ryan kaget. Suara Ryan benar-benar dingin sepertinya Ryan sangat kesal kali ini. Hani memperbaiki posisinya lalu merapikan rambutnya.

" Ry... Ryan kalau buat kamu sih waktu aku banyak," ucap Hani dengan wajah tersipu. " kamu mau gak jalan sama aku?" Hani memeluk lengan Ryan manja.

" siapa yang mau jalan sama orang kayak lo!"

Setelah berkata seperti itu Ryan dan Berlyn masuk ke kelas dan duduk di tempat mereka seperti biasanya. Berlyn menatap Hani yang masih berdiri di tempatnya dan hanya bisa terdiam, mungkin karena malu ataupun terlalu kaget? " jangan marah," Ryan menatap Berlyn. Berlyn mengelus kepala Ryan. " kan aku yang diejek kenapa kamu yang marah?"

Ryan menghembuskan nafas kasar. " lo terima diejek gitu?" Berlyn menaruh tangannya di kepala seakan-akan sedang berfikir keras, Ryan tertawa melihat tindakan lucu Berlyn. " hm... Gak terima sih, tapi mau gimana lagi? Aku kan bukan orang yang berpengaruh banget kayak kamu. Yah... Aku bukan siapa-siapa lagi sekarang,"

TAK... Berlyn mengelus kepalanya dan meringis kesakitan karena dipukul oleh Ryan. " ih... Sakit tau!" Ryan mendengus mendengar perkataan Berlyn. " cuman pelan kok, dan lagi gue nggak mau denger lo ngomong kayak gitu lagi," Berlyn menatap Ryan bingung. " kayak gimana?"

" gue bukan siapa-siapa lagi, gue nggak mau denger lo ngomong kayak gitu oke? Karena lo berharga buat orang lain jadi jangan rendahkan diri lo sendiri..."

Bel istirahat telah berbunyi, Berlyn menarik tangan Audrey menuju ke taman belakang. " apaan lagi sih!" Audrey menepis tangan Berlyn. " kamu! Kamu yang nyebarin kalau orang tua kita udah cerai?" Audrey menatap Berlyn dengan malas.

" aku tau kamu benci aku sama mama tapi harus banget sampai begini?!"

" lo salah paham deh," Berlyn menatap Audrey. " salah paham? Apanya yang salah paham? Jelasin sama aku!" Audrey menatap Berlyn tak suka sembari berkacak pinggang.

" Gue! Buat apa gue sebarin berita itu? Gue malah malu sekarang. Gue gak tau mau taruh dimana muka gue! Dan lagi... Berhenti bersikap seakan-akan lo yang paling tersakiti, lo belum sembuh rupanya,"

" Audrey... Aku gak gila!" Audrey tertawa sinis. " gak gila? Kalau lo waras lo gak bakal bunuh kak Rey! Gara-gara lo! Hidup gue gak pernah tenang, dan sekarang lo pura-pura seakan lo yang paling disakiti iya?!" Audrey mendorong Berlyn hingga terjatuh.

" gue harap kedepannya lo gak usah deket sama gue. Gue gak suka ada lo di sekitar gue," Berlyn hanya bisa menatap Audrey tanpa berkata sedikit pun. " lagi-lagi lo hanya bisa diam seperti orang bisu,"


Berlyn menutup matanya menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Ia pernah melakukan hal konyol dengan saudaranya dulu... Ah... Apa yang sedang Berlyn pikirkan, padahal hanya hal kecil saja, tapi dirinya begitu mudah mengingat masa kelam itu.

" dingin," Ryan menyampirkan jaketnya pada tubuh Berlyn. Berlyn menelungkupkan wajahnya, ia tidak mau terlihat buruk di hadapan temannya itu. Keduanya hanya diam menikmati angin yang bertambah dingin. " lo ngapain di rooftop sekolah sore-sore?" Berlyn hanya menggelengkan kepalanya.

" hanya... Ingin menenangkan diri," Ryan menyandarkan kepalanya di bahu Berlyn. " ketika kehidupan mulai menghadapi masalah kadang kita memilih cara tercepat untuk menyelesaikan masalah itu," Ryan menatap Berlyn. " apa cara tercepat?" " meninggalkan dunia ini,"

" itu bukan cara tapi melarikan diri, memang hidup ini rumit seperti memecahkan sebuah kasus, tapi apa yang lo rasakan begitu lo dapat memecahkan kasus itu?" Berlyn memandang lurus tanpa ingin menatap Ryan. " jangan lihat hidup berdasarkan kesedihan, karena kalau lo berpatokan pada itu lo gak akan bisa mendapat kebahagiaan,"

" kebahagiaan ya..." Ryan menarik tangan Berlyn menuruni tangga sekolah dan membawa Berlyn naik ke mobilnya.

" kita mau kemana?"
" ke sebuah tempat yang bikin lo lupa akan masalah lo,"
" tempat seperti apa?"
" tempat yang gue yakin lo udah lama gak kesana,"

Mobil Ryan meninggalkan kawasan sekolah dan menuju ke tempat yang di maksud oleh Ryan.

" Timezone?" Ryan menarik tangan Berlyn memasuki tempat permainan itu. " disini lo gak akan inget masalah lo! Jadi have fun aja," Berlyn terdiam tetapi ia tersenyum tipis. Beruntung sekali dirinya bertemu dengan Ryan, teman yang selalu ada untuknya. Ryan benar aku hanya perlu melepaskan amarahku di tempat ini batin Berlyn.

Ryan dan Berlyn memainkan hampir seluruh permainan. Mereka sangat akrab dan sesekali melemparkan lelucon yang membuat suasana lebih seru. Tanpa mereka sadari, seorang gadis memotret mereka sembari tersenyum senang. " kalian bisa bersenang-senang sekarang, well aku gak sabar lihat gimana reaksi mereka besok," gadis itu memasukkan kameranya ke dalam tas lalu meninggalkan mall itu.
*
*
*

Ryan mengantarkan Berlyn sampai ke depan rumahnya. Berlyn menundukkan kepalanya sedikit tanda bahwa ia berterima kasih. " kamu habis ini jangan kemana-mana langsung pulang!" Ryan tertawa kecil. " lo kayak pacar yang ngingetin cowoknya,"

Pacar? Entah mengapa jantung Berlyn berdegup dengan cepat dan ia merasa wajahnya juga panas. Ryan menatap Berlyn lalu memegang wajahnya. " eh? Lo baper?" TAK... Berlyn menepis tangan Ryan dari wajahnya. " e...enggak! Siapa juga yang baper!"

Ryan mengangkat sebelah alisnya. " padahal gue seneng kalau lo beneran mau jadi pacar gue," Deg... " a... Aku masuk dulu,hati-hati di jalan," Berlyn berbalik dan memegang wajahnya yang terasa panas.

" Berlyn!" Berlyn berbalik dan menatap Ryan yang masih menatapnya lekat. " jangan lupa mimpiin gue,"
*
*
*





Yaho! Rada bingung mau nulisnya gimana nih? Kasih saran kalian ke aku ya! Vomment kalau kalian suka!
Kalau gak suka... Skip please •_•

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Au RevoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang