p e n a 0 7 | d i a
Hari ini cuaca baik-baik saja. Kemarin juga baik-baik saja. Maksudnya, tanpa hujan angin seperti ketika tempo hari lalu. Tanpa panas yang terlalu berlebihan yang bisa membuat kulit merah terbakar. Semua keadaan sekitar baik-baik saja. Tapi, itu tidak menurut gue.
Cuaca ini tak linier sebanding dengan keadaan hati yang kian tak menentu. Apa ya? Kalaupun ini dibuat grafik, grafiknya itu naik turun. Degupan jantung semakin sini semakin tak beraturan. Dia, jantung itu, berdegup semakin lama semakin cepat.
Kembali gue mengecek penampilan yang gue kenakan hari ini. Memperhatikan setiap bagian dari sweater merah berpola hitam ini. Sekedar mengecek apakah ada kerutan yang berarti atau tidak.
Hari ini gue telah menentukan pilihan. Iya, gue harus memilih satu pilihan diantara dua yang ada.
Pilihan pertama untuk seseorang yang beberapa waktu lalu menyatakan perasaannya terhadap gue. Lengkap dengan permintaan pertemuan pertama kami. Dia, orang yang beberapa waktu ini mengisi hari-hari gue.
Pilihan lain adalah dia. Dia, seseorang dari masa yang seharusnya sudah gue jauhi tapi entah kenapa muncul lagi. Dia, yang telah cukup lama mengisi ruang hati gue yang kemudian entah sejak kapan gue merasakan hampa karena orang yang sama juga.
Sebenarnya apa yang membuat gue bingung? Setiap orang kalau ada di posisi gue rasanya gak akan sebingung ini. Setiap orang rasanya akan merasa riskan untuk memberatkan pilihannya pada dia yang hanya dikenal di dunia maya.
Siapa yang tahu? Dia, orang yang belum jelas gue kenal, mungkin bukan orang yang baik. Bahkan bibit, bebet, dan bobotnya belum sejelas dia yang ada di dunia nyata.
Tapi, haruskah gue perjelas lagi? Ini adalah masalah rasa. Bukan masalah apakah rasa itu bisa membutakan kita. Rasa tidak bisa berbohong. Seperti layaknya hati. Seperti kata nyokap gue. Hati kita sebenarnya akan tahu kita sebenarnya ingin memilih siapa.
Intinya, hati kamu sendiri sebenarnya tau. Siapa orang yang paling kamu andalakan dan siapa orang pertama yang selalu ingin kamu hubungi.
"Iya, Ma. Mama bener, hati Chika sebenernya udah tau siapa yang benar-benar membuat Chika jatuh. Jatuh hati, Ma. Siapa yang bakal nyangka? Anak mama ternyata bisa sejatuh ini sama orang itu." Celoteh gue lebih kepada diri sendiri.
Dengan tarikan nafas lembut, gue menutup kedua mata ini. Disanalah dia yang gue pikirkan. Dia, walau hanya terlihat samar dan bukan bayangan nyata yang jelas, tapi selalu dialah yang ada di pikiran ini. Dan hanya dengan memikirkannya saja, hati ini, berdegup lebih kencang dari biasanya.
Sudah lebih dari tiga puluh menit gue diam sendiri di taman ini. Menoleh kiri, menoleh kanan. Terus saja mencari satu sosok yang sedaritadi gue tunggu itu.
Prama, kok lama sih?
Iya, hari ini akhirnya datang juga. Hari dimana gue telah menentukan pilihan itu. Hari dimana gue akan bilang semuanya tentang apa yang gue rasa. Hari dimana gue untuk pertama kalinya ketemu sama orang yang biasa berhubungan dengan gue di dunia maya itu.
Tapi, kok dia gak dateng-dateng juga ya? Ah, dia bakal dateng kan? Prama gak bohongin gue dengan gak dateng kan? Gue bakal kecewa banget kalau sampe itu kejadian.
.
.
--
Gue memperhatikan jam digital yang bertengger dengan manis di handphone gue ini. Oke, berarti dengan ini gue udah nunggu dia selama satu jam lebih. Waktu, bisakah berjalan lebih cepat sampe dia dateng? Gue udah gak karuan nih nunggu dia sendirian kayak gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nama Pena [8/8 End]
Cerita Pendek[hanya dipublish di http://wattpad.com/user/just-anny, jika menemukan cerita ini di situs lain artinya itu merupakan PLAGIAT/PENYEBARAN TANPA IZIN] Nggak. Gue gak pake nama pena untuk surat-menyurat dengan teman jauh melalui kantor pos. Gue bukan se...