Tiga

3 2 0
                                    

Jangan lupa Vote sebelum membaca, krisar juga sangat membantu. Terima kasih.

#?????#

Tak sama seperti hari-hari sebelumnya, perkuliahan Dea semakin padat, bahkan tugas semakin menumpuk. Begitulah jika memasuki ujian akhir semester. Dan Dea sungguh tak sabar ingin pulang.

Sebisa mungkin Dea segera menyelesaikan tugas-tugasnya. Bahkan memberi kabar pada keluarganya saat ini pun jarang Dea lakukan. Dua hari lagi, ujiannya akan segera selesai, tiket bus sudah ia pesan jauh-jauh hari karena ketika liburan akan banyak sekali mahasiswa yang akan pulang ke daerahnya.

"Senang banget yang mau pulang." Kalimat itu membuat Dea menoleh ke arah sumber suara dan mengusung senyum manis kepada Kak Raisa.

"Iya dong. Emang kakak, gak pulang. Hehehe." Ya, Raisa memang tak pulang karena sebentar lagi ia akan menyelesaikan tugas akhir kuliahnya yaitu skripsi. Sedangkan Dea baru semester awal sehingga Dea bisa pulang dihari liburnya.

Setelah tinggal bersama dengan Kak Raisa, banyak sekali ilmu yang Dea dapatkan. Tak hanya dari Lia, Dea juga mendapatkannya dari Kak Raisa. Bagaimana cara mengedit sebuah makalah, mencari tugas dengan informasi yang akurat. Semuanya berkat dari Kak Raisa yang mau mengajarinya. Dea pernah berpikir, apa jadinya nanti jika dia satu kamar dengan orang lain? Dan ternyata tidak buruk juga. Selain menemaninya untuk tidak kesepian, Kak Raisa juga bisa menjadi gurunya di kost. Dea sangat berterima kasih kepada Kak Raisa.

"Kak, gak rindu sama keluarga? Apalagi ini tuh sudah hampir satu tahun kakak gak pulang." Dea penasaran dengan Kak Raisa yang betah di tanah rantauan, walaupun sebenarnya Dea yakin itu bukan keinginannya melainkan karena ia ingin segera menyelesaikan tugasnya dan kembali berkumpul bersama keluarganya.

"Ya, kalau dibilang rindu, sih, ya pasti rindu. Siapa yang gak mau pulang kalau ada waktu libur? Kakak aja rasanya mau ikut kalian pulang."

"Ya udah ayo pulang, kak," ajakan itu membuat Kak Raisa memutar bola matanya.

"Nanti kamu ya, yang lanjut kuliahnya kakak." Mendengar itu mereka sama-sama tertawa. Setelah puas berbincang-bincang mereka akhirnya tidur karena besok Dea masih ada ujian.

*****

Hari ini, tepatnya hari terakhir ujian Dea dan nanti siang ia akan berangkat menuju terminal untuk kembali ke daerahnya. Dea benar-benar sudah tak tahan untuk segera melepas rindunya kepada mereka. Ah, sungguh hal itu membuat suasana hati Dea cerah- secerah nya.

"Senang banget yang mau pulang."

"Iya, dong. Bahagiaaaaaa banget," ucap Dea mendramastis.

"Atau jangan-jangan lo baru ditembak sama cowok, ya? Ngaku," tuding Lia yang membuat Dea menganga.

"Udah sinting beneran nih anak. Kalau gue ditembak ya, pasti gue mati lah. Bego dipelihara," ucapan sarkastik itu tak membuat Lia sakit hati, Lia sudah mengetahui bagaimana cara bicara Dea. Tidak ada kata marah dalam diri Lia yang ada Lia hanya cengengesan.

"Nah, kan. Bego dipelihara. Maksud gue itu, diajak pacaran sama cowok. Lo sih, jomblonya kelamaan jadinya gak peka sama bahasa orang yang pacaran." Usai mengatakan itu, Lia tersenyum manis ke arah Dea yang bergidik ngeri melihatnya.

"Benar-benar sinting nih, anak. Untung bukan teman gue."

"Ish, Lo gak ngerti ya arti senyuman gue?" Tanya Lia yang membuat Dea mengerutkan keningnya bingung. Dea memang sempat melihat senyuman diakhir kalimat Lia tadi. Hanya saja, Dea tidak tahu apa maksud dari senyuman Lia. Bisa jadi Lia hanya memamerkan senyumannya. Atau sedang mengejek Dea?

"Ish. Benar-benar gak peka. Dasar jomblo." Mendengar itu semakin membuat Dea geleng kepala.

"GUE UDAH PUNYA PACAR! TARAAAAA," pekikan Lia bagaikan zonk buat Dea. Dan ekspresi Dea bagaikan zonk buat Lia. Kenapa harus ekspresi itu? Tak ada yang lain apa?

"Ekspresi lo menunjukkan kalau lo itu iri sama gue, secara gue kan udah punya pacar." Nada sombong itu kembali terdengar dari mulut Lia.

"Hello, Baru punya satu pacar aja sombong. Gue gak akan iri," ucapan Dea benar-benar membuatnya melongo.

"Bagaimana bisa Dea bisa berbicara seperti itu? Apa mungkin Dea sudah memiliki pacar? Dan melebihi satu? Tidak mungkin. Dea tidak pernah bercerita tentang seorang laki-laki kepada nya. Jadi, Dea pasti gak punya pacar," batin Lia bersuara.

"Lo, udah punya pacar?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Lia dan membuat si empu yang punya nama terbatuk seketika. Lia sungguh penasaran dengan jalan hidup Dea yang terlalu tiba-tiba.

"Keeeeepooooo," jawab Dea membuat Lia semakin penasaran. Dea tahu Lia pasti tengah berpikir keras mengenai statusnya.

Biarkan saja Lia berkelana dengan pikiran tak jelasnya itu. Pikir Dea.

"Bayarin ya Lia cantik. Makasih." Setelah mengucapkan itu Dea segera bangkit dari posisi duduknya, meninggalkan Lia yang melongo ditempatnya. Dea sengaja setelah mengatakan kalimat itu berlari menjauhi Lia.

"DEA KAMPRET!" Teriak Lia yang membuat semua penghuni kantin menoleh kearahnya, Dea yang melihat itu hanya mampu tertawa terbahak-bahak sambil berjalan mundur. Dea lupa bahwa kampus bukanlah milikinya, begitu pun dengan jalan. Dengan santainya Dea berbalik dan...

Bruk....

"Kalau jalan pake mata, dong!"

"Eh, maaf maaf," ucap Dea merasa bersalah. Lia yang melihat itu kembali tertawa dan berlari menghampiri Dea.

"Hahahaha." Lia kembali tertawa dengan menunjuk wajah Dea.

"Sialan, teman laknat lo." Baru saja Dea ingin melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu, suara seseorang membuatnya berhenti.

"Kalau minta maaf itu harus ikhlas. Jangan setengah-setengah. Ngerti cara minta maaf yang benar gak, sih?" Pernyataan itu membuat Dea mengingat kejadian beberapa hari lalu yang hampir membuatnya tertabrak oleh sepeda motor yang pengendaranya sombongnya naudhubillah bagi Dea.

"Perasaan gue udah benar-benar minta maaf, deh. Gak usah berburuk sangka sama orang." Setelah mengatakan itu Dea menarik tangan Lia, mengajak Lia untuk pergi meninggalkan tempat itu.

"Bukannya itu cewek yang kemarin hampir lo tabrak ya, Li?" Tanya salah seorang temannya.

"Gue juga mikirnya gitu."

Asing di Pijakan SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang