p e n a 0 6 | d i a n t a r a d u a
Gue melangkahkan kaki menuju pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah di rumah ini. Menengadahkan wajah memperhatikan seseorang yang kini sedang terduduk dengan manis di kursi tamu. Tangannya kian sibuk bergerak-gerak mengikuti pandangan matanya yang telah terpasang kacamata dengan lensa bening itu.
"Ma, lagi bikin apa?" Tanya gue.
Wanita paruh baya itu menoleh, "Chika sayang, sini. Mama lagi ngerajut baju buat nenek." Jawabnya.
"Nenek gimana keadaannya, Ma?" Tanya gue yang kemudian mendekat untuk duduk di sampingnya.
Kembali tatapan wanita itu beralih pada pekerjaannya saat ini. "Hmm, yah begitulah. Kalau kondisinya masih aja kayak gitu, nenek harus segera dirawat di rumah sakit."
Gue menyenderkan kepala gue ini ke bahu wanita itu. Menutup kedua mata, merasakan ketenangan yang gue rasa sangat amat gue butuhkan saat ini.
"Kamu kenapa?" Tanya wanita itu.
Gue menggelengkan kepala , "Gak ada." Jawab gue.
"Gak usah bohong sama mama. Ada apa?" Tanyanya lagi.
"Chika cuma pengen nenek sehat, Ma." Jawab gue masih di bahunya.
"Ya, semoga nenek lekas sehat ya. Mama jadi inget waktu kecil kamu paling deket sama nenek. Selalu main bareng nenek. Gak kerasa ya anak Mama sekarang udah jadi gadis. Bentar lagi lulus kuliah, dewasa, terus nanti nikah. Yah, ninggalin Mama deh."
"Ih Mama apaan sih. Chika masih pengen jadi anak Mama." Jawab gue yang kemudian mengeratkan pelukan tangan gue ke tanganya.
"Iya. Tapi nanti juga ada saatnya kamu punya keluarga sendiri."
Tanpa menanggapi pernyataannya itu, gue hanya menghembuskan nafas lepas dan semakin tenggelam mengeratkan pelukan seperti anak kecil yang meminta perlindungan.
"Pasti selain mikirin nenek lagi ada hal lain yang dipikirin, ya kan? Ngaku deh sama Mama." Celetukya.
Ih nyokap gue ini, selalu aja jadi orang yang paling tau tentang gue. Kurang beruntung apa coba gue selama ini? Gue punya nyokap hebat yang seperhatian ini sama gue.
Ah, rasanya mau tetep kayak gini. Rasanya gue mau kembali jadi anak sekolah dasar dimana masalah terberatnya hanya sebatas PR matematika sekolah. Terus ngerengek minta nyokap buat bantuin. Terus gue kembali ceria begitu PR beres dan nyokap masakin makanan kesukaan gue di rumah. Sesederhana itu.
Nah kan gue ini, kenapa jadi kemana-mana gini? Semerengek apapun gue pengen balik jadi anak kecil, semuanya kembali cuma sebatas mimpi. Mau sampai kapan gue mimpiin masa lalu dan takut menghadapi masa depan?
"Ma," panggil gue pelan.
"Hmm?"
"Kalau seandainya Mama ada di posisi dimana Mama harus memilih salah satu diantara dua pilihan yang ada, pertimbangan apa aja yang bakal kasih pengaruh kuat buat pilihan Mama itu?" Tanya gue.
"Hmm," jawabnya yang kemudian memberi jeda. "Tergantung, Sayang. Tergantung apa objek yang harus dipilih itu."
"Kalau objeknya adalah sesuatu yang berhubungan dengan hati?" Tanya gue.
"Hmm. Yah, berarti pertimbangan yang mempengaruhinya juga berhubungan dengan hati."
Gue membuka mata dan menolehkan wajah menatap wajah nyokap gue secara langsung. "Maksud Mama?" Tanya gue bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nama Pena [8/8 End]
Short Story[hanya dipublish di http://wattpad.com/user/just-anny, jika menemukan cerita ini di situs lain artinya itu merupakan PLAGIAT/PENYEBARAN TANPA IZIN] Nggak. Gue gak pake nama pena untuk surat-menyurat dengan teman jauh melalui kantor pos. Gue bukan se...