Welcome to Red Velvet

199 44 2
                                    

Kalau saja ia tak mengenal toko kue itu...

Toko kue di dekat kampus tak begitu banyak pengunjung. Namun sepengetahuan pemuda berambut sewarna kacang hazel itu, toko kue bernama Red Velvet ini cukup banyak dikunjungi perempuan-perempuan di kampusnya untuk membeli kue ulang tahun. Sesuai namanya, tempat ini terkenal dengan kue Red Velvetnya dan kebanyakan kuenya didominasi oleh warna merah. Sepertinya pemiliknya terobsesi dengan warna itu.

Selain itu, toko ini cukup banyak dikenal di kalangan perempuan karena pemiliknya adalah seorang pemuda yang masih muda. Mungkin umurnya tak begitu jauh dari umur mahasiswa pada umumnya. Selain karena masih muda, sang pemilik memiliki rupa orang timur yang cukup menarik perhatian para gadis-gadis. Ditambah senyumnya sering berhasil membuat para gadis terpesona.

Si pemuda kacang hazel, Hayden, hari ini mengunjungi toko ini karena ia tak sempat sarapan. Dengan harapan ia akan mendapatkan beberapa potong roti hangat sebelum berangkat ke kampus. Terkadang ia memang mengunjungi tempat ini karena rotinya selalu fresh dan cukup mengenyangkan.

"Selamat pagi Kak Twon" sapa Hayden menyodorkan beberapa potong roti croissant dan kue sus ke meja kasir.

"Oh...selamat pagi" sapa sang pemilik berwajah Korea itu tersenyum manis. Menerima beberapa potong roti.

Hari ini belum ada pengunjung di toko kue itu, selain seorang pemuda berkacamata yang duduk di meja dekat kasir tengah asik dengan korannya. Dari pakaiannya yang cukup necis terlihat seperti pegawai kantoran. Yang jelas bukanlah seorang karyawan disini.

"Semuanya 15 dolar..."kata Twon menyerahkan roti kepadaku.

Baru saja ku hendak merongoh sakuku, seorang pengunjung datang lagi. Seorang mahasiswi menghampiri Twon untuk memesan kue red velvet. Hayden awalnya tak begitu peduli dengan semua itu, sampai sang pria necis di sebelahnya tampak memperhatikan mereka dan menghentikan kegiatan baca korannya.

"Ah... untuk minggu depan ya. Baiklah..." Twon tampak mengangguk-angguk. "Ngomong-ngomong sekarang tanggal berapa ya?" tanyanya kepada wanita itu.

"Tanggal? Sekarang tanggal delapan Mei" kata mahasiswi itu santai. "Berarti ku jemput tanggal lima belas ya"

Eh? Apa hanya perasaan Hayden saja, atau sang pria necis ini tersenyum aneh saat gadis itu menjawab tanggal? Senyumnya seolah mencurigakan dan terkesan berkata 'dasar bodoh'.

Mungkin hanya perasaannya saja?

Hayden kembali menatap sang pemilik toko kue yang sejenak tampak terdiam, namun sesaat kemudian ia kembali tersenyum manis.

"Ah benar juga. Tak perlu kamu antar, Nona. Biar aku saja yang mengantar kuenya untukmu. Bisakah anda memberikan alamatmu, Nona?" tanya Twon begitu lembut. Yang tentu saja membuat mahasiswi itu merah padam dan tanpa pikir panjang menyerahkan alamatnya.

Lagi-lagi Hayden merasa aneh dengan pria necis di dekan meja kasir.

"Dek" suara Twon mengagetkannya.

"Ah... iya Kak. Ini bayarannya" Hayden tersadar dari lamunannya. Dengan segera membayar rotinya hari ini.

Mungkin hanya perasaannya saja.

*************

"Pembunuhan 21/1?"

Alis Hayden naik satu begitu mendengar berita yang diberitahu teman sekelasnya. Itu adalah pembunuhan yang sedang sarter akhir-akhir ini. Pembunuhan berantai yang begitu identik dengan kue ulang tahun. Semua korbannya ditemukan tewas dengan banyak tusukan di depan kue ulang tahun dengan lilin dua satu. Serta tulisan 21/1 tertulis di dinding dekat korban dengan darah.

Lagi-lagi pembunuhan dengan lelucon ulang tahun terjadi lagi hari ini. Korbannya seorang mahasiswi.

"Mm...mahasiswi?"

Hayden tertegun di depan meja kasir toko kue di sebelah kampusnya itu. Di depannya tampak Twon tengah tersenyum manis kepadanya.

"Mau bayar sekarang, Dek?" tanyanya mengagetkanku.

"Ah iya..."

Hayden buru-buru mencari dompetnya di dalam tas. Ia kembali menatap sekitarnya. Pemuda berpakaian necis itu ada lagi. Seperti sebelum-sebelumnya, hanya duduk di kursi dekat kasir tanpa memesan apapun. Bukannya aneh kala dia sering kesini namun tak memesan apapun? Bahkan dia menolak ketika Twon menawarinya kue.

"Ngomong-ngomong sekarang tanggal berapa ya?"

"Ngg... dua satu Januari?" jawab Hayden tanpa mikir. Pikirannya terfokus pada dompetnya.

"Ah... ini bayarannya Kak. Terima kasih rotinya" kata Hayden menyerahkan bayarannya.

Apa hanya perasaannya saja, atau ekspresi Twon tampak begitu senang?

"Ah...iya, tentu saja sekarang tanggal dua satu" kekehnya riang.

Hayden menatap sang pemilik toko itu heran. Kenapa dia begitu senang? Hayden merasa ada sesuatu yang aneh dengan itu.

**********

Dengan langkah pelan, Hayden memasuki rumah itu. Sedikit aneh karena pintunya tak terkunci. Padahal hari sudah malam dan sudah seharusnya pintu terkunci kalau tak mau ada malapetaka yang datang.

Yaaah... sebenarnya sebentar lagi akan ada malapetaka sih.

Ia memasuki rumah sederhana itu. Sepanjang lorongnya gelap. Seingatnya sekarang belum jadwalnya tidur. Dan ia merasa sedikit merinding dengan aura rumah yang entah kenapa terasa begitu gelap. Padahal belum waktunya.

Seharusnya suasana ini akan ia dapati setelah ia melakukan aksinya.

Di ujung lorong tampak seberkas cahaya. Ada sebuah ruangan dengan lampu yang masih menyala. Ia mendekati ruangan itu. Sayup-sayup ia mendengar senandung laki-laki.

Happy birthday to you

Happy birthday to you

Happy birthday... Happy birthday...

Happy Death-day to you

Hayden hanya bisa tertegun di depan pintu ketika melihat pemandangan di depannya. Seluruh ruangan penuh darah, seorang perempuan tampak seperti landak dengan banyak pisau menghujam tubuhnya, sebuah kue red velvet dengan warna merah ranum dengan angka dua satu diatasnya. Terdengar suara tawa riang yang terdengar begitu mencekam dari dua orang pemuda.

Satunya seorang pemuda Korea yang tampak seperti anak kecil tengah asik dengan pisau berlumuran darah ditangannya. Satunya lagi seorang pemuda berkacamata dengan tindikan di telinga yang tengah asik dengan handicam di tangannya seolah tengah mereka semuanya.

Mereka berdua...

"Ah..." si pemuda berkacamata menyadari kehadirannya. Hayden seketika memucat. Oh...shit ia harus kabur.

Reflek Hayden mengambil langkah seribu berusaha lari dari TKP berdarah itu. Sesuai dugaannya, keduanya tak membiarkannya kabur. Mereka mengejar pemuda berambut kacang itu. Sial bagi Hayden, mereka lebih gesit daripada dirinya.

Hayden pikir ini bakal jadi hari terakhirnya saat sebuah pisau siap dilayangkan ke kepalanya oleh si kacamata. Sampai Si Pemuda Korea yang tak lain adalah Sang pemilik toko kue yang sering ia kunjungi tersenyum manis padanya menghentikan perbuatan temannya.

"Ah... dia dibiarkan saja, Couse. Dia tahu hari ulang tahunku. Harusnya dia ikut pesta bersama kita" katanya begitu manis.

Hari ulang tahun...

Hayden seketika berkeringat dingin. Sekarang ia paham dengan apa yang sudah terjadi padanya. Terima kasih untuk otaknya yang nge-blank dan mulutnya yang asal, karena sudah tidak mengatakan bahwa hari ini adalah tanggal lima belas Mei.

GenFest 2020: Mystery x ThrillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang