Happy reading:*
Jan jadi silent readers
Ngetik sama mikir ide itu cape:(Kamu tidak akan pernah merasakan indahnya pertemuan, kalo kamu belum pernah mengerti apa arti kehilangan.
-Rangga arkana mahendra-***
Suara derum motor tampak memasuki pelataran rumah mewah, sang empu memakirkan motor nya, berjejer mobil-mobil mewah tak terpakai didalam garasi, meskipun ia punya banyak koleksi mobil, tapi Rangga tetap memilih berangkat sekolah menggunakan motor. Ia menggunakan koleksi nya itu hanya untuk pergi balapan, ataupun pergi ke acara-acara penting. Karena mau bagaimanapun ia tetap mencintai motor ducati hitam nya Itu.
Langkah kaki membawa nya masuk kedalam rumah mewah tersebut, sekilas rumah itu tampak sangat nyaman bagi siapapun pemiliknya tapi, tidak dengan Rangga. Saat membuka pintu, suasana rumah tampak sangat sunyi, seperti rumah kosong yang tak ada penghuni nya.
Rangga sudah menebak dimana sang pemilik rumah berada. Ia langsung pergi menuju ruangan khusus untuk ayahnya itu, seperti ruangan bisnis tersendiri yang tidak boleh ada seorang pun yang masuk kecuali ada keperluan penting.
Jam sudah menunjukan pukul 9 malam. ya, Rangga tadi sepulang sekolah tidak langsung ke rumah. Sudah menjadi kebiasaannya nongkrong dengan teman-temannya di basecamp.
Saat hendak memasuki ruangan tersebut Rangga tampak ragu untuk mengetuk pintu. Tap akhirnya ia hilangkan semua keraguan itu.
Tok tok tok
"Masuk!" Perintah sang pemilik rumah.
Rangga membuka pintu, melangkahkan kakinya menuju ayahnya yang sedang berkutat dengan laptopnya.
"Mau apa kamu kesini?" Tanya ayah Hendra.
"Besok papa disuruh ke sekolah." Ucap Rangga menunduk.
Sang ayah menatap anak semata wayangnya itu. "kenapa? Apa kamu buat masalah lagi Rangga? JAWAB!" Bentak sang ayah.
Rangga hanya bisa mengangguk mengiyakan.
"Apa kamu sudah bosan sekolah Rangga? Apa kamu gak kasihan melihat orang tua mu ini banting tulang setiap hari demi kamu!" Ayah Hendra sudah tidak tahu lagi dimana jalan pikir anak semata wayangnya itu.
Rangga hanya bisa terdiam, walaupun ia seorang bad boy, tapi jika ia berurusan dengan ayahnya itu ia tidak akan membantah. Semuanya dilakukan demi mendapat perhatian orang tua nya itu. Tapi apa, ia malah selalu dikekang untuk melakukan ini itu. Hingga akhirnya Rangga terjebak dalam sebuah pergaulan bebas.
"Besok kamu tidak usah berangkat sekolah." Kata-kata itu membuat Rangga mengangkat kepala. Rangga was-was dengan kata-kata selanjutnya.
"Besok kamu harus siap-siap mempacking segala kebutuhan kamu selama di pondok pesantren."
WHAT TO THE HELL?!
APA RANGGA GAK SALAH DENGAR?!
PACKING? PONDOK PESANTREN?
APA APAAN INI?!"Maksud papa apa?" Rangga tampak bingung dengan semua pernyataan Ayahnya itu.
"Kurang jelas? Besok kamu akan papa tempatkan di pondok pesantren."
"Pa, nggak bisa gitu dong, apa nggak ada tempat lain selain pondok pesantren?" Rangga tampak kesal dengan pernyataan Ayahnya itu.
"Memangnya kamu mau papa tempatin di panti asuhan?! Pokoknya nggak ada penolakan! Ini semua demi kebaikan kamu Rangga." ayah Hendra memlerhatikan anak semata wayangnya itu.
"Dah lah, serah papa, aku cape." Rangga keluar dari ruangan itu melangkahkan kaki menuju kamarnya.
Sampai di kamar ia melemparkan tas kesembarang tempat, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur king size nya itu.
"Arrggghh." Ia mengusap wajah gusar. "Kenapa papa selalu seenaknya sendiri tanpa memikirikan perasaan gue?!" Rangga tak habis pikir dengan sikap papanya itu, apa jadinya dirinya yang notabe nya sebagai seorang bad boy yang sangat terkenal di lingkungan sekolah nya itu sekarang harus mondok! Watdepak!!!
Mungkin ini petunjuk dari tuhan untuk Rangga, tapi anak itu tidak juga menyadarinya. Ah sudahlah, kita lihat saja bagaimana kelanjutan ceritanya.
Alhamdulillah part 2 selese.
Semoga kalian suka:)Jan lupa vote and coment ya guys
Makasih banyak:*
6 Mei 2k20
KAMU SEDANG MEMBACA
laa budda
Teen Fiction"hanya satu yang kupinta, mendapatkan jodoh yang bisa menjadi imam sampai di syurga." -Aisha Alifa- "mungkin aku tak layak bagimu wahai bidadari, tapi mampukah kau membimbingku untuk menjadi pangeranmu kelak di surga?" -Rangga Arkana Mahendra- "Perc...