Chapter 6

11.3K 2K 60
                                    

Jangan lupa vote dan komen ^^ thank you♥️

Jangan lupa vote dan komen ^^ thank you♥️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika sentuhan semakin membangkitkan gairah, tiba-tiba telepon Prelove berdering. Velven merogoh ponsel yang berada di dalam saku celana jins Prelove. Niatnya Velven mematikan ponsel tapi melihat nama yang tertera, dia segera menghentikan kegiatan.

"Katy?"

Prelove langsung mengambil ponselnya, mendorong tubuh Velven hingga menjauh dan berjalan menjauh untuk mengangkat panggilannya.

"Ya, halo?"

"..."

"Apa...?"

"..."

"Oke, makasih infonya, Kat."

Prelove menutup sambungan. Tiba-tiba air matanya jatuh membasahi pipi. Tubuhnya gemetar.

"Kenapa, Love? Kok nangis?" tanya Velven setelah menyadari apa yang dilihatnya.

"Aku pulang ya. Aku harus ke rumah sakit sekarang. Maaf."

Prelove segera berbalik badan sambil menangis. Velven pun segera mengejar langkah Prelove dari belakang hingga berhasil meraih ujung sikunya.

"Hei, kenapa? Siapa yang ada di rumah sakit?"

Prelove tidak menjawab dan menangis histeris. Velven terhenyak sebentar memandangi Prelove menangis. Dia segera meraih dan memeluk pacarnya.

"Saya anterin ya. Jangan ditolak. Ini udah malam juga."

💋 💋 💋

Prelove berlari melewati lorong diikuti Velven di belakangnya. Prelove pergi menuju kamar yang diberitahukan sepupunya, Katy. Begitu tiba di depan kamar itu, tangis Prelove kembali jatuh. Di depan sana sudah berkumpul semua keluarganya termasuk sang kakak.

"Kak, gimana—"

Plak!

Satu tamparan keras menghentikan kalimat Prelove. Tamparan itu berasal dari tangan sang kakak. Velven yang melihat kejadian itu terkejut, begitu pula keluarga yang lain.

"Buat apa lo ke sini? Baru mau jenguk Papa setelah dia meninggal? Telat," ucap Lulove dingin.

Prelove memegangi pipinya yang sakit akibat tamparan itu. Meski sakit Prelove tetap memaksakan diri melihat wajah kakaknya.

"Kak, plis... tolong jangan—"

Plak!

Sekali lagi tamparan keras mendarat di wajah Prelove. Orang-orang kembali terkejut.

"Lulove cukup!" lerai Ilsa seraya menarik lengan Lulove cukup kuat tapi perempuan itu menepisnya.

"Kehadiran lo nggak dibutuhin di sini. Sejak enam tahun lalu gue udah nggak punya adik perempuan. Sosok lo udah pergi. Lo nyalahin Tante Intan karena nggak bisa menyelamatkan nyawa calon suami lo. Apa laki-laki itu lebih berarti dibanding keluarga sendiri? Bahkan jenguk Papa aja nggak pernah. Gue yang selama ini merawat Papa sampai dia mengembuskan napas terakhir. Lo masih berani datang ke sini dan nyebut diri lo anak? Lo cuma sampah!" ucap Lulove dengan mata berkaca-kaca.

It Starts With A Boxer [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang