manager

103 16 4
                                    

Siang ini, Rania berada dilapangan basket outdoor, duduk dipinggiran lapangan, berbekal sobekan kardus sebagai kipas untuk menghalau udara yang begitu panas.

Bukan tanpa alasan dia berada disana, kemarin sehabis jam jaga UKS nya berakhir, dia pergi menuju ruangan guru matematikanya sekaligus pembina kegiatan PMR disekolahnya untuk menyerahkan data-data seputar UKS. Dan sialnya adalah, dia diminta untuk menjadi manager tim basket sementara waktu. Tentu saja pada awalnya Rania menolak keras, dia terlalu malas untuk aktif dalam banyak kegiatan, namun karena diiming-imingi dengan mendapat nilai tinggi dipelajaran matematikanya, maka langsung saja dia menyanggupi. Lagipula, hanya sementara, hanya sampai pertandingan basket antar sekolah berlangsung dua bulan lagi, kemudian dia akan kembali memiliki banyak waktu santainya.

Maka, ketika dia melihat bahwa latihan telah usai, dia lekas berdiri dan membagikan minuman dingin yang tadi telah dibelinya.

Seperti itulah tugasnya, mengatur jadwal latihan mereka, membelikan makanan dan minuman ketika dilaksanakannya latihan atau pertandingan yang tentu saja memakai uang sekolah, dan mengobati jika ada yang cidera.

Selesai dengan membagikan minuman, dia kembali mendudukkan diri dikursi panjang pinggir lapangan, mengambil minumannya sendiri dan kemudian meneguknya. Tak menyadari bahwa space kosong yang terlampaui lebar disebelah kanannya telah di isi oleh seseorang.

Hingga dia mendengar suara decakan, lantas Rania menoleh dan mendapati sang kapten basket disana, wajahnya tampak serius disertai kernyitan sebal dengan fokus ter arah kepada ponsel digenggamannya.

Andhaka Mahendra. Dia adalah kapten basket yang sedang duduk disebelah Rania kini.

"Kenapa?" Pertanyaan reflek Rania, sungguh, sebenarnya dia malas jika harus berurusan lagi dengan sosok pemuda yang menurutnya amat sangat meyebalkan itu. Tapi, pertanyaan tadipun tak sengaja dia keluarkan, karna memang pada dasarnya dia termasuk manusia yang memiliki kadar keingin tahuan yang tinggi, singkatnya sih, kepo-an.

Yang ditanya hanya melirik sekilas, menghela nafas sebentar dan kemudian berucap "besok tanggal 13, anniv gue sama Candy yang pertama harusnya"katanya lirih

Rania hanya mengangguk-angguk, masih dengan kardus yang dia gerakkan kesana-kemari didepan wajahnya, dia menoleh sebentar kearah Aka, "sayangnya, udah ga ada status apa-apa lagi ya?" Katanya, lagi-lagi reflek. Memang, Rania itu juga termasuk orang yang tidak bisa mengontrol ucapannya sendiri, berbicara sekenanya tanpa disaring terlebih dahulu.

"Babi" umpat Aka ketika mendengar ucapan asal Rania. Setelah itu, hening lagi, tak ada percakapan diantara mereka, hingga---

"Besok malem lo ikut gue" ini Aka yang berbicara, lantas Rania langsung menoleh dengan alisnya yang terangkat sebelah, pertanda bahwa dia tidak paham, "maksud lo?" tanyanya

Meneguk minumannya hingga tandas, kemudian Aka berdiri, "ga terima penolakan gue, besok jam enam gue jemput" ucapnya sambil lalu tanpa menoleh kearah Rania,

"Heh, anjing! Dasar belatung nangka!!" umpat Rania saat itu juga.

Dan kekesalan Rania kepada sang kapten basket semakin bertambah kini.

.

.

.

.

Juna sengaja melajukan motornya dengan kecepatan sedang, menikmati suasana jalanan siang yang menjelang sore.

Hingga dia berhenti didepan gerbang sekolah dengan papan nama 'SMAN 1 XX' lantas dia tersenyum simpul.

Namun senyuman itu segera luntur ketika dia kembali menoleh kearah batuan semen dengan ukiran nama SMA tadi. "Tunggu--" gumamnya,

"--- SMAN 1 XX? Jangan bilang? Ini sekolah Rania??!" histerisnya, pasalnya tujuannya kesini adalah untuk menepati janjinya menjemput Candy, tapi sepertinya dia lupa jika pacarnya juga bersekolah disini.

Dirinya sudah hampir memutar balik motornya berniat pergi, dan bersiap mencari alasan apa saja untuk diberikan kepada Candy. Namun, sepertinya sudah terlambat, Candy sudah berdiri disana, bersama temannya, bahkan Juna juga bisa melihat senyuman tipis yang tersungging dibibir Candy.

.

.

.

.

Rania keluar kelas dengan keadaan bibir yang mencebik maju, pasalnya dia sedang kesal sekali sekarang. Ajakan Aka yang terkesan tidak serius tadi berhasil membuat dirinya bingung dan terus memikirkannya, haruskah dia menuruti? Atau lebih baik mengabaikan saja??

Ditambah lebih kesal lagi ketika dia ditinggalkan oleh kedua sahabatnya yang keluar kelas lebih dulu.

Berjalan dengan langkah menyeret menuju gerbang, tangannya sudah membawa ponsel digenggaman guna memesan jasa ojek online.

Dan diurungkan ketika dia melihat sang pacar duduk diatas motornya didepan gerbang sana.

Lantas dia segera berlari kesana, tanpa sadar telah melewati dua entitas manusia yang tadi disebutnya sahabat, "kak Juna!" panggilnya terlampau senang.

Dan sosok yang dipanggil pun mengalihkan atensinya dari memandangi senyum menawan dibelakang sang pemanggil, tersenyum sedikit paksa dan melambaikan tangan,

"Kak Juna jemput aku??" Tanya Rania ketika telah berada dihadapan sang pacar. Yang ditanya hanya mengangguk kaku, kemudian meyerahkan helm lain yang telah dibawanya, "iyalah" ucapnya dengan senyum yang lebih santai, sesekali pandangannya masih tertuju kearah objek yang berdiri dibelakang Rania.

Tanpa berbicara lagi Rania segera mendudukkan diri dibelakang Juna ketika telah selesai mengenakan helmnya, "udah kak, ayo jalan" ucapnya sambil menepuk pelan bahu sang pacar, Juna mengangguk, mulai menyalakan motornya sambil sesekali melirik Candy yang masih memperhatikan mereka dari tempatnya berdiri tadi.

"Maaf" ucap Juna yang hanya menggunakan gerakan bibir kepada Candy, dan seolah mengerti, Candy malah melambaikan tangannya, membuat Juna kembali mengalihkan atensinya kepada motornya dan mulai melajukannya.

.

.

.

.

Arjuna
Candy, maaf.

Read

switchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang