Ketika matahari muncul, Daniswara bergerak membangunkan para manusia. Bagaikan seorang ayah dengan 10 anak, ia menyuruh semuanya untuk mandi, mengganti baju dengan beberapa baju yang disediakan di lantai atas. Iya, lantainya dua. Tiga kalau lantai bawah tanah dihitung.
Daniswara sendiri berpindah ke dapur, memasak dan menyimpan bekal untuk mereka.
"Bang Danis dapat baju begini dari mana sih??"
Kalau ada orang yang memanggilnya dengan sebutan 'bang' itu pasti si cewek panah. Perempuan itu sudah memegang roti lapis dari meja dapur di tangannya. Rambutnya di kuncir kuda sedangkan bajunya adalah baju bewarna cokelat ala ala ksatria.
Daniswara tidak menjawab.
"Lia, lihat gue. Cantik kan?"
Kali ini si banyak omong alias Dea, muncul dengan pose pose aneh.
Daniswara menggelengkan kepala, bingung dengan keduanya.
"Ihhh makannn!!"
Vino muncul entah dari mana. Laki laki itu ikut mengambil roti dan langsung memasukkannya ke mulutnya.
"Kalian sudah ambil senjata kalian?" Tanya Daniswara, ia berfokus kepada masakannya sehingga membelakangi para anak didiknya.
"Sudah!"
"Belum!"
"Loh, diambil?"Ketiganya menampilkan reaksi yang berbeda. Daniswara menggerutu. Ia kemudian menaruh telur dadar yang ia masak ke piring.
"Ih kenapa telur? Gue pengen spaghetti." Vino merajuk. Kalau saja lelaki ini bukan anak pemilik kekuatan, mungkin sudah Danis pukul dengan teflon.
"Ih, banyak mau! Makan aja! Danis, maaf nih. Tapi kamu gak punya uang ya?"
Dan kalau yang berbicara tidak sopan itu, pasti seorang Dea. Perempuan itu menatapnya prihatin. Lagi lagi Danis tidak bisa memukul karena tidak seharusnya ia memukul perempuan. Jadi ia cuma menghembuskan nafas kasar.
"Jadi ini rumah Daniswara?"
Sebuah suara bergabung dengan mereka. Lelaki dengan tatapan tajam dan kulit putih itu ikut duduk di meja dapur.
"Kelihatannya begitu kan?" Dea menjawab.
Danis malas menjawab celetukan aneh tersebut. Dibanding menjawab, ia lebih suka memberi perintah. "Kalian panggil yang lain. Kita makan, lalu berangkat."
"Tapi kak, Defan lagi mandi di kamar mandi. Panggil juga?" Vino mengangkat tangan.
Dan sebuah lap melayang kearah wajah Vino sebagai jawaban dari celetukan asalnya.
....
"Pemandangannya bagus ya. Kalau aja kemarin gak panik, pasti bisa nikmatin pemandangannya."
Vani berkata ketika pasukan kecil itu keluar dari rumah.
Langit diatas mereka bewarna biru jernih dengan awan putih. Beberapa daun pohon besar bergoyang akibat tiupan angin yang mendayu dayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
POWER.
FantasyVani pikir, hidupnya yang biasa biasa saja ini tidak akan lebih aneh dari saat diceritakan bahwa hidupnya antara hidup dan mati di negeri antah berantah. Tetapi ketika seseorang mengatakan bahwa ia memiliki kembaran, mungkin Vani bisa menggila saat...