BₐGᵢₐₙ 10🌟

121 28 3
                                    

Nyeri, sesak, dan perih. Entah apa yang sedang terjadi kepadaku tetapi aku yakin sekali hampir terbunuh untuk kesekian kalinya. Matahari muncul dibalik awan mendung, kilatan petir menghilang begitu saja, gerimis berjatuhan, perlahan mengenai pucuk kepalaku. Aku duduk diatas tanah basah yang masih sedikit hangat yang kupikir kehangatan itu berasal dari sambaran petir. Tubuhku lemas, tenagaku sedikit berkurang.

Zuko duduk di sisi kiriku, menunduk, wajahnya terutama pipinya berwarna merah, itu bekas pukulan petir dari kepalan tanganku. Daripada merasakan sakitnya sengatan petir, Zuko lebih merasa bersalah karena telah membuatku marah. Ia bahkan tak henti hentinya mengucapkan kata 'maaf'. Dan tidak semudah itu aku mampu memaafkannya.

Di sisi kanan aku melihat Lana terlihat sedang berbincang dengan monster yang tadinya melahap Zuko masuk kedalam perutnya. Aku masih berusaha memikirkan bagaimana caranya seorang bernama Luna ini bertransformasi menjadi Lana. Aku menanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi dan Lana menjawab itu susah dijelaskan, jelas sekali dia menyuruhku untuk diam dan tidak menanyakan apapun tentang dirinya,

"Baiklah, kalau begitu apa yang telah terjadi padaku? Aku tidak bisa mengingat dengan jelas kecuali disaat Zuko mencekik dan menghajarku habis-habisan,"

"Maafkan saya Putri,"

"Singkat saja, sesuai dengan apa yang aku perhatikan.. kau dirasuki oleh arwah pendendam, dan arwah itu adalah seorang.." Lana menjelaskan tapi aku sengaja memotong di pertengahan kalimat.

"Pengendali elemen petir. Dia berada di dalam tubuhku saat ini, kekuatannya secara otomatis tersedot dan secara permanen menjadi milikku, aku, Aksara. Pernahkah kalian berpikir bagaimana bisa dengan konyolnya seorang manusia ini mempunyai dua label?--"

"Label?"

"Oh ayolah, Aksara dan pengendali Element,"

"Tapi itu bukan bagian yang terpenting putri--"

"Hei, aku tidak menyuruhmu berbicara!" getakku pada Zuko.

"Kau sedang memarahi seseorang yang lebih tua, kau sadar?"

"Aku tidak peduli!!"

Lana menatapku terheran, memiringkan kepalanya ke satu arah, "Kau kenapa?"

"Apanya?"

"Kau berteriak secara tiba-tiba,"

"Aku tidak.. ah sudah lah lupakan, "

Lana benar-benar tidak mengerti jalan pikiranku, bukan Lana saja Zuko dan bahkan monster bayangan itu. "Seperti yang Zuko katakan.. memang benar, label Element bukanlah bagian terpentingnya,"

"Lalu?"

"Penulis,"

"Kau sedang menyebut Penulis para Aksara?"

Lana mengangguk yakin, "Si pemilik Element petir itu telah dikelabuhi oleh Penulis Aksara untuk mengumpulkan kekuatan dari segala klan,"

"Kau membuat Penulis Aksara terdengar sangat jahat dan mengerikan,"

"Memang itu kebenarannya,"

"Padahal kau tidak pernah bertemu dengannya,"

"Kita akan menemuinya,"

"Yakin sekali?"

"Tentu saja."

"Lalu?"

Aku berkacak pinggang, menatap Lana dengan sebal, secara Lana terlalu yakin dalam mengatakan sesuatu, aku tidak suka juga dengan cara berbicaranya seolah Lana benar-benar sok tau. Menyebalkan!

ANGKASA|| HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang