enam

1.3K 90 3
                                    







Taeyong dan jennie memutuskan untuk menginap di rumah sakit. Jennie yang tidur di sofa, sedangkan Taeyong yang tertidur sambil duduk disamping ranjang Jaehyun.

Tengah malam, taeyong terbangun karena haus. Ia melirik jam yang tertempel di dinding. Ternyata masih pukul satu malam.

Ia keluar ruangan untuk membeli air mineral. Saat ia kembali, ia kembali duduk disamping Jaehyun.

Saat sedang asyik melamun, Taeyong dikejutkan dengan sebuah suara. Yang ternyata itu suara Jaehyun.

"Hyung"

Suaranya begitu berat dan pelan. Seolah ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.

"Ada apa Jaehyun? Kau membutuhkan sesuatu" Tanya Taeyong sambil menggenggam tangan dingin sangat adik.

Jaehyun tersenyum. "Mungkin waktunya sedikit lagi". Taeyong mengernyit, tak mengerti arah pembicaraan Jaehyun.

" Apanya yang sedikit lagi,? " Tanya Taeyong. Perasaannya mendadak tidak tenang. Entah kenapa sekelebat firasat buruk menghampirinya.

"Waktuku. Maksudku Usiaku" Lirih Jaehyun. Matanya mengerjap perlahan.

"Hyung terimaksih. Aku tidak bisa berkata lebih banyak. Selamat tinggal hyung, sampaikan salamku pada Mark, Haechan, dan Jennie noona. Jangan lupakan pada Song ahjumma juga" Ucapannya sudah tidak jelas. Tersendat sendat dan nafas nya tidak beraturan

Taeyong termenung. Ia tak bisa berbicara apapun selain mengeluarkan air matanya. Taeyong ini memang berlebihan. Tapi, begitulah kenyatannya. Terlalu menyakitkan.

Mata Jaehyun perlahan tertutup dengan bibir pusatnya yang mengembangkan senyum kecil nanti tipis.

Taeyong menggeram dan segera memeluk sangat adik. Sungguh, ia merasakan kesakitan ini untuk kedua kalinya. Pertama, kedua orang tuanya. Dan sekarang, Jaehyun. Adik laki laki kesayangannya.

'Tuhan, jangan lagi. '

Saat ia sedang terisak hebat, tiba tiba seseorang memeluknya dari belakang. Itu Jennie. Pipi gadis itu bercucuran air mata. Mungkin Jennie bisa merasakan bagaimana rapuhnya Taeyong kali ini.

"Sudah, jangan menangis. Tuhan lebih menyayanginya" Ujar Jennie berniat menenangkan Kekasihnya.

Taeyong masih tak menjawab. Ia masih terisak dipelukan Jennie. Taeyong malu memperlihatkan sisi rapuhnya pada Jennie.

"Kau masih mempunyai mark, haechan, dan juga aku" Lanjut Jennie.

Taeyong mengangkat wajahnya dan memandang wajah cantik Jennie. "Terimakasih, Jennie-ya. Apa kau akan meninggalkanku juga setelah ini? "

Jennie menggeleng. "Tidak akan. Itu tidak akan pernah terjadi".


Paginya, Mark datang bersama Haechan. Mark belum mengetahui apapun. Termasuk jika Jaehyun  sudah kehilangan nyawanya.

"Taeyong hyung, bagaimana keadaan Jaehyun Hyung? Apa kondisinya lebih membaik? " Tanya Mark yang mendudukan dirinya diruang tunggu. Disamping Taeyong.

"Kakakmu sudah sembuh. Sudah sepenuhnya sembuh. Bersyukurlah pada Tuhan, Mark" Ujar Taeyong sambil memandang kosong kearah depan.

Mark mengernyit heran. "Tapi, kemotrapinya belum dilakukan. Aku saja baru ingin meminjam uang nya pada Jeno. Tapi.. Syukurlah jika Jaehyun hyung sudah sepenuhnya sembuh. Aku ingin melihatnya sekarang"

"Ayo, hyung akan mengantarkanmu keruangan Jaehyun yang baru" Taeyong beranjak dari duduknya dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Mark mengikutinya dari belakang.

Langkah Taeyong terhenti. Yang mana memberhentikan langkah Mark juga. Dihadapan mereka, terdapat ruangan yang membuat dada Mark terasa sesak.

Ruang Jenazah.

"Apa apaan ini, Hyung?! " Bentak Mark pada Taeyong. Haechan menangis karena terkejut dengan suara bentakan Mark.

"Maafkan hyung. Tapi ini bukan keinginan hyung. Jennie bilang, Tuhan lebih menyayangi Jaehyun. Kau mau menolak takdir? "

Mark menunduk dan menyerahkan Haechan yang berada di gendongannya pada Taeyong. Setelahnya, ia berlari keluar dengan air mata yang berurai.

Saat sedang berlari, ia menubruk seseorang. "Jeongsohabnida" Singkat mark, lalu berniat lari kembali untuk keluar dari rumah sakit.

Tapi, baru saja satu langkah, tangannya dicekal oleh orang yang ditabrak nya tadi. Saat Mark melihat orangnya, Ternyata itu jennie.

"Mark, ayo kita sarapan bersama. Aku akan memanggil Taeyong dulu. Kau tidak boleh menolak" Ujar Jennie sambil menarik tangannya kembali menghampiri Taeyong.

Dan dari kejauhan, Jennie berteriak. "Taeyong, Haechannie, kemarilah! " Sebenarnya bukan berteriak, hanya berseru dengan nada sedikit keras.

Taeyong pun menghampiri Jennie dengan tangannya yang masih menggendong Haechan.

"Yongi hyung, echan ingin berjalan saja" Ujar si kecil. Taeyong pun tersenyum dan menurunkan Haechan dari gendongannya.

"Ayo kita sarapan bersama." Ajak Jennie. Mereka berempat pun berjalan beriringan menuju restoran terdekat.

Sesampainya disana, Jennie memanggil pelayan untuk memesan makanan. "Pesan apapun yang kalian mau." Ujar Jennie.

Wajah Taeyong dan Mark sedikit khawatir jika uang mereka tidak cukup. Secara, restoran ini sangat elit. Dengan melihat buku menu saja, mereka bisa langsung tertampar oleh harga harga makanan itu.

Jennie menangkap kekhawatiran diwajah keduanya. Dengan segera, ia kembali bersuara. "Tenang saja, aku yang membayar. Kalian harus makan yang banyak. Karena setelah ini kita harus mengurus pemakaman Jaehyun" Lanjut Jennie.

Mereka pun memesan makanan. Saat pesanan datang, mereka dengan lahap menghabiskannya. Termasuk Haechan yang masih makan dengan belepotan.

Mereka selesai makan. "Ayo, kita harus kembali kerumah sakit." Ujar Jennie.

Sedari tadi, suasana nya sangat hening. Mungkin karena mereka masih dirundung kesedihan akibat kepergian Jaehyun. Tapi, Jennie benar benar pintar mencairkan susana.



_________________________________________

Astagfirullah, ngaret banget author yang satu ini. Maaf, ya.

Okay, vote nya jangan lupa, ya kakak kakak~

See u di chapter selanjutnya❤

FOUR SIBLINGS [NCT 127]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang