Warning!
Seperti biasa penistaan besar-besaran
terjadi pada tiap charaTentunya diikuti OOC yang sangat tak berakhlak
Mohon untuk menahan hujatan Anda sampai akhir part:>
.
.
.oOo
"Gabuuuttt!"
"[Name]! Gua gabut nihh... "
Aku menyingkirkan kepala Oikawa tanpa mempedulikan rengekannya yang sudah absen dari A sampai Z. Saat ini aku tengah berada dalam pertarungan serius, yang melibatkan harga diri dan masa depan.
Musuh terbesar yang paling kubenci.
Seringkali aku berhadapan dengannya dan mati kutu. Tapi sekarang aku sudah bertekad untuk menyingkirkannya, dia yang sudah lama jadi batu sandunganku meraih skor sempurna.
Matematika.
Satu-satunya bentuk perwujudan kebencianku pada dunia pendidikan adalah deretan angka yang saling terhubung, melihatnya saja sudah membuat mataku ngilu. Apalagi menjawabnya, auto jadi nutrijell otakku.
"Huaa... Gabut... "
Si Kampret Oikawa kini berguling-guling di lantai tempat kami lesehan. Aku masih mengabaikannya, fokus memelototi lembar soal setebal kamus bahasa wakanda. Sesekali dahiku berkerut berkonsentrasi, karena semakin lama... Soal-soal yang tadi kubaca makin mirip aksara Mars dan tak kutemukan terjemahannya.
"Lu pikir dipelototin begitu bakal keluar jawabannya? Yang ada copot itu biji mata," bosan mengcosplay ulet keket. Dia kini menopang dagu, ikut melihat lembar soal.
"Diem."
Masih berpikir, tiba-tiba layar laptopku menunjukkan notif pop-up, tugas essai dan merangkum materi sejarah.
"Tau ah!"
Aku merebahkan diri, mengucek mata.
"Makanya jadi siswa kaya gue dong. Populer, ganteng, atletis, pinter-"
"Narsis" potongku.
Mengambil ponsel, lagi-lagi notif pertama yang kubaca adalah serentetan pidato para depkolektor tugas. Napas berat menghembus keluar, sungguh... Untuk kapasitas otakku yang cuma beberapa giga, ini sangat memberatkan...
"Nee~ ngabuburit kuy..."
Mulai lagi, Oikawa berbaring menelungkup disampingku yang sedang telentang. Dia menopang wajah dengan senyum lebar, jika divisualisasikan dalam manga... Pasti ada dua telinga anjing dan ekor yang mengibas di belakang. Mendengar ajakannya, aku mengernyit.
"Wegah" jawabku berguling miring.
"Ishhh, 'kan gue cuma ngajak ngabuburit... Bosen tau. Lagian pamor gue disini kalah sama LKS elu," katanya sambil cemberut.
"Ogah ah, kalo mau ajak yang lain kesini. Rumah mereka juga nggak jauh-jauh amat, yekan?" aku memberi saran.
Aku dan si gumpalan narsis ini bertetangga, bisa dibilang teman masa kecil. Dia sudah sering nyelonong keluar masuk rumahku, dia sering membawa gengnya juga. Jadi aku kebal dengan segala kericuhan yang mereka bawa.
"Okeey~"
Aku melirik ponsel, membuka aplikasi, kemudian masuk grup yang sudah rusuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISEKAI CROSSOVER
RandomKetika kamu jadi bagian keseharian para cogan dari dimensi lain:) Sama seperti hidup yang penuh coreng moreng layaknya lukisan abstrak, hidupmu bisa seindah serta semanis gulali sewarna rambut Ramuda. Tapi kebanyakan juga absurd penuh kegajean. Ser...