Mala berjalan menapaki bata-bata jalanan yang sedikit berpasir. Langit sedang musuhan alias tidak bersahabat. Awan hitam berkumpul membentuk kesatuan yang akan menitihkan air yang disebut hujan. Karena jarak dari tempat lomba dan halte lebih dekat dari sekolahnya sendiri.
Saat wajahnya merasakan adanya titik hujan turun, ia mempercepat langkahnya. Berharap sampai di halte lebih cepat.
Hujan semakin deras. Mala akhirnya mengalah. Ia mencari tempat berteduh terdekat. Sebuah warung mengundangnya datang untuk singgah. Dengan langkah besar, ia menuju warung kecil itu.
Kedua tangannya mengusap lengannya menyilang. Suara serak dari seorang paruh baya membuat Mala menoleh.
"Lungguh* kene nduk," ucap nenek pemilik warung itu sambil menyodorkan kursi plastik merah ke hadapan Mala.
"Nggih, matur suwun Mbah," ucap Mala lalu menduduki kursi plastik tadi. Mala menggosokkan ponselnya pada rok putihnya. Tangannya membuka resleting tasnya lalu mencari penyumbat telinganya.
Mata Mala terpejam seiring lagu terputar. Kepalanya sedikit bergoyang ke kiri dan kanan mengikuti melodi lagu. Tiba-tiba pipi kiri Mala basah akan air. Bukan. Bukan air mata. Ia tengah mendengarkan Mati Lampu yang jelas-jelas beatnya asolole.
Mala mulai membuka matanya saat cipratan air itu semakin banyak. Saat ia menoleh ke kiri, ia menemukan Michael dengan jaket hitam yang tengah mengibaskan tangannya.
"Lo kibas-kibas muncrat kemana-mana anjir," gumam Mala mengusap pipinya beberapa kali.
"Eh sorry-sorry"
"Nang, lungguh* kene," ucap nenek tadi sambil menyodorkan kursi plastik seperti Mala namun dengan warna hijau.
"Makasih nek," ucap Michael sambil menggeser kursi tepat ke belakangnya. Pantat Michael sudah mendarat mulus di atas kursi.
Tangan Michael melipat jaketnya asal lalu jaket itu sudah membungkusi lengan kirinya.
Mereka sama-sama fokus dengan kegiatan mereka sendiri. Mala masih khidmat mendengarkan lagu dan Michael yang bermain ponselnya.
Mala berdiri lalu berbalik badan menghadap rak beras Mbah.
"Mbah, kula tumbas* niki nggih," ucap Mala mengambil dua choki-choki. Uang lima ribuan keluar dari kantungnya.
"Mbah ndak ada kembaliannya igh, Nduk. Kurang sewu"
"Nek- ehm.. Mbah, ale-ale anggur satu pake uang dia," ucap Michael tepat di sebelah Mala. Tidak lupa kepalanya menoleh ke arah Mala tepat dikata 'dia'.
"Ini nggih ale-ale sama kembaliannya," ucap Mbah menyodorkan ale-ale dan uang dua ribu.
"Matur suwun, Mbah"
"Nggih, Nduk"
Mala dan Michael kembali duduk di kursi mereka masing-masing. Mala merobek ujung bungkus choki dengan giginya dan Michael menusuk bungkus ale-ale dengan ujung sedotan.
"Mal, nih seribunya," ucap Michael mengeluarkan koin seribu dari kantungnya.
"Ga usah"
"Nanti ale-ale gue ga berkah"
"Gue ikhlas kali"
"Bener?" Mala hanya membalasnya dengan anggukan. Tangannya memijit bungkus choki dari bawah ke atas.
"Ga ikhlas tuh"
"Aku ikhlas, Mike, astaga"
"Asik, aku kamuan. Besok apa?"
"Gue tabok ale-ale lo nih"
"Jangan dong heh," ucap Michael menjauhkan badannya sedikit ke kiri. Mala tertawa kecil membuat pipinya terangkat sejenak.
Ingin rasanya Michael lawak sampai atraksi agar ia dapat melihat senyum itu lebih sering.
"Mike? Woe serem lo," panggil Mala sambil melambaikan tangan di depan mata Michael. Sang penatap tersadar dari lamunannya.
Suasana lambat laun menjadi hening. Tidak ada obrolan lagi. Hanya ada suara hujan yang masih deras.
"Gimana nih? Ujannya ga reda-reda," ucap Mala sambil melihat jam dari ponselnya yang menunjukkan angka 17.
"Terobos aja," cetus Michael. Mala menimbang-nimbang dan akhirnya menyetujui ucapan Michael.
Sakit? Besok libur juga.
Michael sudah siap dengan tas yang terselubung manis di punggungnya. Tangannya merentang dengan jaketnya ke atas sebagai payung darurat. Mala memeluk tasnya di depan dadanya.
"Lari?"
"Jalan cepet aja"
"Mal geser dikit, ada kubangan"
"Eh pelindung tas lo melorot"
"WOI SANTE ANJING"
"MOTORNYA GA NYELOW"
"Humm bau bakpao enak"
"Mal pegel nih"
Begitulah perbacotan yang terjadi di antara mereka sampai berada di halte brt. Michael mengibas jaketnya ke arah luar lalu melipatnya asal. Untung tidak seberapa lama, bus datang sehingga mereka tidak perlu menggigil ria lama-lama.
/hujan choki choki/
*Lungguh : duduk
*Tumbas : belikangen aku ga? /pede sekali dia yang mulia/
tidak jelas ya, aku sangat sangat bahagia kalo kalian masih setia baca + vote (klo ada)😭
/memeluk readers/
KAMU SEDANG MEMBACA
BRT | mgc (siput mode)
Fanfiction(2020) republished✌️ Gara-gara uang kas sialan, seorang Michael Gordon Clifford terpaksa naik BRT (Bus Rapid Transit) Namun hal itu pula yang mempertemukan ia dengan seorang, Keumala Adriani. "Tunggu aja di halte biasa"