Part 3
Hari Minggu. Hari bersantainya para pelajar dan pekerja. Hari dimana mereka bisa berkumpul bersama keluarga dan juga bermain dengan teman-teman. Hari bebas yang hanya terdapat satu kali dalam seminggu.
Cuacanya cerah dan karena semalem turun hujan membuat udaranya terasa sejuk. Cocok untuk menghilangkan stress dan juga berolahraga.
Tapi, disebuah rumah, diterasnya seorang gadis duduk dengan wajah cemberut. Rambut sebahunya dikuncir sebisanya. Sejak subuh, dia sudah bersiap untuk berolahraga, karena biasanya sahabatnya pasti mengajaknya. kerjaan lo kan setiap hari makan sama tidur, makanya biar lo gak gendut gue ajakin olahraga, mumpung libur, kata sahabatnya itu.
Tapi, hari ini berbeda. Sudah lebih dari 2 jam Ryujin menunggu, Mark tidak juga datang ke rumahnya. Biasanya pun Mark menelponnya untuk bangun pagi bagaikan alarm dan bersiap-siap untuk olahraga bersamanya. Tapi, hari ini tidak. Mark tidak melakukan kebiasaannya itu.
Jadi, Mark beneran marah sama gue? Ryujin menghela napas. Mengecek handphonenya lalu menundukkan kepala ketika tidak ada notifikasi apapun dari Mark. Apa gue duluan aja yang ngehubungin Mark? Ngajakin dia main basket. Ryujin merasa idenya bagus. Dia pun mengambil handphonenya dan mencari kontak Mark. Tapi... emangnya dia mau? Putri dari keluarga Shin tersebut kembali mengurungkan niatnya untuk menghubungi sahabatnya dan meletakkan kembali handphonennya di meja. Dasar Ryujin bodoh! rutuknya dalam hati.
Cklek!
"Loh, Ryu, kamu masih disini?"
Pintu rumah terbuka. Seorang wanita dewasa keluar dari rumah dan terkejut mendapati anaknya yang telah berpamitan kepadanya sejak jam setengah 6 untuk berolahraga bersama Mark tengah duduk di teras rumah. Wanita tersebut yang merupakan Ibu dari Ryujin ingin berbelanja ke pasar, membeli bahan pokok karena persediaannya di kulkas telah menipis.
Beliau mengelus lembut rambut anaknya lalu memanggil nama sang anak. "Ryujin,"
Ryujin yang sedari tadi melamun, tidak menyadari keberadaan Ibunya. Elusan sang Ibu membuatnya tersadar dan menoleh dengan ekspresi terkejut. "Loh? Ibu?" Dia keheranan.
Nyonya Shin tersenyum. Beliau mencubit hidung Ryujin gemas. "Hayo pagi-pagi udah ngelamun aja. Mikirin apa sih?"
"Ah Ibu sakit," keluh Ryujin sambil mengusap hidungnya. "Lagian siapa yang ngelamun sih, Bu? Aku nggak ngelamun padahal," elaknya.
"Iya deh iya, Ibu percaya. Terus kenapa kamu masih disini? Kamu gak olahraga sama Mark?"
Mendengar nama 'Mark' disebut Ibunya membuatnya murung kembali. Ibunya memang sudah tau tentang kebiasaan pagi Ryujin dan Mark. Meskipun baru berteman selama setahun, tapi Mark yang hampir setiap Minggu datang dan mengajak Ryujin berolahraga membuat Ibunya terbiasa akan hal itu. Tak jarang juga Mark mampir ke rumah Ryujin untuk sekedar bermain atau mengantarkan makanan.
"Mark marah sama aku, Bu," jawab Ryujin setelah terdiam beberapa saat.
"Mark marah? Wah kayaknya Ibu baru pertama kali denger deh. Soalnya biasanya, 'kan kamu yang sering marah sama dia," komentar Ibu.
"Ih Ibu mah." Ryujin kesal. Namun, dalam hati membenarkan. Iya juga ya, selama ini Mark nggak pernah marah sama gue, malah gue yang sering marah sama dia.
Ibu tertawa kecil. "Udah jangan ngambek dong, putri kesayangan Ibu." Beliau kembali mengelus rambut putrinya. "Ibu nggak akan nanya kenapa Mark bisa marah. Tapi, saran Ibu, kamu sekarang samperin Mark, minta maaf pake cara kamu," ucap beliau.
"Ryu sebenernya pengen ngajak dia main basket, soalnya kalo lagi marah Mark pasti ngajakin Ryu main basket. Tapi,... Ryu takut Mark gak mau, Bu." Ryujin memelankan suaranya di akhir kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For You
Lãng mạnRyu, gue sayang sama lo. Tapi, lo sukanya sama modelan kek Jinyoung. Tapi, tenang, gue bakal nunggu lo kok dan gue akan berusaha terus biar lo lihat perasaan gue. Bahagia selalu, Ryu. Mark adalah seorang laki laki yang suka sama Ryujin tetapi Ryuji...