"Detektif Sheffield belum juga datang?" tanya seorang gadis kepada kawannya yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Kedua tangannya membawa nampan berisi teko panas beserta beberapa gelas kecil.
Lawan bicaranya menggeleng pelan. "Aku rasa ia terjebak salju lebat atau semacamnya Alice. Entahlah," ujarnya seranya mengedikkan bahu.
"Ah, hujan salju turun lebat, ya, hari ini?" ujar Alice prihatin.
Masih membawa nampan di tangannya, Alice berjalan menuju jendela untuk melihat ke luar rumah. Ketika ia melihat arlojinya tadi, hari masih terlalu pagi untuk orang beraktivitas. Sepertinya, hujan salju ini akan semakin menghambat sang detektif untuk segera tiba di rumahnya.
"Nah!" pekik Alice tiba-tiba, membuyarkan lamunan kawannya. "Itu dia, Detektif Sheffield yang telah kita tunggu kedatangannya sejak tadi," imbuh gadis itu.
Tak berapa lama, terdengar pintu depan diketuk secara bar-bar. Alice baru saja hendak menyambut pria itu sebelum sang asisten rumah tangga membukakan pintu untuk Detektif Sheffield. Namun, ternyata dirinya sudah kalah cepat. Rentetan langkah kaki yang terkesan terburu-buru milik pria itu telah menggema di sepanjang koridor rumah.
"Miss Corby," seru pria paruh baya itu begitu sosoknya muncul di ambang pintu, "ada surat lagi?" tanyanya tanpa basa-basi.
Semburat merah mewarnai pipi pria tersebut. Helaan napasnya yang terdengar pendek ditambah dada hingga pundaknya yang naik turun dengan cepat mengatakan kalau ia cepat-cepat kemari setelah mendapat kabar dari sang tuan rumah, Tuan Arthur, kakak semata wayang Alice Borton. Kali ini, kawan sang detektif yang bernama Tori Gare, polisi yang ditugaskan untuk menjaga Joyce Corby tidak menyertai. Detektif Sheffield datang seorang diri, mengenakan setelan tak matching dengan mantel bulu hitam yang terdapat bekas salju di sana-sini.
"Oh, Tuan Sheffield, tarik napas dan duduklah terlebih dahulu," ujar Alice. Gadis itu meletakkan nampan di meja ruang tamu, kemudian menuangkan teh ke tiga gelas yang tadi dibawanya. "Ini, satu untuk Anda, Detektif Sheffield," ujarnya seraya menyerahkan cangkir panas itu, "dan satu untuk Joyce. Minum teh ini dahulu sebelum menceritakan kejadian terbaru kepadanya," imbuhnya, sambil menyerahkan secangkir teh panas lain kepada karibnya, Joyce Corby.
Detektif Sheffield mengerjap beberapa kali sebelum melemparkan pandangannya pada secangkir teh panas di genggamannya. Ia lantas melemparkan tubuhnya ke sofa, kemudian menenggak habis minuman itu. Gila memang.
Terdengar bunyi sebuah cangkir beradu dengan permukaan meja marmer. Selanjutnya, rentetan pertanyaan sang detektif yang memenuhi ruangan tersebut. Bahkan sebelum kedua wanita tadi sempat menikmati teh panas mereka masing-masing.
"Jadi, Miss Corby, bisa Anda ceritakan kepada saya kejadian terbaru dari kasus ini?"
Joyce Corby berdehem kecil seraya meletakkan cangkirnya di meja. Begitu pula dengan Alice yang tadi mengambil posisi duduk di samping Joyce. Baik Alice maupun Detektif Sheffield kemudian mendengarkan cerita Joyce secara seksama.
Dua hari yang lalu, Joyce Corby, atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Miss Daisy kembali menerima surat dari penggemar spesialnya. Isi dari surat itu, lagi-lagi berisi tentang peringatan untuk Miss Daisy alias Joyce Corby. Tempat persembunyiannya sekarang, kediaman keluarga Borton, sudah tidak aman.
Setelah berhasil mengelabuhi mereka dengan pergi dari kediamannya, orang-orang itu telah menemukan persembunyian Miss Daisy yang baru. Praktis, jika Miss Daisy tidak segera pergi dari tempat persembunyiannya ini, Miss Daisy akan celaka.
"Pengirimnya masih sama?" tanya Detektif Sheffield.
"Ya. Ia masih orang yang sama yang menggunakan nama 'majesty'."
Detektif Sheffield menggumam seraya menggosokkan kedua telapak tangannya. "Besok jadwal pertunjukkan musikal Anda, kan?" tanya pria itu.
"Benar, Tuan Sheffield."
"Anda benar-benar tidak mau membatalkan pertunjukkan itu?" tanya Detektif Sheffield.
Joyce Corby tersenyum penuh makna, kemudian berkata, "Hanya itu satu-satunya cara untuk menemukan petunjuk lain, Tuan Sheffield. Orang ini akan terus mengirim surat penggemar lagi kepadaku," ujar Joyce dengan penuh keyakinan. "Seperti yang telah aku ceritakan, ia memang rutin mengirim surat penggemar untukku bahkan sebelum aku melaporkan diri ke kepolisian sebagai saksi atas kasus pembunuhan Earl Harold. Jadi, esok malam pun ia pasti akan mengiriku surat penggemar yang bisa Anda jadikan sebagai petunjuk."
"Miss Corby," ucap Detektif Sheffield penuh keseriusan, "saya harus mengingatkan Anda bahwa orang-orang yang Anda hadapi sekarang ini bukan orang sembarangan. Mereka bisa mencelakai Anda bahkan detik ini juga-"
"Lalu katakan kepadaku apa yang seharusnya aku lakukan di saat seperti ini, Tuan Sheffield?" tanya Joyce dengan nada penuh keputusasaan. "Tinggal di kediaman Borton sudah membuatku merasa sangat tidak enak hati meskipun ada Tuan Gare dan polisi lain yang berjaga di sekitar sini. Anda tentu paham, bahwa keberadaanku di sini pun sama saja mengundang bahaya untuk Alice dan Arthur!"
"Ya?" sahut sebuah suara.
Ketiga manusia itu kompak memalingkan kepala mereka ke arah pintu. Tempat di mana Arthur Borton mematung di sana.
Arthur tertawa kecil, "Ah, aku kira seseorang memanggilku," terangnya. Ia berdehem, lalu berjalan memasuki ruang tamu. "Ah, apakah aku datang di saat yang tidak tepat?" tanyanya saat bergantian memandang raut wajah ketiga orang tadi.
Alice melipat tangannya di depan dada. "Ya, Arthur. Kau seharusnya berada di sini sejak pagi tadi. Ke mana saja kau ini? Tepat setelah mengirim telegram ke Detektif Sheffield langsung menghilang tanpa jejak?"
"Wow wow, tenang adik kecil. Aku ada janji dengan kawanku untuk mengambil barang," sahutnya seraya memamerkan bungkusan warna cokelat di tangannya.
Alice berdecak, "Transaksi apa pagi buta begitu?"
"Insektisida baru, rencananya akan diujicobakan," jawab Arthur. "Hm, sepertinya aku harus permisi sebentar. Aku harus meletakkan barang ini di atas terlebih dahulu."
"Tentu, Tuan Borton."
Arthur melempar senyum kecil sebelum beranjak pergi ke ruangannya. Ia memainkan bingkisan tadi dengan kedua tangannya seraya menatap lurus ke depan. Kata demi kata kawannya tadi pagi terus membayangi, memaksa dirinya untuk memutar otaknya dengan susah payah.
Kawannya tadi membuatnya pusing tujuh keliling, karena meminta Arthur Borton untuk menguji coba insektisida itu besok malam. Katanya, insektisida itu bisa membunuh secara perlahan dengan kadar toksisitas tinggi pada manusia. Hebatnya, ia tidak meninggalkan residu di dalam darah manusia.
Ah, sepertinya, ia harus segera menulis surat untuk Miss Daisy lagi. Mungkin, ini juga merupakan waktu yang tepat untuk mengirim surat pada Detektif Sheffield.
Karena, mau bagaimana pun, ia masih berhutang nyawa kepada Miss Daisy, yang telah menyelamatkan satu-satunya keluarganya yang tersisa. Alice Borton.
KAMU SEDANG MEMBACA
GenFest 2020: Mystery x Thriller
Mistério / SuspenseBagaimana kamu menemukan kebenaran tersembunyi sementara rasa ngeri menggorogoti? ** Dalam Genre Festival yang diselenggarakan oleh Nusantara Pen Circle kali ini, para penulis akan menyajikan sebuah karya dengan Genre Mystery yang dipadukan dengan...