Masalalu Taeil

138 28 34
                                    

•••

Tahun 2009

Seorang gadis dengan rambut yang dikuncir tinggi tampak berlari memasuki gerbang sekolahnya yang hampir tertutup. Ketika sudah berhasil masuk, ia menghela napasnya lega.

"Harusnya tadi bapak biarin aja saya masuk, nggak usah sok-sokan mau ditutup! Lihat, saya berhasil masuk, kan?" ucapnya dengan nada sombong pada guru yang menjaga piket gerbang pagi ini.

"Kalau bapak biarin, kamu bakal terus-terusan telat ke sekolah Joo Hee-ssi," balas beliau sarkas, menatap muridnya ini gemas.

"Ya bagus dong pak, jadinya saya bisa bangun kesiangan terus! Hahahaha," Joo Hee langsung berlari menuju gedung sekolah saat melihat guru penjaga piketnya itu meraih penggaris kayu panjang yang biasanya dipakai untuk memukul murid-murid nakal.

Joo Hee berlari dengan sesekali menengok kebelakang untuk memastikan sang guru tidak mengikutinya. Karena tidak awas dengan apa yang ada di depannya, ia pun menabrak seseorang dan jatuh tersungkur ke tanah.

"Kamu nggak apa-apa?"

Joo Hee menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa yang ia tabrak. Awalnya pandangannya silau karena orang itu berdiri membelakangi matahari, tapi akhirnya Joo Hee pun bisa melihat wajah pemuda itu dengan jelas.

"A-ah aku baik-baik aja," balas Joo Hee yang mendadak tergagap, lalu berdiri dan mengibas-ngibaskan roknya yang terkena pasir.

Pemuda itu menatap Joo Hee tak yakin, "beneran nggak apa-apa?"

Joo Hee mengangguk cepat, "aku permisi dulu." Setelah mengatakan itu, Joo Hee pun berlari lagi meninggalkan pemuda itu yang jadi menatapnya kebingungan.

Di sisi lain, gadis itu kini berusaha mengenyahkan degup jantungnya yang berdetak tak karuan akibat berlari, ditambah lagi dengan rasa gugupnya setelah menabrak pemuda yang ia suka dan selama ini hanya bisa menatapnya dari kejauhan.

Moon Taeil.







Saat ini, Joo Hee sedang menemani kedua orang tuanya ke bandara setelah pulang sekolah, tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu. Ia langsung berlari mencari taksi setelah tahu orang tuanya itu akan pergi selama enam bulan karena pekerjaan mereka.

"Kamu baik-baik di sini ya? Eomma dan Appa janji akan membawakan oleh-oleh yang menarik saat kami pulang nanti, eoh?"

Joo Hee memeluk Mamanya itu sambil menangis, bagaimana pun juga ia sedih akan ditinggal selama itu. "Joo Hee bakal kangen sama Eomma, Appa juga. Jadi jangan lama-lama ya? Kalau urusannya sudah selesai, langsung balik ke Korea."

Kedua orang tuanya serempak mengangguk, sang Mama pun melepaskan pelukannya pada Joo Hee. "Sampai jumpa lagi, gadis kebanggaan Eomma."

Joo Hee melepas kepergian orang tuanya itu dengan berat hati. Ia putri tunggal dari keluarga Kang, sehingga ia selalu sendirian dan dimanja oleh kedua orang tuanya. Meskipun demikian, kini yang bisa dilakukannya hanyalah terdiam di tempatnya berdiri, menatap punggung kedua orang tuanya itu yang perlahan hilang memasuki ruangan untuk check in.

"Baiklah, aku gadis yang kuat. Gini aja sih gampang!" ucapnya menyemangati diri sendiri, walaupun tak sadar jika suaranya sedikit bergetar.

Baru saja ia membalik badan, panggilan alam langsung membuatnya berlari menuju toilet terdekat. "Ah... hwajangshil!"




Joo Hee tersenyum lega setelah keluar dari bilik toilet, lalu menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. "Ah! Segarnya!"

Gadis itu sebenarnya membasuh wajahnya sampai kuyup, ia tidak mau melihat air yang mengalir dari matanya. Ya, Joo Hee menangis. Ia merengek dengan suara yang keras, sampai tak menyadari jika ada yang aneh dengan sekelilingnya sekarang.

OneTwoSeven Familie | NCT 127 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang