Himself

1K 135 12
                                    








Awalnya aku menyukai senyum manisnya dan betapa indahnya Ten saat menari. Kemudian aku terpesona dengan suaranya. Terkejut dengan kepintarannya dan lemah karena kebaikan hatinya.


Semakin hari tanpa sadar aku semakin mencintainya. Aku ingin dia bahagia. Aku khawatir padanya. Takut dia sakit dan terluka. Aku takut dia tidak percaya pada dirinya sendiri. Aku juga takut omongan-omangan jahat yang ditujukan padanya melukainya.


Aku jadi overthinking. Takut kalau kalau dia tidak bahagia. Takut kalau dia menyembunyikan kekhawatirannya dan menderita sendiri. Aku bertanya-tanya kenapa dia mendengar lagu sedih. Aku tanpa sadar mengasumsikan perasaannya.


Aku ingin selalu mendukungnya dan melihat senyum juga tawanya yang berharga. Awalnya aku hanya menganguminya. Mencintainya sebagai sosok yang indah. Aku ingin melakukan dan mengorbankan apapun agar dia tersenyum dan bisa melakukan semua yang dia inginkan, semua yang ia sukai dan membuatnya tersenyum.


Sampai saat dimana aku melihat photonya yang kuambil secara diam-diam. Aku mendadak ingin memasakkan sarapan untuknya, memastikan dia makan dengan baik dan bajunya cukup hangat. Aku juga ingin dia tidur yang nyenyak setiap malam tanpa perlu memikirkan apapun.


Aku masih tidak sadar. Kemudian gambaran dia akan bertemu gadis yang baik, tertawa bersama gadis itu kemudian menikah. Aku sadar aku mencintainya. Aku mencintai Ten terlalu dalam. Aku yakin aku bisa tersenyum saat melihat photo pernikahannya di instragram tapi aku juga akan menangis disaat yang bersamaan karena jauh di dalam hatiku aku berharap perempuan itu adalah diriku.


Tapi kenyataan siapa diriku membuatku harus sadar diri. Apapun yang pernah terjadi, meskipun dia bersikap baik, dan meskipun kami bisa berpacaran. Aku bukan untuk Ten. Dia terlalu indah dan aku tidak bisa menggapainya. Tapi aku masih berharap semua yang baik dan kebahagiaan selalu hadir untuknya. Iya aku mencintainya sebesar itu.


Mengenal Ten sudah seperti berkah dan kutukan. Karena dia orang yang aku cintai, tapi tidak akan pernah mencintaiku kembali.


Silahkan katakan aku bodoh karena mencintai seseorang yang bahkan tidak bisa kumiliki. Karena pada kenyataannya aku memang sebodoh itu. Aku sudah tahu pada akhirnya aku hanya akan menatap punggungnya menjauh dan kedua tangannya yang akan terangkat merengkuh perempuan lain.


Aku ingin berhenti. Tapi memikirkan siapa yang akan membelanya, siapa yang akan diam-diam menyemangatinya jika aku berhenti melakukannya membuatku lebih takut. Aku lebih takut kalau dia tidak punya seseorang yang benar-benar mendukungnya dan mencintainya dengan tulus. Aku takut itu terjadi, karena itu aku bertahan.


Aku bertahan mencintainya, berpura-pura ini hal yang menyenangkan. Berpura-pura tidak ada air mata yang aku teteskan sebelum tidur, berpura-pura ini tidak menyakitkan. Aku memutuskan untuk terus berpura-pura setidaknya sampai perempuan yang ia cintai dan benar-benar mencintainya hadir. Sampai saat itu aku akan terus mendukung Ten. Tidak masalah kalau Johnny marah padaku. Senyum Ten lebih penting untukku.


Senyum yang aku lihat pertama kali di ruang latihan. Senyum yang memaksaku untuk tersenyum juga saat melihatnya. Aku ingin menjaga senyum itu. Meski senyum itu bukan milikku. Tapi biarkan aku menjaganya sebentar.


Tidak hanya senyumnya. Aku ingin menjaga dirinya. Memeluknya saat ia merasa sedih, dan menangis bersamanya saat ia terluka. Aku tidak ingin dia merasa sendirian.


"Seriusan nih mau move on. Bukan gaya-gayaan lagi?" tanya Ilya.


Kami sedang berada di kantin fakultas, baru selesai dari kelas Bu Eugene. Aku hanya mengangguk sambil menurunkan sudut bibirku.


Ten Pieces | TEN WayV ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang