Addicted

35.6K 665 0
                                    

Kissing you become a habit. The more I consume, the more I gotta have it.

Semenjak kejadian dikamar dan dimobil, Ali menjadi tidak bisa jauh dari Prilly. Apalagi kalau mereka sedang bwrdua, Ali pasti langsung menyerbu bibir Prilly seolah-olah itu hanya milik Ali. Seperti saat ini, Ali dan Prilly sedang berdua dikamar atas. Malam ini sebenarnya Prilly sudah tidak ada scene, pemain yang lain juga sudah pulang. Namun Ali melarangnya pulang, karena ingin ditemani Prilly sampai pagi.

Pemandangan saat ini dikamar, Ali sedang merebahkan kepalanya dipangkuan Prilly. Prilly yang tadinya sibuk dengan ponsel, namun Ali mengambil ponselnya. Tidak ingin ponsel Prilly menganggu waktu mereka. Karena tidak diperbolehkan bermain handphone dengan Ali, maka Prilly sibuk memainkan bulu mata Ali yang lentik. Ali juga memainkan hidung Prilly dari posisinya ia mencolok-colok lubang hidung Prilly dengan jarinya.

"Aduh," mendengar Prilly kesakitan, Ali hanya tertawa. Lalu tangan Ali beralih dari hidung mancung Prilly, turun ke bibirnya. Mengelusnya lembut. "Ih jorok, itu kan jari bekas nyolok ke idung gue," Prilly menepis tangan Ali dari bibirnya, lalu membersihkan bibirnya.

"Mana coba sini liat," kata Ali menarik dagu Prilly agar mendekat.

"Gak usah," Prilly hendak menarik kepalanya, namun tangan kanan Ali sudah menarik tengkuk Prilly sehingga jarak mereka sangat dekat. Tanpa menunggu lama, Ali langsung mencium bibir Prilly. Tangan Prilly yang ada didada Ali langsung mendorongnya, melepaskan ciuman Ali.

"Sakit," Prilly mengusap tengkuknya yang tadi ditarik Ali.

"Maaf-maaf," Ali mengangkat kepalanya dari pangkuan Prilly, lalu duduk tepat didepan Prilly. "Mana yang sakit?" tangan Ali memegang tengkuk Prilly. "Sini gue lihat, jangan bandel deh," Prilly akhirnya membelakangi Ali, memperlihatkan tengkuknya yang sakit karena ditarik paksa Ali.

"Diobatin ya sama pak dokter," kata Ali, lalu mendekatkan wajahnya ke tengkuk Prilly. Ali meniupnya pelan. Prilly bergedik kegelian.

"Ih kok ditiup," Prilly menjauhkan lehernya dari Ali.

"Udah diem aja," Ali menahan Prilly dengan memegang pinggangnya agar ia tidak bergerak. Dengan perlahan Ali mencium leher Prilly. Ali mencium lehernya bukan tengkuknya. Ali mencium lembut leher Prilly membuat Prilly bergerak karena geli.

"Li ngapain sih? Nanti ada yang masuk," kata Prilly. Ali tidak menjawab masih terus mengecup leher Prilly. Setelah puas mencium leher Prilly, Ali beralih mencium pipi Prilly. Lalu lama-kelamaan bibir Ali menjalar ke pinggir bibir Prilly. Sampai hampir di bibir Prilly, Ali melepaskan ciumannya. Bergantian menatap mata dan bibir Prilly. Prilly menunggu Ali menciumnya. Namun Ali masih terus menatapnya. Tidak tahan hanya ditatap oleh Ali, Prilly menarik pelan tengkuk Ali dan mencium bibir Ali lembut.

"Cie, ketagihan," ledek Ali ketika ia melepaskan ciuman Prilly. Sadar sedang dikerjai, Prilly membuang pandangannya dari Ali. "Yah marah deh. Bercanda-bercanda," Ali meraih dagu Prilly, meminta gadis itu menatapnya, namun tangan Ali langsung ditepis oleh Prilly. "Eh, kok beneran marah?" Kali ini Ali menatap Prilly tepat didepan matanya.

Prilly memandang Ali tajam. "Gak lucu,"

Ali tertawa melihat Prilly marah. Ia segera mencium bibir Prilly sebelum gadis itu benar-benar marah. Namun ketika mencium bibir Prilly, gadis itu mendorong bahu Ali sehingga Ali melepaskan ciumannya.

"Ih kok marah beneran sih? Orang cuma bercanda. Bercanda cantik," Ali mengusap lembut pipi Prilly.

"Udah gak usah cium-cium,"

"Yah jangan dong. Gak bisa sehari aja gak cium lo,"

"Lagian lo ngeselin,"

"Bercanda sayang," Prilly memandang Ali yang tersenyum memerkan giginya. Dua detik kemudian Ali sudah mencium bibir Prilly sekali lagi. Prilly pun sudah merespon ciuman Ali. Ali mulai memainkan lidahnya didalam mulut Prilly, menarik-narik bibir atas dan bawah Prilly. Bedanya cara Ali mencium dan cara Prilly mencium adalah Ali memainkan lidahnya didalam mulut Prilly bahkan terkadang agar kasar, tapi kalau Prilly, ia hanya menarik-narik bibir Ali. Ia juga hanya mengecupnya beberapa kali. Tidak seperti Ali, yang kalau berciuman membuat nafas keduanya memburu.

Keduanya masih asyik dengan kegiatan mereka, masih sama-sama terbuai dengan ciuman masing-masing. Tangan Prilly bahkan sesekali menarik rambut Ali saking bernafsunya. Dan mereka juga tidak tahu sejak kapan posisi Prilly sudah duduk diatas pangkuan Ali. Tangan Ali pun ikut sibuk mengusap-usap punggung Prilly dibalik bajunya.

10 menit berlalu, masih tidak terdengar suara apapun kecuali decakkan dari mulut mereka berdua. Sesekali Prilly berbicara dalam ciumannya, namun tidak jelas. Ali berpindah dari bibir menuju leher Prilly. Memainkan bibirnya disana. Prilly hanya bisa menggigit bibirnya menahan desahan yang keluar dari mulutnya. Prilly mendorong bahu Ali pelan saat ia merasa lehernya digigit oleh Ali. Prilly bangun dari pangkuan Ali, berjalan menuju kaca.

"Duh, nanti berbekas nih," katanya memperhatikan lehernya.

Ali menghampiri Prilly lalu memeluknya dari belakang, mencium pipi Prilly.

"Li, udah, Li, ah." Prilly berusaha melepaskan pelukan Ali. Benar saja, untung Prilly melepaskan pelukan Ali, sedetik kemudian pintu kamar terbuka. Manager Ali memanggilnya untuk take.

"Disini aja," kata Ali sebelum ia keluar untuk pengambilan edegan.

Makin lama kenapa makin sering ya? Padahal status gak ada. Tapi gimana mau menghindar? Gue juga ketagihan sama ciumannya. Salah gak sih? pikir Prilly.

Kissing her become my favorite thing to do. Apa salah, gak ada status tapi ciuman terus-menerus. Ya walaupun gue setia sama dia. pikir Ali ditempat berbeda.

*******

Sweetest DrugTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang