ale-ale sialan

20 3 8
                                    

Tangan Michael menepuk pundak gadis itu,"Hai? Maaf, kalo rumah gue di Gayung Asri, gue turun di halte mana ya?"

Yang ditanya terkejut mendapat tepukan di pundaknya.

"Eh apa tadi? Gayung Asri?" tanya gadis itu setelah berhasil mendapat kesadarannya lagi.

"Iya, turun dimana?"

"Di halte BPK, kita turun bareng btw hehe,"

"Oke. Ehm.. ini emang lama nunggunya apa gimana?"

"Ga tau sih, tapi biasanya jam-jam segini brt kota penuh, kalo naik brt jateng mau?"

"Ya gapapa sih, ser—"

Gadis itu langsung berdiri setelah melihat bis merah datang dari ujung kanan. Michael yang bingung hanya mengikuti kemana gadis ini menatap. Bis itu berhenti. Pintu membuka, mereka disambut para penumpang yang mendesak keluar. Setelah beberapa menit lalu lalang masuk terhalangi, akhirnya mereka diijinkan masuk.

"Ayo," ucap gadis itu lalu menariknya masuk ke dalam. Narik ujung tali tas lebih tepatnya yang membuat pemilik tas hampir oleng.

Di dalam bis, perempuan dan laki-laki berada di area terpisah. Perempuan di belakang dan laki-laki di depan. Namun karena kursi penumpang cukup penuh, akhirnya mereka berdiri bersandar di dekat jendela.

"Berapa pak?" Tanya Michael pada penjaga pintu brt.

"Dua ribu kak, untuk pelajar"

"Hah?" ucap Michael terkejut. Michael mulai merogoh kantung osisnya. Nihil. Uang seribunya hilang. Tunggu. Sepertinya tidak.

"ANJ- astaga ale-ale," umpat Michael hampir mengumpat jika ia tidak ingat masih berada di tempat umum. Michael menyandarkan kepalanya pada jendela bis saat mengingat kemana seribu itu pergi. Pasrah akan diusir dari bis setelah ini.

"Ini pak, dua ya sama temen saya," ucap gadis itu. Matanya menunjuk ke arah Michael yang keringat dingin.

"Udah ga usah tegang gitu, nih tiketnya. Sorry ya, salah gue ga tanya lo dulu," Michael menegakkan kepalanya lalu menoleh kearah gadis di sebelahnya itu. Tangan gadis itu menyodorkan tiket kecil berukuran persegi itu.

"I-ini beneran gapapa?"

"Iya"

"Besok gue ganti ya?"

"Ga usah, cuman dua ribu juga"

"Ga enak gue"

"Enakin"

"Ga bisa, pokoknya besok gue yang bayar brt"

"Ga us-" ucap Mala terpotong lalu mengintip bet nama di dada Michael.

"Ga usah, Michael," ulang Mala dengan penekanan sehingga aksen medok khas jawa itu terlihat.

"Ga ada penolakan"

Mala menghela napas lalu berkata, "Ya udah iya."

Senyum Michael akhirnya terbit. Mereka terdiam beberapa saat menikmati alunan campursari yang diputar sang supir.

"Thanks,.."

"Keumala, panggil aja Mala"

"Thanks, Mala," pemilik nama mengangguk sambil tersenyum simpul sebagai jawaban.

"BPK, BPK," ucap sang kondektur membuat mereka bersiap untuk turun. Mereka meraih pegangan tangan dan maju sedikit ke depan.

Bis berhenti cukup mendadak, membuat siapapun berdiri harus menahan kakinya lebih kuat agar tidak terjatuh.

Pintu kembali terbuka, memberikan akses Mala dan Michael keluar dari bis. Tak seberapa lama, pintu kembali tertutup dan bis bergegas pergi. Meninggalkan asap hitam yang cukup banyak.

"Mal, lo balik gimana?"

"Gue pesen ojol si, lo?"

"Jalan. Ehm, yodah, gue duluan, takut kesorean"

"Oke, ti-hati Michael," ucap Mala lalu duduk di kursi halte yang sedikit berkarat. Michael melambaikan tangan lalu tersenyum sekilas sebagai jawaban.

"THANKS LAGI YA, MAL," ucap Michael sebelum menaiki jembatan penyeberangan.

"IYA, MICHAEL"

"BTW PANGGIL AJA MIKE," ucap Michael lagi, kini ia sudah berada di atas jembatan.

"MEK? OKE MEK," jawab Mala sambil mengacungkan jempol dari bawah.

/ale-ale sialan/


BRT | mgc (siput mode)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang