02

91 7 5
                                    

Devino Putra namanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devino Putra namanya. Lelaki itu tampak tampan meski keringat membasahi tubuhnya. Matanya fokus memandang ke keranjang basket sambil men dribble bola. Kemudian dengan gerakan secepat kilat ia mengoper bola ke kanannya membuat beberapa lawan di depannya menoleh ke sisi kiri mereka dimana kawannya alias Agra Bintang Sancaka tengah men dribble bola. Devino bergerak maju, kemudian menangkap operan Agra kemudian ia bergerak mengelabui musuh sebelum melakukan lay up dan berhasil mencetak skor untuk tim nya.

Beberapa perempuan yang menonton berteriak histeris, heboh sendiri ketika melihat Devino tengah mengelap keringatnya dengan bajunya sendiri. Bajunya terangkat tentu saja, meski di bawah baju basketnya itu masih terdapat sebuah baju tipis lagi.

Agra bergerak ke pinggir lapangan dimana para perempuan itu tengah bersorak. Yang laki laki itu kemudian dilempari air minum, membuat yang menangkap bingung sendiri.

"Diminum. Jangan dehidrasi." Perempuan di depannya berkata, ia berkacak pinggang sebentar sebelum menarik temannya untuk pergi dari lapangan.

Agra tersenyum. Kemudian membuka tutup minuman ber ion tersebut. Bagaikan iklan menyegarkan, perempuan di area tersebut tambah histeris melihat pemandangan langsung dihadapannya yang berjarak kurang lebih satu atau dua langkah.

"Napasih histeris amat kayak liat hantu aja!!" Dari tengah lapangan, Devino berteriak. Omongannya dilontarkan untuk perempuan yang selalu histeris ketika melihatnya atau Agra.

Bukannya marah atau gimana, perempuan perempuan itu malah tambah senang ketika ter notice. Kali ini mereka membentuk tangan mereka menjadi bentuk hati.

Jujur, perempuan perempuan kurang kerjaan itu rasanya ingin Devino tendang dari lapangan. Tapi toh ya, kata ketua timnya mereka bisa menjadi penyemangat.

Agra kembali ke lapangan tak lama kemudian. Ia menyengir dan menepuk nepuk pundak Devino, menenangkan seakan tahu bahwa Devino sudah di penghujung pilihan untuk melempari kumpulan perempuan ribut itu dengan bola basket.

"Selesai latihan, ayo makan makannn!!!" Devino berkata dengan riang. "Ajak bocil bocil juga biar asik." Devino merenggangkan badan. Cukup membuat beberapa perempuan kembali berteriak histeris.

"Lo traktir nih???" Agra bertanya, tak luput senyuman ramahnya. Devino mengangguk angguk.

"Gue traktir!! Lagian bokap sibuk, gue dikasih duit terus disuruh ngabisin sendiri." Devino menjawab.

Agra terkekeh, membuat perempuan di pinggir lapangan berkata 'aww' dengan serempak. "Mantep deh, entar gue bilang di grup chat." Kata Agra sambil mengacungkan jempol.

Keduanya kemudian bergerak menghampiri pelatihnya yang tengah di geromboli anak anak basket.

Seumur hidup, yang Devino inginkan hanyalah kasih sayang kedua orangtua. Tapi yang menyedihkannya, ia hanya tinggal dengan sang ayah yang bahkan jarang pulang dari kantor. Di rumah biasanya hanya ada beberapa bibi atau paman yang bertugas di rumah. Devino kadang iri dengan teman temannya yang akrab dengan kedua orangtuanya. Terlebih, Devino ingin bermanja dengan sang ibu yang bahkan tidak ia ketahui masih hidup atau tidak. Sang ayah tidak pernah menjawab pertanyaannya jika itu mengandung unsur ibu. Maka, ia tidak pernah bertanya. Toh hasilnya tidak akan membuahkan apa apa.

POWER.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang