-3-

35 8 2
                                    

Happy reading babe:*

Sejatinya, tidak ada orang jahat di dunia ini. Yang ada hanyalah orang baik yang tersakiti.
-Rangga Arkana Mahendra-

Malam yang gelap diselimuti gumpalan awan yang hitam, ditemani secangkir kopi, Rangga duduk di tepi balkon. Menyesap lamat-lamat udara malam yang sangat menusuk ini. Dari kejadian tadi Rangga tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan bagaimana cara membujuk ayahnya agar tidak jadi menempatkan dirinya ke pondok pesantren.

Ia jadi teringat almarhumah ibunda nya tercinta. "Ma, mungkin jika mama masih hidup, mama pasti akan belain Rangga." Rangga menatap langit dengan sendu.

Mama Rangga meninggal satu tahun yang lalu setelah terjadi kecelakan. Menurut informasi dari pihak berwajib, Mama Rangga diduga dirampok oleh sesorang ketika melewati jalanan yang sepi. Beliau ditikam dengan senjata tajam dan langsung menancap ke jantung.

Betapa depresi nya Rangga mengetahui kejadian tersebut, beliau adalah ibunda Rangga yang sangat menyayangi anak semata wayangnya itu. Setelah kejadian itu, semuanya berubah total, dari mulai sikap papanya yang mulai dingin dengan anaknya, dan Rangga yang semakin brutal.

Saat Rangga tengah mengalami masa masa depresi nya, ia menghabiskan waktu nya di club untuk menenangkan pikirannya dengan ditemani beberapa gelas alkohol.

Saat ia pulang ke rumah, tak ada seorang pun yang peduli terhadap dirinya. Papa nya yang selalu sibuk dengan dunia bisnisnya. Dan mama yang sekarang sudah bahagia dialam sana.

Ia menatap miris dunia ini. Mengapa menjadi makhluk bernapas sangatlah sulit seperti ini. Banyak lika liku hidup yang harus ia jalani seiring berjalannya waktu. Tapi ia tahu, bahwa semua yang telah digariskan oleh tuhan adalah yang terbaik untuknya.

***

Karin sedari tadi mondar mandir di depan kelas seperti orang gila. Iya, dia gila karena Rangga. Bayangkan betapa resah nya dia mendapati Rangga yang tak kunjung datang padahal bel upacara hampir berbunyi. Pasalnya setiap siswa yang datang terlambat saat acara upacara akan diberi hukuman membersihkan seluruh area sekolah tanpa terkecuali. 

Ia tak bisa membayangkan bagaiamana kondisi siswa setelah menyelesaikan hukuman itu. Oke, Karin terlihat sangat lebay. Tapi bukan itu permasalahannya sekarang.  Ia mencoba menelpon Rangga, barangkali ia kesiangan atau ada masalah di jalan.

Tapi, sudah ada 29 panggilan tak terjawab oleh Rangga. Bagaimana ia tidak resah jika begitu.

"Ish, Rangga kemana sih, nggak tahu apa disini ada yang khawatirin." Ucap Karin sebal.

"Cieee, ada yang khawatir nih yeee." Vita, teman sebangku Karin yang ngeselinnya minta ampun.

"Apaan sih lo, sana pergi." Usir Kari

"Elah, ditemenin malah ngusir. Heh dengerin ya gue tu disini nemenin elo biar ga dikatain jomblo, duduk sendirian nggak ada yang nemenin." Vita duduk disebelah Karin.

"Heh, gue mah bomat ya, mau dikatain jomblo kek apa kek, yang penting gue itu punya Rangga." Omel Karin pada Vita.

"Huh dasar! Sahabat rasa pacar. Whohoohoh." Setelah mengatakan itu Vita langsung lari menuju lapangan.

"Heh, jangan pergi kao pitaloka!" Karin mengejar Vita yang sudah dulu sampai di lapangan.

***

Rangga dari pagi tampak sibuk menyiapkan beberapa barang yang akan ia bawa ke pondok pesantren. Ia sudah mencoba membujuk papanya agar berubah pikiran, namun hasilnya nihil, bahkan papanya sempat mengancam tidak akan mengakui Rangga sebagai anaknya. Sungguh kejamnya dunia.

Mau tak mau ia harus menurut dengan papanya yang keras kepala itu. Saking sibuknya ia lupa mengabari seseorang yang selama ini berharga dihidupnya. Karin, ia tak sempat mengabari gadis itu.

Pagi berganti siang, sebentar lagi ia akan meninggalkan kampung halamannya itu. Ia akan segera meninggalkan semua hobinya tentang balapan liar, nongkrong, merokok, berfoya-foya, dan masih banyak kebiasaan buruk yang ia lakukan selama ini.

"Rangga, kamu sudah siap nak?" Tanya  Ayah Hendra pada Rangga.

"Iya pa." Rangga tampak lesu.

"Yaudah ayo, letakkan barang-barang mu dibagasi mobil."

Saat ia melangkahkan kaki keluar rumah, tiba-tiba seorang cewek datang memeluknya.

"Rangga, lo mau kemana?" Mata karin mulai berkaca-kaca, masih dalam keadaan memeluk Rangga.

Rangga menangkup wajah Karin dengan tangannya. "Maaf Rin, gue harus pergi." Ranga mengusap air mata Karin.

"Tapi kemana Rangga? Apa lo udah nggak sayang sama gue?" Air mata Karin mengucur deras.

"Rin, gue mau ke pondok pesantren. Lo tenang aja gue gabakal ngelupain lo kok. Karna lo selalu ada disini." Tunjuk Rangga tepat di dadanya.

"Kenapa harus ke ponpes? Nanti kita jarang ketemu, lagian disana juga pasti gaboleh bawa hp." Karin menatap Rangga sendu.

"Gue mau memperbaiki diri Rin, gue tahu selama ini gue bodoh, gue hanya mengutamakan kesenangan dunia, tanpa memikirkan kesenangan akhirat yang hakikatnya abadi, jadi gue memilih untuk pergi ke ponpes, disamping ini adalah paksaan dari papa. Tapi gue emang bener-bener yakin sama pilihan gue ini. Jaga diri lo baik-baik ya disini. Gue pamit dulu." Rangga memegang bahu Karin yang bergetar karena menahan tangis.

Karin masih tampak tak percaya, begitu hancurnya dirinya ketika mengetahui bahwa orang yang dia sayang akan pergi meninggalkannya. Orang yang selama ini menghibur dirinya tidak akan disampingnya lagi.

Sekarang, saat nya merelakan apa yang bukan menjadi milik kita.
Sekarang, saatnya kita ikhlas dengan semua takdir tuhan yang sangat sulit diterima. Tapi, apalah daya kita hanya mampu menerima dengan lapang dada.

"Rangga, ayo cepat masuk mobil!" Perintah papa Rangga.

"Udah ya Rin, gue udah ditungguin tuh." Menunjuk mobil dengan dagunya.

"Hati-hati Rangga sayang, gue selalu ada disini." Karin menunjuk dada Rangga.

Kemudian Rangga terkekeh pelan seraya mengusap puncak kepala Karin. Sampai disini pertemuan Rangga dengan Karin. Semoga ia dipertemukan lagi dikemudian hari.

Gimana menurut kalian
Part ini happy or sad?

Semoga like ya:)

Jan lupa vote and coment:*
Saran Anda sangat berharga buat saia.

6 Mei 2k20

laa buddaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang