MANUSIA

129 4 0
                                    

Lampu lampu di jalanan mulai menunjukkan sinarnya, padahal ini masih sore tetapi langit sudah menjadi gelap mungkin akan turun hujan. Setelah hampir seharian berjalan,aku memutuskan untuk mampir di sebuah cafe yang kulewati, tidak terlalu ramai. Aku memilih tempat duduk di pojok pinggir kaca yang menampilkan jalanan yang begitu padat.

"Mau pesen apa mba?" tanya waiters perempuan yang menghampiriku dengan ramah.

"Cafe Latte satu" ucapku seraya tersenyum.

"Ada lagi?" tanya waiters tersebut setelah menuliskan pesananku. Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Ditunggu ya mba" ucapnya masih dengan senyuman sambil berlalu.

Aku mengalihkan perhatianku pada jalanan ibukota yang terlihat padat, mungkin karna sudah masuk musim liburan akhir tahun, kebanyakan orang pergi berlibur meninggalkan kota yang tak pernah berhenti bekerja. Aku tenggelam dalam lamunanku sehingga tak terasa pesananku sudah datang.

"Pesanannya mba, silahkan dinikmati" ucap waiters tersebut masih dengan senyuman yang sama, senyuman yang tulus.

Aku hanya menggangguk sebagai jawaban kemudian ia meninggalkanku.

Kuperhatikan ia yang berjalan menemui customer lain masih dengan senyuman yang tulus, tiba-tiba aku merasa iri apakah ia memang sedang bahagia atau sedang pura-pura bahagia. Jika jawabannya opsi kedua, betapa beruntungnya dirinya bisa membuat orang-orang disekitarnya terhipnotis oleh senyumannya yang tulus.

Kuperhatikan langit yang semakin gelap, semua orang yang berlalu lalang mulai mempercepat langkahnya agar tidak terkena air yang akan ditumpahkan oleh awan. Pikiranku melayang pada serentetan kejadian yang baru kualami.

Namaku Nathia, orang-orang memanggilku Natha. Aku baru saja menyelesaikan masa SMA dan aku merupakan seorang anak tunggal dari pemilik perusahaan terkenal, namun sekarang perusahaan itu mengalami masalah dan terancam bangkrut,hal itu menyebabkan kedua orangtuaku bertengkar hebat.

Mereka meninggalkanku seolah olah aku tidak ada, teman-teman yang selalu menemaniku sudah pergi, bahkan kekasihku sendiri pergi meninggalkanku dengan alasan yang sama.

"Maaf kita gabisa bareng lagi"

Aku menghela nafas lelah berusaha menahan rasa sakit, saat inilah aku membutuhkan seseorang sebagai sandaran, tetapi tidak ada. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk melanjutkan hidupku.

Kualihkan pandanganku pada orang-orang yang berada di cafe ini, tiba-tiba aku melihat segerombolan anak remaja, mungkin umurnya sekitar 19-20 tahun. Mereka sedang berbincang ria sesekali tertawa.

"Ah betapa bahagianya hidup mereka" batinku.

Tiba-tiba aku merasa iri pada kehidupan orang-orang yang seumuran denganku, mereka memiliki segalanya, keluarga, sahabat, dan orang orang yang selalu bersamanya. Aku tersenyum kecut membayangkan itu semua sambil menyesap minumanku.

Kualihkan pandanganku kembali pada jalanan. Di sebrang jalan terlihat segerombolan anak-anak dengan pakaiannya yang sudah tidak layak sambil membawa gitar kecil dan sebagiannya membawa gelas plastik air mineral yang berisi uang recehan. Mereka berjalan menuju halte yang tak terlalu jauh, lalu mereka menghitung uang recehan yang mereka dapatkan, setelah itu mereka tersenyum senang tanpa kusadari, akupun ikut tersenyum.

"Apa mereka memiliki keluarga yang utuh? Apa mereka memiliki tempat tinggal yang baik? Dan bagaimana keadaan hidup mereka, apakah baik-baik saja?" tanyaku dalam hati.

Aku menatap kosong pada cangkir yang sedang kugenggam.

"Baru musibah begini saja aku sudah mengeluh dan menyerah, tapi bagaimana dengan anak-anak jalanan tadi? Apa mereka juga selalu mengeluh dan menyerah? Pasti, tapi mereka tetap bertahan. Bagaimana denganku?" batinku.

"Aku harus membuat rencana untuk menata kembali hidupku" pikirku.

Aku berpikir langkah awal apa yang harus aku ambil sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru cafe. Tiba-tiba aku tertuju pada sebuah papan yang bertuliskan lowongan pekerjaan yang tepat terpampang dekat pintu masuk.

Seperti ada sebuah lampu yang muncul diatas kepalaku memberikan sebuah ide yang membuatku tersenyum. Aku melambaikan tanganku memanggil waiters.

" Ada yang bisa dibantu mba?" tanya seorang waiters laki-laki yang menghampiriku.

"Disini ada lowongan pekerjaan?" tanyaku.

"Ada"

"Saya mau ngelamar, bisa?"

"Mba tinggal isi dan memenuhi persyaratannya" ucapnya sambil berlalu, dan kembali sambil membawa beberapa kertas putih dan sebuah bolpoin.

"Silahkan diisi mba" ucapnya mempersilahkanku kemudian ia berlalu.

Aku tersenyum bermaksud menyemangati diri sendiri dan berharap semoga langkah yang kuambil menjadi langkah yang baik untuk hidupku. Aku yakin semesta mempunyai rencana dibalik semua kejadian dan sekarang aku tahu, yang akan menyelamatkanku disaat jatuh adalah diriku sendiri.

***

Jangan lupa vote dan commentnyaa
Terimakasi✨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang